05.2 • Worried

16.6K 1.2K 329
                                    

LANGIT berdecak kesal untuk kesekian kalinya. Ponsel yang tak kunjung menampilkan notifikasi dari seseorang yang ia inginkan tentu saja membuat cowo itu cemas bukan main. Seakan tidak terpengaruh oleh canda tawa teman-temannya, Langit tetap berkutat pada ponselnya, sesekali mendekatkannya ke telinga seakan sedang menelepon seseorang.

"Woi, kenapa lo? Berasa istri mau lahiran aja ketar-ketir gitu," seru salah satu temannya seraya terkekeh pelan.

"Kayanya ini lebih parah dari istri lahiran. Mungkin si Juminten abis hamilin nyokapnya makanya sampe serem gitu mukanya."

Toyoran pun tak dapat terhindari ketika dengan tanpa berdosanya, celetukan tersebut keluar dari mulut Raden.

"Juminten mah naksirnya sama yang masih muda. Pedofil doi!" timpal Rangga seraya tertawa pelan.

Gelak tawa pun tak dapat tertahankan.

"Asal nyablak aja lo, Yan," sahut Gian yang lain seraya terkekeh pelan.

Seperti perkiraan Bintang, Langit memang berada di Wartas alias Warung Atas saat ini. Kegiatan yang mengisi rutinitasnya setelah pulang sekolah sampai sekitar pukul sembilan atau sepuluh malam.

Biasanya Wartas hanya ramai oleh Langit dan teman-temannya serta beberapa gerombolan lain yang kadang datang kadang tidak. Namun karena pengumuman pulang cepat dari sekolah, Wartas mendadak ramai, lebih ramai dari biasanya.

"Rileks ngapa, Bos. Santai. Anggep aja lo lagi di pantai."

"Lagian lo kenapa deh? Mendadak emosi gitu."

"Butuh asupan cinta si Langit mah."

"Belaian Lucinta Luna kali, ah."

Langit tidak menghiraukan celetukan yang diikuti tawa oleh teman-temannya. Ia masih berusaha menelepon nomor yang lagi-lagi dibalas oleh suara operator yang sama.

Ketika akhirnya telepon tersebut diangkat, Langit segera mengangkat dan mencecar si pemilik nomor.

"Udah di mana? Kasih tau gue kalo udah mau sampe."

"Masih di taksi bareng yang lain, bentar lagi sampe. Gak usah jemput, Lang, gue bisa pesen ojek online nanti."

Bintang memang pulang menggunakan taksi bersama teman-temannya, namun tidak benar-benar sampai rumah. Mereka memutuskan untuk menetapkan satu tujuan yang dekat dari kelimanya sehingga Bintang masih harus naik ojek online untuk sampai ke rumah.

"Lo gila apa gimana, nekat naik ojek online jam sepuluh malem?" Langit berdecak. "Jangan pesen. Tunggu situ. Gue jemput."

Langit pun memutuskan sambungan. Meraih jaketnya, cowo itu segera berjalan menuju motornya tanpa menghiraukan tatapan bertanya-tanya dari seluruh temannya.

"Mau ke mana lo?" tanya Gian ketika melihat Langit menaiki motornya.

"Jemput orang."

"Bintang?" tebak Rangga yang tanpa perlu ditanya pun dapat dengan mudah dijawab.

Langit hanya mengangguk samar sembari memakai helm full face-nya.

EXILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang