• EXILE •
SUARA deru motor terdengar memecah keheningan malam. Penerangan menjadi sangat minim mengingat waktu telah menunjukkan pukul setengah tujuh malam.
Menemukan seseorang yang ia cari di tengah keramaian taman, lantas Langit mengerem motornya. Meskipun dari jarak yang cukup jauh, ia tetap dapat mengenali postur tubuh cewe itu, ditambah seragam yang masih melekat di tubuhnya.
Langit pun turun dari motor dan perlahan mendekati cewe itu. Kepalanya tertunduk dengan tangan yang menutupi wajah. Dilihat dari bahunya yang bergetar, Langit yakin ada air mata di balik telapak tangan tersebut. Dugaannya menguat ketika suara tangis dapat samar-samar ia dengar. Membesar dan membesar seiring langkahnya yang semakin mendekat.
Langit duduk dan diam menatap ke depan. Tidak berkata apa pun, tidak bertanya, tidak menenang apalagi memeluk. Beberapa menit menjeda. Hanya hening yang menemani keduanya.
Bintang jelas sedang mengalami pukulan perasaan dan seseorang yang mengalaminya, biasanya, tidak berselera untuk berbicara.
Menyadari keberadaan seseorang di sampingnya, Bintang pun menoleh. Kernyitan di dahi pun tak dapat terhindari.
"Ngapain di sini?" tanya Bintang.
Langit menoleh, lantas meringis melihat keadaan Bintang. Mata sembab, hidung yang memerah serta rambut acak-acakan sangat berbeda dari Bintang di sekolah yang biasanya selalu tampil rapi.
Kembali menoleh ke depan, Langit hanya diam, malas menjawab pertanyaan Bintang.
"Ngapain lo di sini, Langit?" ulang Bintang.
Beberapa detik dilalui dengan keheningan. Alis Bintang bertaut seakan menuntut jawaban membuat Langit menghela napas pasrah.
"Harusnya gue yang tanya, ngapain lo lari ke sini?"
Bintang terkejut. "Lo lihat gue?"
Langit mengedikkan bahu. "Kalo maksudnya ngelihat lo kabur dari rumah seakan lagi dikejar rentenir dengan berkali-kali jatoh tapi tetep keukeuh buat terus lari," ucap Langit menjeda sebelum kembali ia lanjutkan, "iya, gue lihat."
"Astaga." Bintang berdecak frustasi. Ia menunduk dan menutup wajah.
Langit membiarkannya, berusaha terlihat tidak peduli mengingat hubungan mereka masih dalam keadaan tidak baik-baik saja. Namun hingga beberapa menit berlalu pun Bintang tetap berada di posisinya membuat cowo itu mengernyit curiga.
Langit menunduk untuk melihat wajah Bintang yang tertutup tangannya sendiri. Menyadari adanya air mata di sela-sela jari Bintang, Langit pun terkejut.
"Bin."
Tidak ada sahutan.
"Bintang."
Tetap tidak ada sahutan. Langit yang panik pun mengguncang-guncang kedua bahu cewe itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXILE
Teen Fiction#3 in teenfiction (21/06/19) Menghabiskan hampir lima belas tahun dengan perempuan yang sama lagi dan lagi? Bagi Altair Langit Alderado, melihat kehebohan Bintang bukan sesuatu yang mengejutkan. Memergoki kecerobohan Bintang pun tak mempan membuat...