PINTU ruang rawat terbuka. Dari balik pintu tersebut, muncullah seorang remaja lengkap dengan keranjang buah serta tas tenteng di kedua tangannya. Senyum menghiasi wajahnya ketika melihat sosok yang ia nantikan.
"Eh, ada Bintang. Sini masuk," sambut Shinta sambil tersenyum hangat. "Kalau begitu, Mama keluar dulu ya," lanjutnya kepada anak semata wayangnya. Samudra mengangguk pelan.
"Tante titip Samudra ya," ucap Shinta pada Bintang seraya keluar dari ruangan. Bintang mengangguk sopan sebelum melangkah masuk.
"Syukurlah lo udah sadar," ucap Bintang sambil meletakkan keranjang berisi buah-buahan yang ia bawa di atas meja.
"Gimana keadaan lo?" tanya Samudra. Lantas, kedua alis Bintang bertaut.
"Harusnya gue yang nanya, gimana keadaan lo?" tanya Bintang sambil duduk di kursi yang berada tepat di samping tempat tidur pasien.
"Gue baik-baik aja."
"Pembohong."
"Ya keadaan gue, seperti yang lo lihat. Tapi serius gue merasa baik-baik aja sekarang."
Bintang menghela napas. "Gue minta maaf."
Alis Samudra bertaut. "Buat?"
"Bikin lo kayak gini."
Samudra tertawa pelan. "Ini bukan salah lo. Kan gue sendiri yang mutusin buat nolongin lo."
"Oh iya." Bintang menjentikkan jarinya seakan teringat sesuatu. "Lo tau dari mana gue di situ? Maksud gue, lo tau dari mana kalo gue diculik?"
Samudra terdiam. Ia mengalihkan pandangannya dari Bintang, tidak tahu harus menjawab apa.
"Kenapa?" tanya Bintang.
"Lo nanya gue tau dari mana?" Samudra malah balik bertanya. Bintang pun mengangguk.
"Lo gak tau kalo berita itu udah kesebar di grup angkatan? Dan katanya sih mukanya mirip lo. Gue panik, kaget, khawatir dan tanpa pikir panjang langsung pergi nyamperin lo," jelas Samudra.
Sesuatu dalam diri Bintang berseru-seru ketika mendengar penjelasan Samudra. Entah mengapa, perkataan yang terkesan menunjukkan rasa perhatian itu membuat Bintang merasa ... senang?
Tanpa sadar, Bintang menundukkan kepala. Berusaha menutupi senyum yang tak dapat ia tahan. Melihat itu, Samudra pun menggerakkan jarinya untuk mengangkat dagu Bintang.
"Kenapa? Kesenengan ya?" goda Samudra sambil memainkan kedua alisnya.
"Apaan, sih," elak Bintang. Ia menepis tangan Samudra lengkap dengan ekspresi kesalnya. Cowo itu pun tertawa melihat reaksi Bintang.
"Oh iya, kata dokter lo harus minum obat pereda rasa sakit. Makanya gue bawa bubur buat lo. Sebentar ya."
Bintang beranjak dari kursi dan berjalan menuju sofa. Ia membuka tas dan terkejut ketika tidak menemukan plastik berisi buburnya di sana.
"Lah, kok gak ada?" tanya Bintang heran.
Pantang menyerah, Bintang pun kembali mengobrak-abrik tasnya berharap plastik tersebut dapat ia temukan. Namun berakhir sama saja. Bintang tidak menemukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXILE
Novela Juvenil#3 in teenfiction (21/06/19) Menghabiskan hampir lima belas tahun dengan perempuan yang sama lagi dan lagi? Bagi Altair Langit Alderado, melihat kehebohan Bintang bukan sesuatu yang mengejutkan. Memergoki kecerobohan Bintang pun tak mempan membuat...