SETELAH mendapat persetujuan dari guru yang tengah mengajar, Langit segera melangkahkan kaki keluar dari kelas. Ia harus melewati sekitar tiga kelas terlebih dahulu untuk sampai di toilet cowo.
Sebelum benar-benar masuk, suara seseorang dari dalam bilik toilet menghentikan langkahnya. Terdorong oleh rasa penasaran, Langit pun mendekatkan telinga ke badan pintu.
"Kenapa?"
"...."
Tarikan napas tanda terkejut terdengar sesaat setelah suara dari telepon membalas. Hening meliputi sebelum suara seseorang kembali terdengar.
"Kecelakaan?"
"...."
"Bercanda lo gak lucu."
"...."
"Kapan?"
"...."
"Sekarang dia di mana?"
"...."
Napas yang bergerak tidak teratur mengisi jeda beberapa saat. Dari reaksi tersebut, Langit yakin bahwa siapapun seseorang di dalam, baru saja mendengar berita mengejutkan hingga emosinya melunjak.
"Oke, gue ke sana sekarang."
"...."
"Thanks."
Suara tersebut hilang diganti keheningan. Setelah jeda yang cukup lama, geraman diikuti pukulan pada pintu bilik toilet terdengar.
Langit yang tengah menempelkan telinga pada pintu tersebut pun terkejut dan refleks menjauh. Napas tidak teratur diikuti umpatan-umpatan kasar berhasil menciptakan kernyitan pada dahi Langit.
Suara kunci terbuka mengejutkan cowo itu. Dengan cepat, ia bergegas masuk ke bilik yang kosong dan menutup pintu sebelum seseorang itu sempat melihat keberadaannya. Dari dalam bilik yang tertutup, Langit dapat mendengar langkah yang perlahan mengecil tanda kepergian seseorang tersebut.
Setelah memastikan keadaan aman, Langit memberanikan diri keluar dari toilet. Mengenali punggung seorang cowo yang tengah berlari tergesa-gesa, Langit spontan mengernyitkan kening.
Samudra? batin Langit.
•••
Suara langkah kaki yang terburu-buru dari arah tangga membuat Bulan yang tengah menonton refleks menoleh. Dari ruang keluarga, wanita itu dapat melihat buah hatinya menuruni tangga dengan sepatu hak tinggi di tangannya.
"Ya ampun, pelan-pelan. Kalo kamu jatuh gimana?"
Bulan membantu membawa sepatu hak yang dipegang anaknya sementara Bintang memperbaiki gaun merah selututnya.
"Samudra udah dateng, Ma?" tanya Bintang sambil melihat ke arah pintu.
"Belum."
Bintang meraih ponsel dari pouch kecilnya. Ia mengetik sesuatu, menunggu beberapa saat sebelum kembali memasukkan ponsel tersebut ke dalam pouch.
Bintang menghela napas. "Chat Bintang belum dibales."
"Ya udah, kamu tunggu dulu aja. Paling bentar lagi dateng."
Bintang mengangguk. Ia melirik jam tangan yang telah menunjukkan pukul setengah delapan malam. Seharusnya Samudra sudah datang mengingat janji cowo itu bahwa ia akan menjemput pukul tujuh malam.
Bintang menyender pada sofa dan memutuskan untuk menonton variety show yang ditonton bundanya sembari menunggu kedatangan Samudra.
Namun hingga berjam-jam kemudian, yang ditunggu tak kunjung menampakkan batang hidungnya.
Jam delapan, sembilan hingga sepuluh telah terlewati. Bahkan Bintang sempat tertidur selama sejam sebelum kembali dibangunkan oleh Bulan.
Bintang meraih ponsel dan menatap ruang chat dirinya dengan Samudra yang tak kunjung mendapat balasan. Entah untuk keberapa kalinya, Bintang memutuskan untuk menelepon dan lagi-lagi tidak mendapat balasan.
"Samudra mana sih?" gerutu Bintang kesal.
"Mungkin Samudra ada urusan. Istirahat aja ya, Bin. Udah lebih dari jam sepuluh," saran Bulan sambil mengusap-usap rambut anaknya.
"Bunda duluan aja. Bintang masih mau nunggu."
"Jangan gitu, Bintang. Kalau Samudra datang sekalipun, Bunda gak kasih izin kamu keluar jam segini."
Bintang menunduk sambil memainkan jari. Setelah perang antara keinginan dan logikanya, ia pun mengangguk patuh.
"Ya udah, yuk," ajak Bulan. Wanita itu menuntun Bintang menuju tangga.
Bintang berdecak kesal. Padahal yang memohon-mohon untuk kencan adalah Samudra. Awalnya Bintang menolak karena memang tidak suka dengan kencan formal yang mengharuskan dirinya memakai gaun dan sepatu hak tinggi seperti ini.
Namun cowo itu memaksa dengan iming-iming bahwa ia telah melakukan reservasi tempat. Alhasil, Bintang pun menerima dengan pasrah.
Lalu apa yang terjadi sekarang? Samudra menghilang. Cowo yang memaksa dirinya untuk kencan hilang tanpa kabar.
Sesaat setelah Bintang masuk ke dalam kamar, dentingan tanda masuknya notifikasi terdengar. Spontan, Bintang meraih ponselnya.
Samudra
Maaf baru ngabarin. Ada urusan mendadak yang buat kita batal kencan malam ini. Sekali lagi maaf, Bin. Mungkin lain kali?Bintang berdecak sebal dan segera melempar ponselnya tanpa berniat untuk membalas.
TBC
Halo teman-teman pembaca yang lebih pintar dari yang nulis, sudah bisa menebak-nebak apa yang akan terjadi?
Sampai jumpa di chapter 26 yang semoga aja berhasil membuat kalian seakan jatuh ditimpa realita.
Kira-kira aku up lagi kapan nih?
Sincerely,G.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXILE
Tienerfictie#3 in teenfiction (21/06/19) Menghabiskan hampir lima belas tahun dengan perempuan yang sama lagi dan lagi? Bagi Altair Langit Alderado, melihat kehebohan Bintang bukan sesuatu yang mengejutkan. Memergoki kecerobohan Bintang pun tak mempan membuat...