"Woi, curang lo, Ngga!"
"Bawel lo, Den."
"Balikin gak."
"Siapa cepat dia dapat."
"Punya gue anjir."
"Kata siapa? Gak ada tulisan 'milik Raden' tuh. Berarti ini bukan punya siapa-siapa."
Kejar-kejaran di antara keduanya pun tak dapat dihindari. Mengelilingi sofa, meja makan hingga naik-turun tangga belum apa-apa, namun ketika Rangga dan Raden berkali-kali melewati televisi dan mengganggu ketiga temannya yang tengah menonton, Gian pun berinsiatif mengambil tindakan.
Cowok itu berjalan menghampiri Rangga dan Raden sebelum menyemprot keduanya dengan amukan.
"Ganggu orang lagi nonton aja sih lo berdua," sungut Gian.
"Rangga duluan yang mulai," sungut Rangga membela diri.
"Eh kadas kurap, jelas-jelas gue duluan yang ngambil. Kalah cepet lo," seru Raden tak mau kalah.
Langit yang masih terdiam di tempat pun menoleh. "Pagi-pagi udah ribut aja sih lo berdua. Rebutan apaan sih?"
Gian mengangkat barang yang dipegang Rangga tinggi-tinggi agar Langit mau pun Ale dapat melihatnya.
"Yah elah, bubble wrap doang mah di tumpukan kardus juga ada kali," ucap Langit sembari menggeleng-gelengkan kepala. Tak habis pikir dengan jalan pikir kedua sahabatnya.
"Tau nih, ada-ada aja sih lo berdua," timpal Ale.
"Udah, biar adil, potong jadi dua aja bubble wrap-nya. Biar lo berdua bisa mencet-mencetin ampe bego," sahut Langit yang disambut tawa oleh Gian dan Ale.
Gian segera mengambil tindakan. Ia merebut bubble wrap dari tangan Rangga sebelum merobeknya menjadi dua. Melihat itu, Raden lantas melotot kaget. Ia kembali merebut bubble wrap tersebut dari tangan Gian.
Naasnya, gerakan merebut tersebut justru membuat robekan semakin parah. Kali ini, Ranggalah yang melotot tidak terima. Cowok itu menarik seluruh serpihan bubble wrap dari tangan Gian dan Raden.
"Ngerusak aja sih lo berdua," sungut Rangga.
Cowok itu berjalan menuju dapur. Menginjak kaki tong sampah yang membuat penutupnya terbuka, ia pun membuang serpihan bubble wrap di tangannya.
"Ini baru adil," ucap Rangga sambil menepuk-nepuk tangan seakan berhasil menjalankan suatu misi.
Raden melongo sedangkan Gian yang ada di sampingnya hanya menepuk-nepuk pelan bahu temannya.
"Sabar ya, Den," ledek Gian dengan bibir berkedut menahan tawa.
Langit yang melihat keseluruhan kejadian dari depan televisi pun tak dapat menahan tawanya.
Rangga berjalan ke melewati Raden. Menyempatkan diri untuk berhenti, Rangga menepuk bahu Raden sembari berkata, "Demi keadilan dan kesejahteraan bersama, terima aja ya, Den. Nanti lo goyang sh*pee aja biar bisa beli di olshop dan dapet bubble wrap lagi."
Raden melongo tidak percaya di saat keempat temannya kembali tenggelam dalam tawa. Setelah mengatakan itu, Rangga pun berjalan ke arah sofa diikuti Gian di belakangnya.
"Gak usah kaget gitu dong, Den. Kesurupan aja lo," celetuk Langit.
"Udah duduk, Den," sahut Ale.
Berdecak kesal, Raden pun berjalan menuju sofa namun duduk sejauh mungkin dari Rangga. Ia melipat tangan di depan dada. Tautan alis tanda kesal masih tercetak jelas di wajahnya. Melihat itu, Rangga pun tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXILE
Teen Fiction#3 in teenfiction (21/06/19) Menghabiskan hampir lima belas tahun dengan perempuan yang sama lagi dan lagi? Bagi Altair Langit Alderado, melihat kehebohan Bintang bukan sesuatu yang mengejutkan. Memergoki kecerobohan Bintang pun tak mempan membuat...