21.2 • Seriously?

9.7K 691 217
                                    

I heard there was someone but I know he don't deserve you

If you were mine I'd never let anyone hurt you

EXILE

"Lo mau jadi cewe gue?"

Suasana menjadi riuh seketika. Pertanyaan Samudra itu tentu saja menggemparkan seisi kantin. Teriakan terdengar bersahut-sahutan. Namun seakan tidak peduli, ia tetap melanjutkan aksinya.

Samudra menaikkan satu alisnya. "Hm?"

Pekikan tertahan pun terdengar yang tentunya berasal dari murid-murid perempuan.

"Sam? Lo serius?" tanya Bintang ketika akhirnya menemukan suaranya kembali.

"Gak ada yang lebih serius lagi, Bin. Gue sangat amat serius saat ini."

Debaran jantung yang jauh dari kata normal membuat Bintang tak dapat membalas perkataannya. Ia menundukkan kepala dalam-dalam sembari memainkan jari berharap dapat mengalihkan rasa gugupnya.

Sekelebat ingatan ketika bertemu dengan Shinta tempo hari kembali menghampiri.

"Tolong temani Samudra. Apa pun yang terjadi, buat dia senang dan bahagia. Jangan buat dia marah, sedih apalagi kecewa."

Bintang menggelengkan kepala tanpa sadar, berusaha mengenyahkan berbagai pemikiran yang memaksa rasa bersalahnya untuk menerima Samudra.

Namun seakan belum puas, bayangan tersebut kembali datang. Memaksa Bintang untuk memikirkannya matang-matang.

"Anggap saja sebagai balas budi atas perbuatan Samudra yang menyelamatkanmu dari penculikan tempo hari."

Ucapan tersebut kembali terngiang-ngiang. Sungguh, otaknya sedang tidak bersahabat saat ini. Bayangan-bayangan itu kembali datang dan memaksa Bintang untuk tidak gegabah dalam mengambil keputusan.

Bintang akui, sebagian besar dari ucapan Shinta memang benar. Menolak permintaan wanita itu tentu membuat Bintang terkesan tidak tahu terima kasih.

"Bin?"

Suara cowo di hadapannya membawa Bintang kembali pada realita. Ia mengerjapkan mata sebelum memberanikan diri untuk mendongak menatap Samudra.

"Tadi lo geleng-geleng kepala, itu artinya," Samudra memberi jeda, "penolakan?"

"Hah?" Bintang mengerutkan kening tanda bingung. Sesaat setelahnya, ia menggelengkan kepala. "Bukan, itu gue lagi ngelamun."

"Jadi?"

Bintang yang tidak fokus pun kembali bertanya, "Jadi apa?"

"Jawaban lo. Iya atau enggak?"

"Oh." Bintang menggigit bibirnya.

Perang batin antara rasa bersalah dan logika sungguh membuat dirinya bimbang.

Jika ditanya, tentu saja jawaban Bintang adalah tidak. Ia sama sekali tidak berminat untuk menjalani hubungan apa pun dengan cowo itu.

Namun rasa bersalah itu kembali menyerang hati lemahnya membuat Bintang harus berpikir dua kali untuk dapat mengalahkan ego tingginya.

"Gue tau ini terlalu cepat. Pasti lo kaget dengan pernyataan perasaan yang mendadak ini tapi-"

"Iya," potong Bintang dengan cepat.

Kening yang mengerut adalah hal pertama yang Bintang tangkap sedetik setelah jawaban singkat keluar dari mulutnya.

"Iya? Iya apa?"

Bintang menarik napas dalam-dalam sebelum mengembuskannya perlahan. "Iya, gue mau jadi cewe lo."

Mulut dan mata yang sama-sama melebar akibat terkejut pun menyambut Bintang. "Serius?"

Bintang mengangguk lemah dan saat itulah senyum yang mengembang terbit di wajah cowo di hadapannya. Ia memeluk Bintang singkat masih dengan senyum lebar di wajahnya.

Keduanya tidak menyadari, di antara hiruk pikuk kesenangan yang terjadi di sekitaran mereka, ada satu hati yang terluka. Ingin berseru namun apa daya keadaan tidak memungkinkan.

•••

Kata orang, seseorang turut sedih ketika sahabatnya sedih. Kata orang, seseorang harus bahagia ketika sahabatnya bahagia. Namun berlakukah pernyataan itu pada semua situasi dan kondisi? Mengapa rasanya pernyataan itu tidak berlaku pada Langit?

Cuaca sore ini seakan mengikuti perasaannya, gelap dan mendung. Basket yang biasanya menjadi pelampiasan emosi tak lagi ampuh dalam mengobati entah apa yang sedang ia rasakan saat ini.

Dari kejauhan, Langit dapat melihat sosok itu. Sosok yang memenuhi pikirannya pada sisa hari ini. Melambaikan tangan dari kejauhan, cewe itu tampak berlari ... ke arahnya?

Dibutakan oleh rasa senang, tanpa sadar senyum terbit di wajah Langit. Tangannya baru akan terangkat untuk membalas lambaian tangan Bintang namun tertahan ketika langkah cewe itu tidak berhenti di hadapannya.

Langit menoleh ke belakang. Seketika senyumnya pudar ketika menyadari bahwa bukan dirinyalah seseorang yang Bintang lambaikan tangan. Melainkan cowo yang kini tengah duduk sembari menuntun Bintang untuk naik ke atas motornya.

"Pelan-pelan, Bin," ucap Samudra dengan lembut.

"Lagian motor kamu tinggi banget, gimana cara aku naik coba?"

Aku-kamu? Sejak kapan seorang Bintang mau pake panggilan aku-kamu? batin Langit.

Tak lama setelah Bintang berhasil naik, motor itu melaju keluar dari area parkir sekolah. Meninggalkan Langit dengan berbagai perasaan yang beradu dalam dirinya.

TBC

Menurut kalian yang bodoh itu siapa sih sebenernya?

Sebelumnya, aku ingin mengucapkan SELAMAT DATANG DI KONFLIK UTAMA EXILE! Kalian hebat sudah membaca sampai chapter ini. Terima kasih. Sekali lagi, terima kasih banyak.

Maka dari itu, aku mau tanya, sudah siap baca kelanjutannya?

Sampai jumpa di cerita yang sesungguhnya!

Sincerely,

G.

EXILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang