Dingin perlahan-lahan merayap masuk
ke ruang pintu yang tertutup selama ini.
Angin ini bukanlah asing bagiku;
menurutku ini adalah firasat;
menurutmu ini adalah sesat;
namun kita berdua sepakat ini adalah alamat.
Kata kau;
awan bulan Disember ini terlalu merindukanmu;
kerana itulah ia ke mari tanpa jemputmu.
Lalu ia merayap lagi;
masuk ke ruang udara
dan berkunjung ke paru-paru berdebu.
Seluruh harapku luruh
bercerita tentang dongeng untuk sembuh
sebuah pelita memeluk raga
selimut makna menjadi buta.
Terhempas di udara itu;
keinginan kita tidak akan pernah satu.

YOU ARE READING
Sejarah Dari Mata Pengalah
PoetryKumpulan puisi dan prosa tulisan M. Firdaus Kamaluddin.