Vote yaa😘
.
.
.
.
.***A***
"Aku senang wajah tampanku sangat menurun padamu, nak. Setidaknya aku tak perlu memaksamu agar percaya dengan apa yang akan ayah katakan"
Tak ada senyum ketika mengatakannya, namun setidaknya segurat kehangatan masih terpancar diwajah pria paruh baya itu.
Delora masih belum mengerti dengan situasi yang ia hadapi saat ini. Tanpa sadar dirinya menolehkan kepalanya kebelakang seperti hendak memastikan keberadaan orang lain di ruangan ini, mungkin saja pria paruh baya dihadapannya itu berbicara dengan orang lain dan bukan kepadanya.
Nihil.
Diruangan ini hanya ada dirinya, si pria paruh baya, dan.. Sosok wanita bergaun merah yang baru saja keluar dari pintu yang berada disisi kiri pria paruh baya itu. Maka dapat dipastikan bahwa dirinyalah satu satunya yang menjadi objek atas pernyataan tadi.
Tapi.,
"Ayah?"
Tanpa berkata apapun pria paruh baya itu mengayun kursi rodanya hingga berbalik dan mengarah ke sudut ruangan, disana terdapat sebuah cermin yang berukuran cukup besar.
Awalnya Delora tak berencana melakukan apapun selain berdiri dan menanti penjelasan lebih rinci atas semua ini, namun saat melihat si wanita bergaun merah seperti memberikan kode dengan mengarahkan sedikit kepalanya kearah pria paruh baya, Delora pun mengerti.
Tak berusaha keras kepala, toh ia sudah sejauh ini. Ia hanya ingin mengetahui pengalaman aneh nya malam ini akan berhenti di titik apa. Itu saja.
Delora melangkahkan kakinya hingga berhenti tepat dibelakang kursi roda si pria paruh baya yang kini tengah menatap pantulan dirinya dicermin yang berada tepat di depan mereka. Hal itupun juga dilakukan oleh Delora.
"tidakkah kau lihat wajah dua objek di cermin itu, nak? Kau seperti refleksiku ditubuh perempuan dan aku seperti refleksimu yang terjebak ditubuh pria tua." ada sedikit nada geli yang terdengar ketika pria itu menyelesaikan ujung kalimatnya.
Kalimat itu memang cukup lucu. Namun Delora tak menganggapnya sebagai lelucon sama sekali.
Itu terbukti dengam ekspresi wajahnya yang membeku saat ini. Ia tahu dan sadar akan beberapa hal,
Pertama, apa yang dikatakan pria paruh baya itu benar.
Kedua, itu berarti..
Delora yang membeku sedikit terkejut ketika merasakan tangannya digenggam secara tiba tiba. Tangan keriput itu, begitu besar jika dibandingkan dengan ukuran tangannya.
Lalu saat yang paling mendebarkan adalah, ketika matanya bertemu dengan mata pria paruh baya itu.
Sekarang jarak mereka cukup dekat,
Dan ia bisa dengan jelas melihat dirinya dalam mata itu. Mata hazel, sama seperti miliknya. Bahkan bentuk alis, bibir, dan hidung mereka pun bak pinang dibelah dua. Hanya saja bentuk rahang mereka yang berbeda.
"melihat raut wajahmu, ayah fikir kau sudah mulai mengerti. Kurasa kecerdasanku pun menurun dengan baik kepadamu." ujar pria paruh baya itu dengan nada bangga yang tidak ditutupi.

KAMU SEDANG MEMBACA
ANGUSTIAS [END]
General FictionKehidupan Delora Angustias Wyanet yang menyedihkan membuat dirinya berusaha untuk hidup lebih baik sebagai sosok yang baru. Sayangnya, masa lalu sang ibu seolah terus menjadi sumber utama dalam setiap kesedihan yang ia alami. Bahkan, dalam perjalana...