Chapter 46. Past

71 8 0
                                        

Tiffany menyelesaikan kegiatan makan malamnya dengan sangat tidak bertenaga.
Ini sudah seminggu sejak hari mengerikan itu terjadi. Dan masih saja memberikan dampak besar baginya.

Jika saja bukan karena bayi yang kini membutuhkan asupan gizi darinya, Tiffany bahkan tak merasakan lapar sama sekali.

Ingin rasanya ia berteriak dan mengatakan bahwa dirinya sudah lelah dengan semua yang ia alami. Tetapi lagi-lagi, melakukan itu sama saja dengan menjadi ibu yang egois untuk bayi yang dikandungnya.

Dalam kesunyiannya, Tiffany memilih untuk melihat sebuah lembaran kecil berwarna gelap namun masih mampu menunjukkan apa yang ingin ia lihat saat ini.

Bayinya.

Seulas senyuman terbit menghiasi wajah lelahnya. Paling tidak, melihat sang bayi melalui lembaran hasil USG itu dapat membuat senyum kembali terukir diwajahnya.

"Nona" panggil seorang pelayan, menginterupsi kegiatannya.

"Ada seseorang yang ingin menemui anda"

"Siapa?"

Pelayan itu nampak berfikir sejenak, "Saya pernah melihatnya di TV dulu, kalau tidak salah namanya Diva Wyanet."

Ibu..

Nafas Tiffany serasa seperti tercekat tatkala mengetahui siapa yang datang dan ingin bertemu dengannya. Belum, jujur saja dirinya belum siap untuk bertemu siapapun setelah apa yang terjadi minggu lalu.

***A***

"Ibu"

Diva menoleh setelah mendengar suara putri yang dirindukannya. Air matanya ingin keluar, namun ia tahan agar tidak semakin membebankan Tiffany setelah apa yang terjadi kepada putrinya itu.

Ya, Jean memberitahu semuanya. Dan betapa dirinya merutuki segala kesalahannya hingga tak bisa menahan diri untuk tak menemui Tiffany.

Tiffany duduk tepat didepan Diva. Sedikit canggung, namun dirinya masih belum menemukan cara untuk mengurangi kecanggungan yang terjadi.

"Ibu,"

"Nak.."

Ucap keduanya disaat yang bersamaan.

Namun Diva mempersilahkan Tiffany untuk lebih dulu mengatakan apa yang ingin ia katakan.

"Aku.. Tentang lupa ingatanku, sebenarnya itu tidak pernah terjadi, bu. Aku berbohong saat itu."

Pernyataan Tiffany sontak membuat Diva terkejut, raut kesedihan jelas terpancar di wajahnya. "Pasti sulit bagimu terlihat baik-baik saja ketika mengingat apa yang ibu lakukan dulu. Bahkan kau pun masih mau menuruti segala permintaan ibumu yang egois ini"

"Tentang pernikahan itu, maaf, karena itu tak terjadi sesuai dengan permintaan ibu"

"Kenapa kau masih meminta maaf, nak? Tak masalah. Ibu tak akan memaksamu lagi." Ucap Diva tegas. "Ibu sudah pernah meminta Jean untuk membatalkan pernikahan kalian. Tetapi mendengar bahwa kau menyukai Ryan, membuat ibu harus kembali bersikap egois, maafkan ibu"

Ah, Ryan..

"Aku tak menyangka jika Ryan.." Tiffany mengalihkan pandangannya ke arah lain. "jika Ryan adalah kakakku" sungguh, menyelesaikan ucapannya membutuhkan kekuatan lebih. Mengingat bagaimana hubungannya dengan Ryan, dan bagaimana dirinya pernah mengagumi sosok itu membuat Tiffany merasa sangat aneh ketika harus mengakui pria itu sebagai kakaknya.

"Maaf, masa lalu ibu telah membuatmu banyak menderita." ucap Diva menyesal.

Tiffany menghembuskan nafasnya pelan. Ia ingin mengetahui semua yang belum ia ketahui. Setidaknya, tak ada lagi kebohongan lain yang akan membuat siapapun menderita dimasa yang akan datang. "Ceritakan semuanya padaku, bu. Semua masalalu ibu, dan bagaimana hingga aku berada diposisi yang sangat menyedihkan ini."

ANGUSTIAS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang