♬ Tiga Belas ♬

2.1K 319 26
                                    

Ketenangan Chelsea yang sedang menonton TV, langsung berubah menjadi was-was ketika melihat Deven tiba-tiba duduk di sampingnya.

"Mau ngejahilin Kakak ya, kamu?" tuding Chelsea seraya memeluk erat remote TV. Khawatir jika Deven tiba-tiba mengambil remote-nya lalu mengganti channel.

Deven berdecak. "Ih, ge-er! Aku kesini mau minta maaf sama Kakak," ujar Deven.

"Kok tumben?" Chelsea memandangi adiknya dengan menyipitkan mata, terlihat ekspresi murung di wajah Deven. "Kamuuu ... mecahin vas bunga Kakak lagi ya?"

Refleks Deven menggeleng. "Apaan sih, enggak kok."

"Ngambil celengan Kakak, kan? Hayo ngaku!"

"Nggak!"

"Terus ngerusakin apa?"

Sebelum menjawab, Deven menghembuskan napas kencang. "Aku gak ngerusakin apa-apa, Kak. Aku mau minta maaf, karena udah sering ngejahilin Kakak. Itu doang."

Chelsea mengangguk-angguk meski tak sepenuhnya percaya. "Emangnya kamu kesambet apaan sih? Kok tumben minta maaf kayak gitu?" tanya Chelsea. Ia kembali menatap layar TV, menyaksikan sinetron favoritnya.

"Aku tadi dijahilin sama temen-temen," jawab Deven, "mereka ngunci aku di kelas kosong yang gelap."

Mendengar itu, Chelsea sontak saja menoleh. "Serius?!" Bukannya khawatir, ia malah tertawa terbahak-bahak. "Hahahaha ... Kakak bilang juga apa, kamu pasti bakalan dapet karma."

Kedua alis Deven mendadak bertaut. "Karma itu apa sih, Kak?"

"Huh! Dasar anak kecil. Karma itu, kalo misalnya kamu berbuat jahat sama orang lain, kamu sendiri juga bakal ngerasain dijahatin. Ngerti, gak?" jelas Chelsea.

Deven pun menyahut dengan nada malas, "Ngerti."

"Makanya, jadi anak itu jangan nakal!"

"Iya, iya."

Sambil tersenyum, Chelsea berkata lembut, "Ya udah, Kakak maafin. Tapi kamu harus janji, jangan ngejahilin orang lagi."

Deven mengangguk pelan dan tak bersuara lagi. Chelsea jadi kasihan melihat Deven, ia tahu betul kalau Deven takut gelap.

Tapi nggak papa, batin Chelsea, semoga ini jadi pelajaran buat kamu.

🎶🎶🎶

"What? Deven phobia gelap?"

Suara itu berasal dari Mirai. Seperti biasa, pagi-pagi seperti ini Mirai sudah berkumpul di lantai bersama Putri dan Raisya. Sementara Nashwa sedang mengantar Charisa ke perpustakaan.

Putri mengangguk mantap. "Iya! Aku kan tetangganya Deven. Aku tahu banget sifat dia dari kecil. Malahan nih ya, dulu Deven pernah pingsan karena dikunci sama kakaknya di lemari, jadi kayak trauma gitu," jelas Putri sambil membenarkan letak kacamatanya.

"Owalah, aku jadi ndak enak sama Deven." Raisya berdecak prihatin. Ia sama sekali tak tahu kalau Deven memiliki nyctophobia, atau dengan kata lain ketakutan berlebih pada gelap.

"Ya kamu sih! Aku kan udah bilang, jangan ikut-ikutan ngerjain Deven. Kasian dia!"

Raisya mengelak, "Aku cuma bantuin Nashwa, kok. Lha wong tujuannya baik, biar Deven kapok."

Merasa perdebatan dimulai lagi, Mirai cepat-cepat menghentikan kedua temannya. "Eh, stop stop stop! Liat tuh, Deven udah dateng," ucap Mirai dengan suara pelan, ketika melihat Deven berjalan lesu memasuki kelas.

Hari ini Deven nampak berbeda, ia seperti orang yang tengah kehilangan semangat. Padahal biasanya, anak lelaki yang satu itu selalu ceria setiap datang ke sekolah.

Dengan langkah terseret-seret, Deven berjalan menuju bangku Anneth kemudian duduk di sana.

"Hey!" sapa Deven.

Anneth yang semula bermain handphone, kini menoleh sambil mendelik tajam. "Kamu mau jahilin aku, ya?" tanya Anneth curiga.

🎶

Bersambung ....

(30/12/2018)

Mimpi BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang