♬ Tiga Puluh Dua ♬

1.6K 311 13
                                    

Gogo dan Deven kembali menuju kelas mereka dengan napas yang tersengal-sengal. Mereka sudah cukup lelah, akibat berlarian mencari Anneth dan Joa yang katanya sedang bertengkar.

Namun rupanya, usaha itu sia-sia saja. Mereka bahkan tak dapat menemukan kedua anak perempuan itu dimana pun.

Baru saja kaki Gogo melangkah di ambang pintu kelas, tiba-tiba Deven menahan lengannya. Setelah mendengus pelan, Deven pun berucap dengan nada berbisik. "Kita cariin dari tadi, taunya ada di situ."

"Siapa?" Gogo menoleh, menunjukkan ekspresi belum paham di wajahnya.

"Tuh!" Dagu Deven pun mengedik ke arah seorang gadis yang sedang memainkan handphone sendirian.

Gogo terkekeh kecil setelah mengetahui siapa yang Deven maksud. Dengan suara pelan Gogo lalu berujar, "Dev, ajakin dia ngobrol gih!"

Dahi Deven mendadak berkerut. "Ngobrol apaan?" tanyanya.

"Ya tanyain sama dia, kenapa berantem sama Joa," Tanpa menunggu respon dari Deven, Gogo kembali berucap, "udah sana! Aku mau ngisi formulir duluan."

Deven hanya mengangguk, seraya memperhatikan Gogo yang mulai berjalan menjauhinya. Mungkin saran Gogo benar, pikir Deven.

Anak lelaki bermata sipit itu pun lalu melangkah menuju bangku Anneth--si gadis yang setiap hari tak bisa lepas dari handphone-nya. Seperti biasa, Deven langsung duduk di sampingnya tanpa permisi.

"Hey!" sapa Deven.

"Hm."

Jangankan menoleh, melirik pun tidak. Anneth tetap fokus pada si handphone kesayangan. Deven jadi penasaran, memangnya ada apa sih di dalam handphone Anneth itu?

"Neth, tadi kamu berantem sama Joa?" tanya Deven langsung ke inti.

Terlalu frontal memang. Tapi ini lebih baik menurut Deven. Daripada ia harus panjang lebar berbasa-basi, tapi hanya mendapat respon singkat dari Anneth.

"Nggak," jawab Anneth ketus.

"Jangan bohong!"

Karena jengkel dengan tudingan Deven, akhirnya Anneth menoleh. "Kok nuduh aku bohong sih?"

Sambil menyilangkan kedua tangannya di dada, Deven lalu tersenyum bangga. "Karena Charisa gak mungkin bohong," ujarnya.

Mendengar jawaban Deven, tentu saja Anneth terkejut. Namun ia berusaha bersikap biasa saja, padahal di dalam hati ia bertanya-tanya, darimana Charisa tahu tentang pertengkaran itu?

"Oh, Charisa yang ngasih tau kamu," ujar Anneth terlihat santai.

Lagi-lagi Deven mendengus. "Emangnya ada masalah apa sih, Neth?"

Satu kelemahan yang Anneth punya, ia tidak bisa menyembunyikan sesuatu lama-lama.

Gadis itu lantas menatap Deven sekilas, dan mendesah pelan. "Joa cuma salah paham, Dev. Dia pikir, aku itu selalu ngerebut kasih sayang keluarganya. Padahal kan itu gak bener."

Anneth menunduk lesu kemudian melanjutkan, "Wajar kan, kalo mama-papanya Joa baik sama aku? Lagian aku juga udah nganggep mereka keluarga kok."

Mendengar penjelasan tersebut, Deven malah terkikik geli.

"Kok malah ketawa?" tanya Anneth seraya menoleh kembali ke arah Deven.

"Lucu aja," sahut Deven, "Joa udah temenan sama kamu kan udah lama, tapi dia masih aja cemburuan. Kalo aku nih ya, aku gak pernah tuh cemburu sama kakak aku. Padahal kakak aku itu jauh lebih sayang sama temen-temennya."

"Hahaha ... masa sih?" Kini Anneth ikut tertawa.

"Yeh, gak percaya. Kak Chelsea tuh sering banget marahin aku, gara-gara aku isengin temen-temennya," jelas Deven lagi.

"Ya itu sih kamunya yang jail!" seru Anneth seraya mendorong lengan Deven dari samping.

"Iya sih. Tapi ...."

Tawa Anneth seketika menghilang, menunggu Deven melanjutkan ucapannya.

"Rencana duet kamu sama Joa gimana?" lanjut Deven.

Anneth menggeleng pelan. "Gak tau. Kayaknya batal deh." Batal. Entah kenapa hanya kata itulah yang terbesit di pikiran Anneth.

Sebuah ide sontak saja muncul di kepala Deven. "Neth!" panggilnya, "mumpung formulir aku belum diisi, gimana kalo kamu duetnya sama aku aja?"

Lagi-lagi Anneth menggeleng.

"Ayolah, Neth!" Deven menyatukan kedua telapak tangannya, memohon-mohon pada si putri tanduk.

"Aku lagi gak mood," jawab Anneth singkat.

"Ah moody-an," Deven mendengus. Keduanya sama-sama tak bersuara setelah Anneth memilih untuk kembali bermain handphone. Deven juga nampak tak peduli, ia memalingkan wajah ke arah lain.

Namun 10 detik kemudian, Deven menoleh kepada Anneth. "Mau, ya!" pintanya.

Anneth pun menoleh pada Deven. "Oke!" jawabnya bersemangat.

🎶

Bersambung ....

(26/01/2019)

Mimpi BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang