♬ Dua Puluh Tiga ♬

1.8K 309 6
                                    

Anneth mendengus. "Gak mau," ucapnya singkat.

"Ayo dong, Neth! Suara kamu kan bagus!"

Berulang kali Joa membujuk, namun Anneth tetap tidak mau mengatakan iya. Si gadis bertanduk itu masih sibuk membalas chat di handphone-nya, ia bahkan tak melirik Joa sedikit pun.

Sebentar lagi bel masuk akan berdering, Anneth dkk kini sudah berada di dalam kelas. Meskipun hanya ada beberapa saja yang telah duduk rapi di bangku masing-masing, tapi tak apa. Setidaknya tak ada lagi di antara mereka yang berkeliaran di luar.

"Aku gak mau, Jo," sahut Anneth berusaha sabar, karena sedari tadi Joa tak henti-hentinya meminta Anneth untuk berduet bersamanya. Tentu saja untuk pentas aksi nanti. Namun sayang, Anneth malas.

"Kenapa?" Ada sedikit rasa kecewa di hati Joa. Padahal ia ingin sekali berduet dengan Anneth, setelah mendengar nyanyian Anneth di rumahnya waktu itu.

Terdengar ujaran dari si sipit Deven. "Kalo Anneth gak mau, gak usah dipaksa dong." Anak lelaki yang satu itu malah asyik duduk bersantai di atas meja Putri.

Si pemilik meja merasa tak masalah. Ya walaupun tingkah Deven kelihatan tidak sopan, tapi bagi Putri, selama Deven tak menjahilinya maka Deven bebas duduk di meja itu sepuas yang Deven mau.

Masih seperti biasa, Joa menyahuti Deven dengan nada ketus. "Apaan sih! Aku nanya sama Anneth, ya!"

Deven pun mendesah. Padahal baru dua hari yang lalu mereka bermaaf-maafan, tapi hari ini Joa sudah kembali bersikap jutek kepadanya.

"Terserah," sahut Deven kembali. Ia tak ingin berdebat panjang dengan perempuan.

Setelah chat-nya terkirim, Anneth lalu menoleh ke arah Joa. "Joa, untuk yang terakhir kalinya, aku jawab aku-gak-mau," ucapnya dengan penegasan pada tiga kata terakhir.

Tiba-tiba suara Gogo terdengar. "Joa! Kalo Anneth gak mau, duetnya sama aku aja ya?" Kedua alisnya naik-turun. Gogo nampak membenarkan kerah seragamnya yang terdapat kacamata hitam menggantung disana.

Joa dan Anneth sontak menoleh. Bukan hanya mereka, hampir seisi kelas pun jadi memperhatikan Gogo.

Melihat kenarsisan Gogo, Deven lalu mendengus. "Dih, mending sama aku. Suara aku lebih bagus."

"Mana ada, lebih bagusan suara aku," tukas Gogo tak terima.

Gogo dan Deven sama-sama narsis, setidaknya itulah pendapat Raisya. Gadis berhijab itu langsung berkata dengan lantang, "Owalah, eperibadeh! Wong lebih bagus suara aku kok dibanding kalian berdua!"

"Apaan sih nyambung aja," gumam Deven. Sedangkan Gogo pura-pura tak mendengar suara Raisya.

Joa dan Anneth yang melihat itu lantas tertawa, begitu pula dengan Mirai. Seraya menghentikan tawanya, Mirai berkata, "Raisya, kata Kak Rayi, kamu cocoknya duet sama Putri."

Entah kenapa kalimat Mirai yang satu itu terdengar angker di telinga Putri. "Ih, no way!" ucapnya spontan.

Bukan hanya Putri yang tak setuju, Raisya pun dengan bangga menolak kalimat itu mentah-mentah. "Hoho! Ndak mau aku. Suaranya nenek lampir kan cempreng!"

"Sembarangan!" Merasa tersinggung, Putri lalu berdiri. "Lagian aku juga gak mau duet sama kamu!"

Lagi-lagi pertengkaran tak bisa terelakkan. Sementara Putri dan Raisya berdebat, Mirai mulai membuka bukunya. Membaca terdengar lebih seru daripada melihat dua anak perempuan saling adu mulut.

Anneth terkekeh, ia kembali bermain handphone. Joa yang duduk di samping Anneth pun berusaha tak mempedulikan mereka. Lalu Deven, ia juga beranjak menuju bangkunya sendiri.

Charisa yang sedari tadi menyaksikan hal itu kini mulai bertanya kepada Nashwa. "Nashwa, kamu mau kan duet sama aku?" tanyanya pelan.

Nashwa meringis. "Gak tau. Aku masih mikir-mikir."

"Ayolah, Wa. Kamu harus mau. Nanti kita latihan di rumah aku, ya?" Senyum Charisa terlontar penuh harap.

Sebetulnya Nashwa masih ragu-ragu, namun setelah terdiam cukup lama, ia pun menjawab, "Ya udah deh. Aku mau."

🎶

Bersambung ....

(13/01/2019)

Mimpi BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang