♬ Empat Puluh Delapan ♬

1.1K 164 11
                                    

Hari berikutnya, Putri dan Lifia kembali pergi ke rumah Raisya. Namun kali ini situasinya berbeda. Putri, gadis manis berkacamata itu sudah menerima dengan ikhlas mengenai keberadaan Lifia di kelompok menyanyinya.

Sebetulnya dari awal Putri memang tidak pernah membenci Lifia, hanya saja ia terlalu malas untuk meladeni sifat Lifia yang manja. Putri yakin, kedatangan sepupunya itu hanya akan merepotkan.

"Kak, kok gak diketuk pintunya?" tanya Lifia, menyadarkan Putri dari lamunan.

Sudah beberapa menit mereka berdua berdiri di depan pintu rumah Raisya, tapi kepalan tangan Putri tak terangkat sedikit pun. Lifia jadi kebingungan melihatnya.

"Lifia," panggil Putri pelan seraya menoleh. "Aku minta maaf ya, kemarin aku gak setuju kalo kamu ikut gabung."

Dahi Lifia malah berkerut, menunjukkan ekspresi bingung. "Ngapain minta maaf? Aku malah seneng Kak Putri ngelarang-larang aku buat ikut."

"Kok seneng sih?" Giliran Putri yang kebingungan. Tentu saja ia heran dengan jalan pikir Lifia yang sedikit aneh.

Setelah puas terkikik geli, Lifia kembali menjelaskan, "Karena Kak Putri udah ngehalang-halangin aku buat gabung, jadinya temen-temen Kak Putri banyak yang ngedukung aku! Horeee!!!"

"Huh! Dasar!" Sontak saja Putri mendorong bahu Lifia dari samping. Meski pelan, namun berhasil membuat tubuh Lifia oleng. Tentu saja karena tubuh Lifia memang lebih kecil jika dibandingkan dengan Putri.

Wajah Putri masih nampak jutek. Tapi tak masalah bagi Lifia. Gadis kecil itu tahu, kakak sepupunya memang sulit untuk tersenyum apalagi tertawa.

🎶🎶🎶

Hari terakhir latihan pun telah selesai. Semuanya berkumpul riang. Ada rasa campur aduk di hati masing-masing anggota, bahkan jantung Rossa dan Iky juga ikut berdebar. Mereka semua gugup sebab pentas aksi akan diadakan tak lama lagi, lebih tepatnya lusa.

Meski gugup, semuanya tetap tersenyum lega. Rossa dan Iky senang karena sudah menunaikan tugas mereka dalam membimbing, melatih vokal, koreografi, juga ikut membantu mempersiapkan kostum dan yang lainnya.

Anneth dan Joa melakukan tos. Keduanya nampak excited karena pentas aksi ini akan menjadi penampilan mereka yang terbaik--setelah melewati berbagai masalah.

Deven, Gogo, dan Nashwa tertawa riang. Latihan terakhir mereka berjalan dengan lancar, padahal sebelumnya, karakter suara mereka bertigalah yang paling sulit untuk disatukan.

Mirai tersenyum ke arah Putri dan Raisya. Walaupun kedua anak itu masih sering bertengkar, tapi setidaknya mereka bisa bekerja sama dalam kelompok.

Cengiran Lifia juga tak kalah lebar. Ada rasa bangga di dadanya, menjadi anggota di suatu kelompok menyanyi adalah pengalaman keren yang pastinya tidak akan Lifia lupakan dengan mudah.

Sementara Charisa hanya tersenyum dalam rangkulan Iky. Gadis berkepang dua itu mendongak pada kakaknya. "Kak Iky, aku seneng bisa pindah ke sini," ucapnya pelan. Iky pun hanya mengangguk sebagai respon.

Dari awal Iky sudah paham, tidak akan ada keberhasilan tanpa kerja sama.

🎶

Bersambung ....

(16/03/2019)

Mimpi BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang