16. Satu Permintaan

11 0 0
                                    

Dulu, Pak Anton, guru SD yang mengajar mata pelajaran IPA menjelaskan:

“Di Indonesia ada dua musim ya anak-anak. Musim Kemarau dimulai pada April hingga September, dan musim hujan Oktober hingga Maret. Mengerti anak-anak?”

“IYAAAAA PAK GURU!”

Itu - yang paling keras adalah suara Ruby. Dia memang selalu bersemangat pada pelajaran hafalan dibanding Mati-matian- i mean Matematika.

Saat Ruby kecil, hal itu terbukti nyata adanya. Tapi beberapa tahun terakhir hal tersebut sedikit melenceng. Jika tak salah menghitung, hujan ringan selalu menemui bumi di setiap bulan walau kemarau masih mejeng cantik di bulan-bulan yang disebut Pak Anton.

Kali ini giliran gerimis yang mejeng cantik dengan awetnya sejak siang hingga sore hari. Ia setia mengawasi Jaden yang selalu bersama Ruby yang mendung, i mean tak banyak protes.

Bahkan ice cream vanila yang dibeli Jaden untuk menigkatkan kadar endrofin di tubuh Ruby tak bekerja dengan baik.

Coklat Den. Bukan vanilla

Ahh bodo amat. Sama-sama ice cream, kan?

Dia boleh memikirkan mantan, mama, papa, teman sekelas atau siapapun itu tapi.... tunggu...

How do you know, kalau dia sedang memikirkan orang-orang yang kau sebutkan itu. Kau terlalu perasa. Dasar melankolis.

Oh tidak. justru Jaden terlalu logis.

Untuk apa taman bermain diciptakan? Batin Jaden balik bertanya.

Untuk bermain

Tepat sekali

Lalu untuk apa orang melamun di taman bermain?

Mengenang mantan!

Aha.... excellent!

Sejak detik itu, Aphrodite dan Eros yang sering mengganggu Jaden mengundurkan diri dari perdebatan di batin Jaden!

Jaden menoleh pada Ruby yang terus menikmati sisa gagang ice cream yang harusnya bisa habis dalam satu gigitan. Oh Ayolah By, kau bisa melamun sepuasmu, tapi tolong jangan abaikan satu hal. Satu hal yang membuat tangan Jaden kram karena harus memayunginya terus menerus.

Jaden yang lemah, ia benar-benar tak mau mengganggu lamunan Ruby yang tersusun rapi di kepalanya itu.

“Hei...!” Jaden menjawil lengan Ruby ketika melihat sebuah jalan keluar yang menarik dari dunia 'mayung memayung'

Ruby menoleh sambil mengunyah sisa gagang es creamnya.

“Kita naik itu! how?”

Jaden menunjuk sebuah wahana berputar yang sering disebut orang ‘bianglala’ dan Ruby sebut kicir angin.

Ruby menghela nafas ketika sekali lagi harus bersusah payah mengangguk mengiyakan setelah menimbang-nimbang dengan sangat matang.

Di sana, kenangan terindah bersama Edward terukir sempurna. Dan kalian tau kenangan rahasia apa itu. Percayalah, Ruby tak akan menyebutkannya!

Berciuman!!

Oh ya tepat sekali!!!

-----***----

You’r so smart, boy!

Puji Jaden pada diri sendiri. Sekarang ia bisa duduk manis di samping Ruby tanpa mengangkat payung transparan sialan itu. Bayangkan, dalam waktu berjam-jam ia harus memayungi Ruby bak dayang istana yang melayani “Yang Mulia”nya. Tanpa service pijat tangan atau tidur di kasur berayun yang disebut orang kora-kora Dufan.

GIOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang