41.Bertemu... dalam keadaan apapun

11 0 0
                                    


Dear passengers, before landing We invite you to return to your seat, straighten the back of the chair........

Jaden tiba-tiba terbangun ketika Pilot pesawat memberikan pengumuman dan benar-benar sadar ketika terdengar kata 'thank you' di akhir kalimat.

" Your safety bealt please..."

Seorang pramugari mendekatinya dan membantunya memasangkan kembali sabuk pengamannya. Jaden memandang arlojinya yang sudah di setel ke waktu Beijing. Pukul 6.30 pagi waktu setempat. Ia masih merasakan kantuk karena insomnia berat seama tiga hari dan berharap tidak akan pinsan karena kelelahan.

Tepat saat pesawat berhasil landing dan Jaden menunggu koper besarnya, pesan dari Lerry masuk. Membuatnya lega sekaligus tegang dalam waktu bersamaan. Kabar baiknya ia akan bertemu Ruby. Di sini ia bisa bernafas lega! Kemudian nafasnya menjadi plin plan dan kembali sesak ketika membaca nama sebuah rumah sakit yang ditulis Lerry.. Lerry masih tak memberi kabar apapun tentang Ruby dan itu membuat space di otak Jaden mengecil tiba-tiba.

Butuh waktu tiga jam untuk menyelesaikan semua proses yang dibutuhkan, dari pengurusan dokumen, check in hingga menuju rumah sakit. Dalam tiga jam terakhir ia tak menemukan kata tenang baik di dalam pikiran atau di hatinya. Kakinya semakin mati rasa ketika Jaden sampai di rumah sakit. Pendingin ruangan membuatnya menggigil. Jaden pikir baju rangkap yang ia kenakan cukup menghangatkan, tapi tidak. Itu hanya membantunya agar tidak membeku.

Jaden kembali melangkah menuju sebuah ruangan. Langkah kakinya berat dan tak bisa setegap biasanya. Semakin mendekati ruangan, perasaannya semakin kacau.

Kamar 202 dengan tulisan Mandarin di atasnya.

Jaden mengepalkan tangan ketika wajahnya mengintip ke dalam dengan bantuan kaca persegi di tengah pintu. Ada beberapa orang yang terlihat berkumpul mengarah pada satu titik, yang ia anggap 'titik' itu adalah ranjang Ruby, dan kembali berdetak kencang tak tahu diri.

Jaden masih berdiri mematung kemudian beranjak dari tempatnya. Ia berdiri kaku di samping pintu sambil berusaha menelaah sesuatu.

Kenapa wanita yang ada di sana menangis

Kenapa lelaki tua di sampingnya memeluknya.

Lelaki itu... wanita itu... mereka orang tua Ruby, kan?

Kaki Jaden semakin lemas ketika sebuah pertanyaan menggantung dan

Untuk apa mereka datang jauh-jauh kemari?

Jaden menunduk sambil menutup wajahnya dengan tangan.

" Jade?"

Jaden membuka tangan dan melihat seseorang yang sudah berdiri di depannya Tiba-tiba perasaan lega dan was-was kembali mendatanginya. Dia, Jaden bisa kena serangan jantung bila ini semua tak segera berakhir, baik dengan kabar baik atau kabar terburuk

" Di dalam sudah nggak ada orang..."

Sammy duduk di samping Jaden setelah menjelaskan keadaan Ruby yang sebenarnya. Jaden hanya bisa mengangguk lemah. Tadi orang tua Ruby lewat di depannya, dan Jaden hanya terdiam di kursinya. Sungguh ia merasa seperti lelaki pengecut. Walau ia sendiri tak tahu pengecut darimana, karena memang tak ada apa-apa antara Ruby dan dirinya. Secara status, tapi tidak secara hati!

" Kamu bisa temui dia sekarang!"

Jaden masih menutupi wajahnya dengan kedua tangan sebelum mengusapnya dan kembali menatap Sammy. " Apa yang harus aku lakukan, Sam?" Ia menggosok kedua tangannya yang tertutup sweeter putih yang kini semakin terasa membeku

GIOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang