21.Sahabat Selamanya

9 0 0
                                    


Ruby menutup wajah dengan tangannya. Ia menarik nafas kemudian.

“Nih.. makan! Atau kamu mau aku gendong nanti?”

Ruby membuka tangan dan mendapati Sammy duduk di sampingnya sambil membawa sebungkus roti panjang.

Ruby menerimanya tapi tak membukanya juga.

“Apa kita akan diskors karena tak kembali?”

Sammy membuka roti miliknya lalu mengunyahnya dengan lahap

“Kita nggak akan diskors!”

Sammy memandangi Ruby “Yakin amat!”

“Ivy kan pacarmu!”

Sammy mendecakkan lidah “Jaden juga dibelakangmu!” Sammy menatap Ruby kemudian “Kita aman!” dan tersenyum lebar.

Ruby membalasnya dengan senyuman hampir transparan, jauh lebih kecil dibanding Sammy.

“Dont worry to much. Pengumumannya masih nanti sore!”

“Ivy pinter juga. Sekarang kamu banyak ngomong I love you i hate  you you know lah bla bla bla....”

“Miss-nya kamu buang ke mana?”

Ruby mengulurkan tangannya “Tuh....” tepat di dada Sammy
Sammy memandang ke tangan Ruby sejenak, karena selanjutnya Ruby menariknya lagi.

Lagi-lagi dia terdiam, dan jangan sebut Sammy sahabatnya kalau tak tahu apa penyebabnya.

“Apa yang dikatakan Nyonya itu?” Tanya Sammy

Ruby menghela nafas lalu mengangkat bahunya “Kamu yakin mau denger ceritaku?”

Sammy memandang sekelilingnya. Pada taman kecil yang sekarang sepi pengunjung karena siang hari yang penat. “Emang kamu mau cerita ke siapa lagi? Bapak itu?” Sammy menunjuk kepada satu-satunya pedang cireng di taman itu.

“Aku boleh cubit kamu nggak?”

Sammy tersenyum “Nih... cubit aja!” Ia menyodorkan bahu kanannya hingga benar-benar menempel pada lengan Ruby.

“Oke... I’ll do it. Ready?”

-----***------

“Puass??” Sammy mengusap lengannya yang sudah berubah warna kemerahan.

Ruby mengangguk.

“Sekarang kamu bisa ceritakan apa yang saja yang dikatakan Nyonya Besar!”

Ruby menoleh memandangi Sammy “'Kamu tidak sepadan dengan kami'. Itu yang ia katakan” Ia menarik nafas sejenak “Aku sedang menjodohkannya dengan seseorang jadi kamu tidak boleh mengganggunya” Ruby berkacak pinggang “kehadiranmu itu menganggu perjodohan ini. apa kau tahu siapa Jaden. Dia adalah penerus perusahaan. Yang dia butuhkan adalah orang yang bisa mendukungnya menjadi direktur kelak.” Dengan tangan masih di pinggang Ruby memincingkan matanya “Kamu tahu bagaimana perasaanku saat itu Sam? Aku seperti pelayan yang menyukai majikannya sendiri!”

Sammy menepuk pelan punggung Ruby. “Kalau terlalu berat, lepaskan saja!”

“Aku bahkan belum menangkapnya”

Bayangan Jaden yang menemuinya setelah pertemuan dengan Anna kembali muncul dalam memorinya, membuat Ruby menarik nafas panjang.

“Memang apa hebatnya kalau dia penerus perusahaan? Punya banyak uang? Bisa beli segalanya. Terus kalau bisa beli apa saja hebatnya dimana. Uang juga bukan dari cari sendiri. Bukannya orang tuanya yang kaya. Apa kelebihannya anak dari pendiri On Air TV? Di atas langit masih ada langit. Sekaya-kayanya Jaden, masih ada yang lebih kaya. Dia bukan anak kaisar. Dia bukan anak presiden. Andaikan dia anak kaisar pun, bukannya kita sama-sama manusia”

GIOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang