Part 43

8.7K 361 6
                                    

    Rivan berjalan masuk kedalam ruang rawat Lili. Ia berjalan dengan lesu, sejak saat mendengar penjelasan dokter waktu itu bahwa Lili telah dinyatakan buta. Kini Rivan seolah tidak mempunyai semangatnya, entah rasanya ia belum sanggup jika Lili harus merasakan gegelapan dan tidak bisa melihat nantinya.

Sudah tiga hari ini, Lili masih dalam keadaan koma. Bahkan belum ada tanda-tanda jika kondisi Lili pulih. Rivan menghela nafasnya, ia menarik kursi yang berada disamping bharkar. Tangannya menggenggam tangan Lili begitu erat, ia juga mencium punggung tangan Lili.

"Kapan bangun. Jangan buat aku kaya gini, aku kangen sama kamu!" Ucap Rivan pelan

"Kamu seneng yah bikin aku terus nunggu, emang disana ada apasih sampe kamu nggak mau bangun! Ada cowok yang jauh lebih ganteng dari aku yah, kalo ada bilang dong biar nanti aku kasih pelajaran cowok itu. Yang udah berani buat kamu jadi terus tidur!"

Rivan terus berkata seolah Lili sudah sadar dari komanya, namun nyata tidak. Rivan tersenyum hambar, saat tahu jika Lili masih memejamkan matanya.

"Aku kangen kamu. Katanya kamu sayang aku, terus kenapa kamu nggak bangun! Aku mohon, Li. Bangun!" Bisik Rivan

Rivan terus menatap raut wajah Lili yang pucat. Ia merasa lelah hari ini, bahkan saat disekolah juga dirinya hanya diam dikelas dan melamun. Bahkan kelima sahabatnya sudah mengajak Rivan untuk kekantin atau membolos, namun tidak ada respon darinya.

Perlahan Rivan memejamkan matanya, tangannya juga masih menggenggam tangan Lili. Namun saat itu juga, jemari Lili perlahan bergerak. Rivan yang merasakannya langsung membuka matanya, dan ia bisa merasakan jika jemari Lili bergerak.

Rivan langsung memencet tombol memanggil suster atau dokter. Tidak lama kemudian, dokter dan suster masuk kedalam ruangan. Rivan memberiakan mereka untuk memeriksa keadaan Lili. Rivan berharap jika Lili siuman hari ini. Dokter selesai memeriksa keadan Lili, lalu ia menggulurkan tangan kearah Rivan.

"Selamat, pasien sudah sadar dari komanya. Tapi saya saran pasien harus beristirahat tidak boleh terlalu memikiran sesuatu. Saya permisi"

Dokter berjalan keluar. Rivan perlahan berjalan kearah Lili, orang tua Lili berjalan kedalam. Rivan sudah memberitahu mereka lewat pesan, bahkan Linggar juga sedang dalam perjalan kearah rumah sakit.

"Rivan. Bagaimana keadaan Lili kata dokter ?" Tanya Erlan kepada Rivan

Rivan menghela nafas "Dokter bilang, kalo Lili harus istirahat dan Lili juga nggak boleh terlalu mikirin sesuatu dulu, Pa!"

Erlan mengangguk, lalu ia berjalan kearah Lili. Lisni menatap putri kesayangannya, air matanya menetes saat melihat Lili yang kini sudah siuman. Erlan menggelus bahu Lisni, ia tidak sanggup dengan nasib Lili kedepannya bahkan mereka juga belum mendapatkan pendonor mata.

"Sayang. Mama seneng kamu udah sadar, Mama sama Papa kangen sama kamu. Kaka kamu juga Rivan kangen sama kamu, nak!" Ucap Lisni lirih

"Mama! Mama dimana, ko disini gelap Ma! Emang Lili ada dimana, ko tempatnya gelap apa tempatnya lagi mati lampu Ma ? Papa sama bang Linggar mana, terus Rivan mana Ma!" Tanya Lili

Deg! Rivan menggusap raut wajahnya frustasi, Rivan terisak dalam diam. Ia menggeleng kepalanya, rasanya ia tidak kuat mendengar ucapan Lili barusan. Tangis Lisni pecah begitu mendengar ucapan Lili, Erlan ikut terisak dalam diam.

Lili yang merasa ada suara isak kecil, meraba kearah samping tangannya. Ia bisa merasakan ada tangan milik mamahnya.

"Mama! Kenapa disini gelap, ko Lili juga denger suara isakan kecil. Mama nangis ? Mama nangis kenapa, siapa yang buat Mama nangis!" Ucap Lili

RIVANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang