Namanya Aruna. Kepanjangan? Aruna Shafa Fairuz. Golongan darah AB, dengan status 'SINGLE' di usia 17 tahun. Bersekolah di SMA Sejahtera, anak kelas 11 IPA 3, atas didikan Pak Santosa yang sukanya tidur kalau pelajaran.
Dia tinggal di rumah bersama Kakaknya. Karena Nyokap kerja sekalian urus rumah tangga di Canada dengan Mr. Smith, pemilik saham besar di sana. Tentu saja, gadis itu punya saudara tiri. Namanya Axel dan Exel. Anak kembar dengan wajah yang gak bisa di bedain. Mereka berdua selalu menuliskan surat untuknya di akhir pekan dengan crayon.
Bokap kandung? Dia sudah meninggal saat Aruna berusia 7 tahun. Dengan sekuat tenaga, Nyokap bekerja keras di suatu cabang perusahaan milik Mr. Smith sebagai sekretarisnya dan well you know apa yang terjadi.
Kakaknya anak sepak bola di sekolah yang sama. Ia mantan ketua sepak bola generasi ke 8, dan sedang menempuh Ujian Nasional detik-detik ini. Namanya, Adrian Shefa Fairuz, kerjaannya selain latian basket ya tidur, PSan, atau buat musik mellow yang gak ada mellow-mellow nya sama sekali.
Pagi ini, Aruna kebagian jatah piket rutinan. Hari rabu, plus sebagai hari membosankan dengan pelajaran yang nyaris di isi oleh guru-guru muda. Alasannya karena satu, guru muda kalo ngadain ulangan tuh dadakan, dua kalo ulangan matanya tuh bener-bener gak bisa merem, dan ketiga ketauan nyontek tendang keluar dari kelas.
Dengan malas-malasan, Aruna meraih sapu dan membersihkan meja guru paling depan dahulu. Gadis itu, datang paling gasik ke sekolah dengan mengenakan poncho bertudung pemberian Mr. Smith bulan lalu.
Kebetulan sekali, ia tidak diantar Adrian. Cowok itu masih molor dikamar. Mau diketuk berapa kali pintunya juga gak akan denger. Sekali lagi, akhirnya Aruna hanya menempelkan memo di meja makan beserta sarapan untuk pria itu.
"Hey.. murung nih.."
Aruna memekik saat sebuah jemari menyentuh pundaknya. Dengan cepat, ia menoleh sambil mengangkat tinggi sapu yang dipegang, "Gue lempar nih..."
Gadis dengan potongan rambut cowok itu lantas mundur dengan pertahanan diri menggunakan tangan, "Eeh.. iya maaf-maaf.."
Saat dirasa tenang, Aruna menghela napas kasar dan kembali sibuk dengan pasir-pasir kecil yang tengah dia sapu. Sedangkan, temannya mengambil posisi duduk di meja sambil memperhatikan gadis itu.
"Lo ngerasa aneh gak sama hari ini?"
"B aja.."
"Dengan petugas yang lagi dilapangan?"
"Paling juga Apel pagi.. lo tau kan hobi nya pak kepsek.."
Cewek bernama, Viola itu mengangguk. "Berarti bagus dong.. kalo nanti gak ada pelajaran?" Sebutnya enteng.
"Hmm.." Balas Aruna sambil mengumpulkan hasil piketnya pada sebuah ikrak. Kemudian, berjalan meninggalkan Viola yang mengerutkan dahi heran.
Lantas gadis bertubuh tinggi atletis itu menghampiri Aruna. "Run.. kok gue kayak baru pertama kali liat lo pake jaket gitu?" Wajahnya meneliti pakaian Aruna.
"Poncho.."
"Ah iya itu.. jarang lo pake?"
Aruna mengangguk, "Biasanya gak sedingin ini kan?"
Kali ini, gantian Viola yang mengangguk sambil kembali mengikuti Aruna yang hendak menaruh sapu. "Kok lo kayak lesu gitu?"
"Lesu gimana?" Tanya Aruna memastikan.
"Kayak gak bersemangat.."
Kening Aruna berkerut, "Bukannya gue biasa gini ya? Parno lo.." Viola menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNLIMITED LOVE ✅ (END)
Teen Fiction#1 in wp2019 》(11 Juni 2019) "Lo tuh kayak remaja yang bikin tiga pengakuan. Dari suka, sayang, dan mungkin besok cinta.. Gue heran kenapa harus bertahap?" Gadis itu memainkan kakinya dan membiarkan rambutnya tergerai. "Bagus dong.." Pria di sebelah...