"Oper ke gue bego!"
"Anjir lo!"
"Woi.. pakek otak lo kalo lempar!!"
Aruna dan beberapa teman yang lain terkekeh geli. Anak cowok dari kelas mereka memang sangat-sangat kasar dan gila!
Terutama Glen yang memilih berkacak pinggang dengan wajah letih. Cowok itu tak sanggup menanggapi celotehan kasar temannya yang lain.
"Tes.. tes.. panggilan untuk ananda Aruna Shafa Fairuz dari kelas 11 Ipa 3 untuk mendekati sumber suara"
Dan berulang tiga kali. Mau tidak mau, Aruna bangkit berdiri dan berjalan menjauh dari anak kelasnya. Panggilan suara dari Bu Endah yang membosankan tidak akan membuat sekolah ribut tetapi jengah.
Beda kalau Bu Dea yang memanggil siswa, udah jelas banget, kalau seisi sekolah bakalan ribut denger suaranya yang mendayu. Itu karena dia guru Seni Budaya, tiap hari nari dan nyanyi.
Denger-denger sih mantan sintren. Uhhh ...
Kepala Aruna menelosok masuk kedalam ruang TU. "Assalamualaikum.."
Beberapa guru yang bertugas tersenyum dan menjawab salam. Meski segelintir diantaranya ada yang menjawab tanpa mengalihkan matanya dari pekerjaan yang menumpuk.
"Oh.. Aruna sudah datang?"
Gadis itu menoleh ke kanan. Kearah suara Bu Dea yang ikut menongol dari ruang panggilan. Wanita itu langsung mendekati Aruna dan menggenggam jemarinya.
"Saya kenapa bu?"
"Ada paket buat kamu.. tapi saya juga heran kenapa itu diantar ke sekolah.." Terang Bu Dea yang mampu membuat Aruna mengangguk tenang.
"Nanti kamu tanda tangan dan segera ke kelas ya.. kebetulan banget pelajaran kosong tiga jam, karena guru-guru akan rapat pentas akhir tahun.." Jelas Bu Dea.
"Pentas akhir tahun diadakan seusai Ujian Semester 1 kan, Bu?"
Bu Dea mengangguk. "Benar sekali.."
Aruna menatap seorang pria berseragam ojol sambil tersenyum. Sekarang, pria itu menyodorkan kertas yang harus Aruna tanda tangani. Disebelahnya terdapat paket berwarna coklat.
Yah, jarang-jarang Aruna dapat sesuatu yang begini bukan?
Usai dari ruang TU. Aruna berjalan sambil membawa bingkisan besar di tangannya. "Ini apaan ya? Kok kayaknya berat banget.." Gumam Aruna sambil berjalan mendekati kelasnya.
Mata coklatnya itu menatap Viola yang tengah berdiri di depan pintu sambil berkacak pinggang, "Gue denger lo di panggil barusan? Kenapa?"
Aruna menunjuk paket dengan matanya. "Ini nih.."
"Dari siapa,"
Aruna mengangkat bahu, "Mana gue tau.. tiba-tiba ajah dapet.."
"Ya lo kagak usah bego-bego amat deh.. itu kan pasti ada nama pengirimnya.." Timpal Viola jengah.
"Masa gitu? Seumur-umur gue dikirim dari Canada kagak pernah liat yang begituan..."
"Itu karena lo gak nyempetin diri buat liat yang begituan. Kagak sabaran sih lo!" Tegas Viola sambil mendorong pelan kepala Aruna.
"Ck.. ya maap elah. Udah nih gue mau buka sekarang.."
Viola terbelalak kaget. Tangannya mencekal pergelangan Aruna "Abis ini pelajaran Pak Oyo. Lo gak salah ngajakin bukak ginian?"
"Lagian jamkos kok tiga jam.. gue dapet info dari Bu Dea. Lagi rapat buat pentas akhir tahun.." Jelas Aruna santai. Hal itu membuat Viola ber-oh ria.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNLIMITED LOVE ✅ (END)
Teen Fiction#1 in wp2019 》(11 Juni 2019) "Lo tuh kayak remaja yang bikin tiga pengakuan. Dari suka, sayang, dan mungkin besok cinta.. Gue heran kenapa harus bertahap?" Gadis itu memainkan kakinya dan membiarkan rambutnya tergerai. "Bagus dong.." Pria di sebelah...