Sudah hampir sebulan Aruna ada di Canada. Gadis itu duduk bersama Ardha di halaman depan kampus Canada. Satu jam lalu, ia baru selesai mengurus keperluan kantor. Dan menurutnya, ini adalah hal ke 26 yang dilakukan olehnya juga Ardha selama ada di negeri orang.
"Huft.. banyak yang mengganggu lo lagi," Tanya Ardha seraya mengacak rambut Aruna.
"Ada dua orang sih.. tapi, gak masalah.. gue udah terbiasa.."
Ardha tersenyum dan mengangguk mantap. "Ponsel lo aktif?"
Kening Aruna bertautan dengan mata yang tidak beralih dari gedung campus. "Enggak.. gue lupa nge cash.."
"Nyokap lo ada jadwal cemo nanti.. jadi Mr. Smith ngabarin gue, katanya ponsel lo gak aktif .."
Aruna menoleh dengan cepat. "Serius lo? Jam berapa?"
"Dua jam lagi.. atau kita mau berangkat bareng aja sekarang sama Bokap lo?"
Aruna menggeleng. "Biar nanti aja Kak.. toh gue juga mau beli buket bunga buat Mama.. kalo dipikir-pikir dia kan suka banget sama bunga matahari.."
Ardha tersenyum dan bersandar di pundak Aruna. Keduanya masih menatap gedung kampus namun dengan tangan yang saling bergandengan erat.
-○●○-
Sesuai waktu, Aruna pergi bersama Ardha ke rumah sakit. Keduanya tidak lupa membawa bunga dan beberapa bingkisan. Perjalanan dari kampus ke rumah sakit tidak lah dekat. Jaraknya bisa 10 km. Dan syukurlah keduanya tidak mengalami kemacetan parah di jalan.
Kening Aruna berkerut saat menatap seorang wanita tengah memeluk ibunya di kursi roda. Ia menggoyangkan lengan Ardha yang berjalan di depannya.
"Ada apa?" Tanya Ardha menoleh kearah satu titik yang sama dengan Aruna. Seketika wajahnya berubah menjadi sendu. "Its okay.. memang disini bukan rumah sakit umum. Hampir sebagian dari rumah sakit ini mengurus soal kanker, Run.."
Aruna menghela napas dan mengangguk. "Gue udah hubungin Bang Adrian berkali-kali tapi, kayaknya dia bener-bener disibukin sama kegiatannya.." Kecewa gadis itu.
Kini kepalanya menunduk, memandang sepatu yang ia kenakan dengan wajah masam. "Dia sepertinya gila kerja..."
"Jangan soudzon.. mungkin dia sibuk.."
"Karena kesibukan itu.. gue mulai mikir macem-macem.. apa segitu sibuknya?"
Ardha tidak dapat mengelak mengenai jawaban Ardha. Kali ini yang dapat ia lakukan hanya menghela napas dan mengiyakan jawaban Aruna yang tidak salah tapi kurang benar itu.
Wajah cerah Aruna juga berubah menjadi pucat. Tatkala ia ingat kalau suatu saat Ibunya tidak baik-baik saja. Ibunya berkali-kali menanyakan soal Adrian. Aruna harus mencari seribu alasan untuk diceritakan lada Oliv. Adrian memang menjengkelkan!
Gadis itu, menggelengkan kepalanya dan menghela napas gugup. Ia mendongak dan berjalan lagi menuju rumah sakit tentunya sambil mengabaikan Ardha yang ada disana.
"Kenapa?"
Slogan Ardha itu sudah biasa Aruna dengar berkali-kali. Gadis itu, langsung menggeleng dan mengulum senyum tipis. "Enggak kok.. gue.. cuma gugup aja.."
Ardha menghela napas dan tetap tersenyum. Ia menggandeng lengan Aruna semakin erat. "Oke gue percaya.."
Mata keduanya memandang kearah seorang pria berbadan besar yang tengah menggandeng dua anak kembar. Berdiri di depan ruang resepsionis sambil sedikit membentak.
"Mr. Smith!" Panggil Aruna berlari dan melepaskan genggaman Ardha. Gadis itu nampak lebih panik dengan gerakan yang tidak beraturan membentur orang yang hendak keluar dari rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNLIMITED LOVE ✅ (END)
Roman pour Adolescents#1 in wp2019 》(11 Juni 2019) "Lo tuh kayak remaja yang bikin tiga pengakuan. Dari suka, sayang, dan mungkin besok cinta.. Gue heran kenapa harus bertahap?" Gadis itu memainkan kakinya dan membiarkan rambutnya tergerai. "Bagus dong.." Pria di sebelah...