-20-

8.4K 688 41
                                    

Dua gadis yang sedang menikmati dinginnya udara di musim dingin hanya dengan menatap lurus.

Menerawang melintasi alam pikiran mereka masing-masing.

Lisa dan Jennie hanya diam.

Setelah Lisa memainkan gitar dan bernyanyi untuk Jennie.

Keadaan berubah canggung.

Lisa sudah tak tahan dengan kesunyian ini.

Dia melirik ke arah Jennie yang masih betah berdiam diri.

"Eonnie.."suara Lisa pelan memanggil gadis berwajah pocker face itu.

Jennie menoleh.

"Kau belum meniup lilin bukan?"tanya Lisa.

"Apa harus?"

Lisa menganguk.

"Kau harus membuat permohonan bukan?"

Jennie menaikan alisnya.

"Jadi aku membawa lilin"kata Lisa sambil mengeluarkan lilin kecil dari saku mantelnya.

"Tapi aku lupa membawa kue..hehe"cengirnya bodoh.

Jennie terkikik.

"Kau mau aku memakan lilinnya lisa"

"Kkkk...aku memang pelupa eonnie"lagi Lisa tersenyum bodoh.

"Chamkanman.."ucap Lisa.

Lisa terlihat mengeluarkan pemantik api dari sakunya.

Menyalakan lilin kecil itu.

"Chhaa...tiup lah eonnie"ucap Lisa yang sudah berhasil menyalakan lilin di tangannya.

"Make a wish"tutur Lisa.

Jennie tersenyum.

Lalu perlahan menutup matanya.

Menangkupkan kedua tangannya.

Memohon.

"Tuhan..dalam permohonanku kali ini...aku mohon padamu..kembalikan chicu kami..dan aku mohon padamu..beri aku kebahagiaan yang tak pernah aku sesali"

Jennie membuka matanya.

Lalu meniup lilin yang ada di genggaman Lisa.

"Kau minta apa eonnie?"

Jennie memincingkan mata.

"Kau tak boleh tau"

"Yahh.."hela nafas gadis thailand itu kecewa.

"Padahal aku penasaran"ucap Lisa cemberut.

"Dasar anak kecil"ketus Jennie.

Lisa masih mengerucutkan bibirnya lucu.

Jennie tersenyum.

"Aku hanya mengharapkan sesuatu yang sederhana"

"Aku ingin Jisoo eonnie cepat sadar dari komanya"

Lisa menatap mata kucing yang terlihat sendu.

Tatapan mata itu sekarang begitu lembut.

"Aku sangat merindukannya...sangat"ucap Jennie menengadah.

Menahan air mata yang sialnya akhir-akhir ini terus jatuh.

Dan hanya anak ini yang bisa menghentikan tangisnya.

"DRTT...DRTT..DRTT"getaran ponsel Jennie dalam saku mantelnya.

Tercetak Jelas disana nama manajer oppa.

PERENNIAL LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang