Amira membuka pintu rumahnya kemudian masuk dan melangkah menuju kamarnya. Saat hendak masuk ke dalam kamar, dilihat mamanya sedang memindah-mindah channel tv dengan muka yang tidak bersahabat. Amira perlahan mendekati mamanya.
"Mama kenapa?" Tanya Amira.
Tanpa basa-basi, mama Amira langsung menatap tajam anak sulungnya itu. Amira merasa ada sesuatu yang telah terjadi hingga mamanya bersikap demikian.
"Kamu kenapa nggak terima lamaran Rizal?" Tanya mama Amira dengan nada interogasinya.
"Ma, Amira nggak cinta sama Rizal!" Jawab Amira sembari memutar bola matanya malas.
"Wanita itu butuh kepastian
, Mir. Rizal mau ngelamar kamu berarti dia serius sama kamu!" Mama Amira emosional."Tapi gimana bisa Amira nikah sama orang yang nggak Amira sayang, ma? Mama mau Amira nggak bahagia?" Kini Amira duduk di sebelah mamanya.
"Cinta itu bisa datang karena terbiasa!" Nada suara mama Amira sedikit tinggi.
"Nyatanya selama Amira sama Rizal, Amira nggak bisa sedikitpun jatuh cinta sama dia, ma!" Suara Amira mulai bergetar.
Ada suatu titik sensitif yang tidak sengaja mama Amira sentuh dengan kata-katanya. Cinta adalah hal yang sangat sensitif untuk Amira saat ini. Mencintai seseorang lagi, berarti dia harus siap terluka lagi. Dan hal itu yang membuatnya belum siap membuka hati.
"Kamu masih cinta Adiaksa?"
Pertanyaan mamanya kali ini berhasil membungkam Amira. Ditatap mamanya dengan penuh kegusaran. Matanya mulai panas. Luka hatinya seperti terkoya lagi. Air mata mulai jatuh di kedua sisi pipi Amira.
Mama Amira menyadari pertanyaannya telah membuat anak sulungnya itu mengingat hal yang lalu. Segera direngkuhnya Amira ke dalam pelukan terhangatnya.
"Maafin mama, Mir. Mama cuma pengen kamu nggak sedih lagi inget Adiaksa" mama Amira membelai rambut kepala Amira lembut.
"Amira yang salah ma. Amira terlalu menggantungkan diri sama Adiaksa dulu. Jadi sekarang susah mau move on" Amira melepas pelukan mamanya dan menghapus air matanya.
"Tapi Amira yakin, Amira bisa move on. Meskipun bukan dengan menerima lamaran Rizal" Amira memaksakan senyumnya.
"Mir, Rizal kurang apa coba?" Mama Amira masih berusaha meyakinkan Amira.
"Ma, please!" Amira memohon pengertian mamanya.
"Yaudah terserah kamu! Yang jelas mama nggak mau kamu menyesal!" Mama Amira beranjak meninggalkan Amira di ruang keluarga setelah sebelumnya menepuk bahu anak sulungnya itu.
Amira mengusap wajahnya kasar. Disandarkan tubuhnya pada sandaran sofa ruang keluarga. Pikirannya kembali memutar memori lalunya bersama Adiaksa. Tak terasa manik bening kembali mengalir dari sudut matanya.
'Kenapa harus sesusah ini lupain kamu, Sa? Apa kamu juga sama kaya aku? Atau sekarang kamu malah udah nggak mau kenal siapa aku?' batin Amira penuh sesak terisi pertanyaan yang tak akan pernah ada jawabannya itu.
***
Amira sedang duduk di meja kasir ketika Rizal datang ke outlet dan langsung masuk ruang manager tanpa menyapanya. Amira sudah menduganya, dan Amira sudah menyiapkan hatinya untuk hal ini.
"Lo marahan sama pak Rizal, Mir?" Tanya Rani yang berada tidak jauh dari meja kasir.
Amira hanya mengangkat bahunya sebagai jawaban. Enggan rasanya membahas hubungannya dengan Rizal. Bisa dipastikan semua akan menyayangkan keputusannya menolak lamaran Rizal dan memutuskan hubungannya dengan Rizal, seperti yang mamanya lakukan semalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amira [ COMPLETED ]
RomantikJodoh itu di tangan Tuhan... Of course... Cinta tak harus memiliki... Munafik.. Cinta akan tumbuh karena terbiasa... Oh ya? Amira memiliki kisah cinta yang indah, punya pacar yang tampan, baik, dan pengertian. Sampai suatu hari Amira bertemu dengan...