Titan terbangun dari tidurnya. Dilihatnya jam dinding menunjukkan pukul 5 pagi. Tapi ada sesuatu yang mengganjal hati Titan. Amira tidak ada di sampingnya.
'Amira udah bangun? Sepagi ini?' tanya Titan dalam hati.
Titan beranjak dari kasur kemudian keluar kamar. Seketika matanya terbelalak melihat istrinya tertidur di sofa masih mengenakan pakaian kerjanya.
'Apa dia nggak mau tidur sama gue lagi? Atau karena sikap gue kemaren ke dia?' terka Titan dalam hati.
Perlahan Titan mendekati Amira dan duduk di lantai samping sofa yang Amira tiduri. Dengan lembut Titan menyingkirkan rambut-rambut halus yang menutupi muka manis istrinya itu. Tangannya Titan berhenti di kening Amira ketika merasakan sesuatu di sana. Amira demam?
Titan menempelkan telapak tangannya ke kening Amira. Ya benar, suhu tubuh Amira sangat tinggi. Titan segera membangunkan Amira.
"Mir, mir, bangun. Lo sakit? Mir?"
Amira tak bergeming. Titan segera mengangkat tubuh Amira dan memindahkannya ke kamar. Titan dengan sigap menyiapkan kompres untuk Amira, kemudian mengompres kening Amira.
Setelah beberapa saat Amira bangun. Dirasakannya ada sesuatu dingin menempel di keningnya. Amira berusaha meraih benda itu, tapi ada seseorang yang menahan tangannya. Perlahan dia membuka matanya.
"Titan?" Gumam Amira
"Udah, istirahat aja. Lo lagi demam. Nggak usah masuk kuliah sama kerja dulu. Biar gue telepon temen Lo buat ijinin"
Titan mengambil kompresan di kening Amira, membasahi dengan air, kemudian di tempelkan lagi pada kening Amira.
"Tapi, gue..."
"Jangan bantah! Lo itu lagi sakit! Seneng banget bikin gue cemas begini!" Hardik Titan.
Amira menatap masygul Titan. Perhatian Titan ini yang Amira rindukan setelah sikap Titan yang amat cuek beberapa hari ini. Tak terasa bulir bening mengalir dari sudut mata Amira dan tidak mungkin terlewat dari pandangan Titan.
Titan menatap tepat pada manik mata istrinya. Ada suatu kesedihan yang entah Titan tak pernah tahu penyebabnya. Ada sesuatu, atau mungkin seseorang, yang telah menyakiti hati Amira. Dan Titan tidak akan membiarkan itu terjadi. Titan tidak akan pernah membiarkan siapapun atau apapun membuat Amira sedih. Titan menyeka manik bening yang lolos dari mata Amira tadi.
"Lo ganti baju, terus abis ini kita ke dokter. Gue mandi dulu" instruksi Titan lembut.
"Gue..."
"Lo kecapean, Lo butuh vitamin tambahan!" Potong Titan.
Amira hanya mengangguk pasrah. Perasaan hangat menyambangi Amira. Perhatian dari lelaki itu sungguh dirinduinya. Tapi sikap Titan kemaren? Wanita di telepon itu? Sungguh menyakitkan hati Amira.
***
Titan menuntun Amira keluar dari ruang periksa dokter. Bukannya ke mobil, justru Titan membawa Amira ke taman belakang rumah sakit. Mereka berdua duduk di bangku taman.
"Kok ke sini?" Tanya Amira sembari mengedarkan pandangannya menikmati suasana taman itu.
"Lo nggak denger kata dokter tadi? Lo itu sakit nggak cuma karena kecapean, tapi juga karena banyak pikiran" ujar Titan yang segera mendapat tatapan tidak mengerti dari Amira.
"Apa hubungannya sama kita ke sini?" Amira mengernyitkan keningnya.
Titan menghela nafas kemudian menghadap sepenuhnya ke Amira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amira [ COMPLETED ]
RomanceJodoh itu di tangan Tuhan... Of course... Cinta tak harus memiliki... Munafik.. Cinta akan tumbuh karena terbiasa... Oh ya? Amira memiliki kisah cinta yang indah, punya pacar yang tampan, baik, dan pengertian. Sampai suatu hari Amira bertemu dengan...