Rasa Masih, Kadar Beda

278 16 0
                                    

"Kenapa lo nggak bisa berbuat apapun?" Potong seseorang.

Amira tertegun.

Amira berdiri lalu berbalik badan. Amira semakin kaku melihat orang yang berada di hadapannya kini.

"Aksa" gumam Amira "Lo di sini?"

"Itu kan makam bokap gue" Adiaksa mengendikkan dagunya ke arah makam di belakang Amira "salah?"

Amira menggeleng kaku.

"Lo belum jawab pertanyaan gue!" Hardik Adiaksa.

Amira semakin bingung. Apa yang harus Amira jelaskan pada Adiaksa. Bukankah semuanya sudah selesai? Bukankah bila Amira menjelaskan sekarang pun sudah tidak bisa merubah apapun?

"Kok diem?" Tanya Adiaksa datar.

"Gu-gue.. Gue.. Gue harus pergi!"

Amira beranjak meninggalkan makam papa Adiaksa, melewati Adiaksa yang masih diam menatap lurus ke depan. Adiaksa memang diam, tapi tangannya tidak. Tangan itu dengan sigap menangkap lengan Amira untuk menahannya. Amira berhenti.

"Jelasin ke gue!" Pinta Adiaksa.

"Buat apa? Gue jelasin sekarang pun percuma, Sa!" Amira menghela nafas.

"Please!" Mohon Adiaksa.

"Jangan di sini!"

Adiaksa mengangguk pelan.

***

Di sebuah kafe tak jauh dari pemakaman, Amira duduk berhadapan dengan Adiaksa. Dulu, saat seperti ini adalah momen kebahagiaan Amira dan Adiaksa. Sekarang sangat berbeda, canggung menyelimuti kedua insan yang pernah terlibat rasa.

"Jadi, apa penjelasan Lo?" Tanya Adiaksa memulai pembicaraan.

"Gue nggak tau gue harus mulai dari mana. Lo sebenarnya salah paham sama gue. Gue bakal jelasin satu persatu, tapi please jangan. Potong omongan gue!"

Adiaksa mengangguk tanda mengerti.

"Okey" Amira menghela nafas "Semua berawal dari kesalah pahaman Lo tentang kedekatan gue sama Demian. Sedetikpun, gue nggak pernah jadi pacar Demian. Dia temen curhat gue, selama Lo berada dalam masa sedih Lo".

"Lo tanya Sani tentang gue sama Demian, pasti dia jawab kita pacaran ya? Dia tuh nggak pernah tau apa-apa tentang gue sama Demian. Dia karyawan baru yang suka menyimpulkan sesuatu tanpa tau faktanya".

"Lo akhirnya denger dari Demian langsung kalo kita pacaran, itu karena dia kesel sama Lo. Lo percaya gitu aja omongan Sani, tanpa klarifikasi ke gue. Lo bahkan nggak dengerin penjelasan gue".

"Lo tau? Lo nuduh gue, Lo caci maki gue, itu bikin gue bener-bener terpuruk. Lo itu orang yang paling gue cinta, Lo dengan tega nuduh gue selingkuh tanpa denger penjelasan dari gue. Lo pikir, itu rasanya gimana?"

Tak terasa Amira menitikkan air matanya. Bagi Amira, ini seperti membuka luka lama yang mulai mengering.

"Gue mau jelasin ke elo, tapi elo nggak mau tau. Dan sampai Lo udah jadian sama Lola, Lo nggak pernah dapet penjelasan dari gue. Karena gue pikir percuma, Lo nggak akan denger gue. Bahkan sampai kita ketemu terakhir kemaren, Lo masih anggep gue selingkuh".

Amira [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang