Undangan

203 13 0
                                    

1 bulan menjelang hari penting Amira dan Titan. Undangan sudah mulai di sebar ke beberapa teman dan kerabat masing-masing calon mempelai. Semua teman SD, SMP, SMA, kuliah Amira, tidak terlewat dari list daftar undangan di buku 'rencana besar' miliknya.

Amira kembali membolak-balik setumpuk undangan yang belum di antarkan. Kegiatan Amira terhenti ketika membaca satu nama undangan yang membuat hatinya bergetar teringat masa lalunya. 'Mama Jesi' adalah nama yang tercetak di atas undangan itu. Ya, itu adalah mama Adiaksa. Sengaja Amira menuliskan nama mama Adiaksa agar tidak menyinggung perasaan Titan. Amira takut jika Titan tau dirinya mengundang Adiaksa, Titan akan cemburu.

Terbersit perasaan ragu dihati Amira untuk memberikan undangan itu pada mama Adiaksa. Amira tahu mama Adiaksa sangat menyayanginya dulu. Amira tidak bisa membayangkan bagaimana Ekspresi mama Adiaksa jika tahu dirinya akan menikah, tapi bukan dengan anaknya.
"Gue anter nggak ya?" Gumam Amira.

Amira menghela nafas, dimantapkan hatinya untuk mengantarkan undangan itu. Amira melirik jam dinding, masih pukul 9 pagi. Hari ini hari Minggu, Amira libur kuliah dan dirinya bekerja nanti pukul 2 siang. Masih ada beberapa jam untuk mengantarkan undangan itu.

Amira segera mengambil jaket dan kunci motor maticnya kemudian melakukan motornya menuju rumah Adiaksa.

***

Amira berhenti tepat di depan gerbang rumah Adiaksa. Amira turun dari motornya, kemudian memasuki halaman rumah orang yang pernah mengisi hatinya dulu. Amira sendiri tidak percaya, hari ini Amira bisa datang ke tempat ini tanpa menahan tangis atau sakit hati berlebihan.

Amira mengetuk perlahan pintu rumah warna coklat tua itu. Beberapa kali mengetuk, belum ada respon dari dalam rumah. Baru setelah ketukan kesekian kalinya, pintu terbuka perlahan menampakkan sok-sok wanita baya yang masih terlihat cantik dengan kulit putih bersih.

"Amira!" Wanita itu tersenyum lebar sembari menarik tubuh Amira ke dalam pelukannya.

Setelah beberapa saat, mama Adiaksa mengurai pelukannya pada Amira. Mama Adiaksa memandang wajah Amira dengan intens. Di mata wanita penuh kasih itu, terpancar kerinduan yang amat dalam pada gadis di hadapannya.

"Mama kangen banget sama kamu. Kenapa kamu nggak pernah ke sini nak?" Tanya mama Adiaksa.

"Ma-maaf, ma! Amira kan kuliah juga kerja, jadi waktu Amira nggak banyak yang luang" jelas Amira sembari tersenyum.

"Yaudah, yuk masuk!"

Mama Adiaksa menuntun Amira memasuki ruang tamu dan mereka berdua duduk di satu sofa panjang.

"Mama bikinin minum dulu, ya?" Mama Adiaksa akan beranjak ketika tangan lembut Amira menahan wanita baya itu.

"Nggak usah, ma! Amira nggak bisa lama soalnya" tolak Amira.

"Loh, kenapa? Mama masih kangen sama kamu, Mir" mama Adiaksa kembali duduk.

"A-amira ke sini, cuma mau ngasihin ini, ma" Amira menyerahkan undangan pernikahannya kepada mama Adiaksa.

Mama Adiaksa menatap heran gadis di depannya itu. Mama Adiaksa kemudian membuka dan membaca lembaran kertas yang di serahkan Amira. Usai membaca, mama Adiaksa menatap tidak percaya pada Amira.

"Kamu mau nikah, nak?" Tanya mama Adiaksa lirih.

"I-iya, ma. A-amira mau nikah" jawab Amira tergagap.

Amira [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang