Amira duduk di bangku taman belakang rumah sakit. Dia sangat kacau. Tangisnya tak bisa berhenti. Pikirannya penuh tentang bagaimana cara dia mengatakan pada mamanya dan Ema tentang kondisi papanya.
"Lo di sini, Mir? Ema nyariin Lo tuh!" Putra mendudukkan diri di samping Amira.
Amira tak merespon perkataan Putra. Matanya menatap lurus ke depan. Air matanya mulai mengering, tapi raut Wajah sedihnya masih sangat kentara.
"Mir?" Putra menatap Amira yang tak memberi respon.
"Mir, Lo nggak kenapa-kenapa kan?" Kali ini Putra mengibaskan tangannya di depan muka Amira.
"Jangan-jangan kesambet?" Gumam Putra begidik ngeri.
"Woi Mir, sadar!" Pekik Putra.
Amira tersadar dari lamunannya.
"Hah?! A-apa Put?" Amira gelagapan.
"Yailaah! Gue kira kesambet Lo!" Putra berdecak sebal "Mikirin apa sih Mir?"
Amira menggelengkan kepalanya sembari menghela nafas.
"Papa Lo?" Tebak Putra.
Kali ini Amira mengangguk.
"Papa Lo pasti sembuh kok. Gue yakin itu!" Putra mencoba menenangkan Amira.
Amira tak bisa membendung tangisnya ketika ingat kata-kata dokter tadi.
"Harapan hidupnya 50% : 50%. Jikapun bisa sembuh, beliau tidak akan kembali normal seperti sedia kala. Beliau akan mengalambi kelumpuhan di sebagian anggota tubuhnya. Tapi saya belum bisa memastikan bagian mana itu"
"Put, papa.." Amira memberi jeda "Papa nggak baik-baik aja"
Amira menutup mukanya dengan kedua tangannya. Bahunya bergetar, dia menangis lagi. Dia amat rapuh.
"Maksud Lo apa, Mir?" Putra tidak mengerti.
Amira menyingkirkan kedua tangannya dari wajahnya. Beberapa saat Amira mengatur nafasnya yang masih sesenggukan karena tangisnya.
"Papa koma. Harapan hidupnya... 50:50. Kalo bisa bertahan, papa..." Amira memberi jeda "papa..."
Air mata Amira mulai mengalir lagi. Amira mengatur nafasnya.
"Papa bakal lumpuh" Amira kembali terisak.
Putra menatap Amira iba. Dia baru saja memulai kebahagiaan barunya, tapi kesedihan lebih dalam tiba-tiba datang lagi memporak-porandakan hatinya yang telah ia susun ulang.
Putra merengkuh pundak Amira dan diusapnya lembut. Berharap hal itu akan sedikit menenangkan Amira. Beberapa saat bertahan seperti itu sampai Amira meredakan tangisnya.
"Oiya, Mir!" Putra beralih menghadap Amira " Titan nggak Lo kasih tau?"
"Oiya!" Amira menepuk jidatnya "Gue lupa Put!"
Amira segera meraih handphone nya di tas kemudian segera menghubungi suaminya.
Panggilan 1
Panggilan 2
Panggilan 3
"Nggak di angkat, Put" kata Amira kecewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amira [ COMPLETED ]
RomanceJodoh itu di tangan Tuhan... Of course... Cinta tak harus memiliki... Munafik.. Cinta akan tumbuh karena terbiasa... Oh ya? Amira memiliki kisah cinta yang indah, punya pacar yang tampan, baik, dan pengertian. Sampai suatu hari Amira bertemu dengan...