Rencana Besar

227 16 0
                                        

Amira duduk di depan meja riasnya. Ditatap pantulan dirinya di seberang cermin dengan senyum yang tak pernah pudar dari bibirnya. Sesekali Amira mengulang polesan bedak di wajahnya.

Hari ini Amira sengaja cuti kerja dan kuliah karena Titan dan kedua orang tuanya akan bertandang ke rumah Amira untuk berkenalan dengan orang tua Amira.

Meskipun hanya pertemuan kecil antara kedua orang tuanya dengan orang tua Titan, tapi hati Amira sungguh gugup. Apalagi Amira sama sekali belum pernah bertemu dengan kedua orang tua Titan.

"Kak!" Panggil Ema sembari masuk kamar Amira.

Amira menoleh ke arah Ema "ada apa?"

"Kak Titan udah Dateng" ujar Ema yang kini berdiri di samping Amira "Udah cantik!"

Amira hanya tersenyum tersipu oleh omongan adik satu-satunya itu.

"Yuk!" Amira dan Ema beranjak keluar dari kamar Amira menuju ruang tamu.

Di ruang tamu, papa mama Amira sudah berbaur dengan tamu kehormatan mereka, Titan dengan kedua orangtuanya. Ada satu laki-laki yang berumur kurang lebih sebaya dengan Ema, duduk di sofa single di samping kedua orang tua Titan. Amira yakini itu adik Titan. Ketika Amira memasuki ruang tamu, Titan menatap takjub gadis yang sebentar lagi akan menjadi bagian dari hidupnya.

Amira duduk diantara kedua orangtuanya. Seperti halnya Titan. Kini mereka berdua berhadapan, saling menatap dan melempar senyum.

"Jadi, maksud dan tujuan kami datang kemari ingin menyampaikan keinginan Titan, anak kami, untuk melamar Amira, anak bapak dan ibu..."

Amira dan Titan masih asyik saling menatap ketika papa Titan mulai mengutarakan maksud kedatangan mereka sekeluarga. 

"Jadi, gimana Amira? Mau?" Tanya papa Amira membuat anak sulungnya itu tersentak.

"Hah? Eh, i-iya. Amira mau" jawab Amira gelagapan.

"Alhamdulillah!" Ucap semua yang ada di ruangan itu.

Hati Titan tak kalah bersyukur dan bersorak. Titan membuktikan keseriusannya, bukan lagi modus belaka atau kejahilannya semata. Titan memang benar-benar ingin menjadikan Amira seseorang yang halal baginya.

"Pertengahan Desember? Ini sudah September loh, Ma? Apa tidak terlalu cepat?" Tanya papa Amira pada istrinya.

"Titan sendiri yang pengen cepet-cepet, pa!" Jawab mama Amira.

"Bener Titan?" Tanya mama Titan meyakinkan.

"Iya, ma! Ngapain lama-lama? Niat baik harus disegerakan kan?" Seringai jahil Titan kembali terlihat.

Semua yang ada di ruangan itu tertawa. Semua terhenyak dalam suasana kekeluargaan yang begitu kental malam itu. Kebahagiaan terpancar pada wajah demi wajah yang sebentar lagi akan bersatu menjadi satu keluarga.

***

"Apa? Elo dilamar? Elo mau nikah?" Tanya Putra kaget.

Amira mengangguk. Ditatapnya bergantian Putra dan Tari yang duduk di hadapannya. Suasana kantin kampus Amira pagi itu masih sepi, jadi tak ada yang terganggu dengan pekikan Putra.

"Lo yakin Mir? Usia kita masih 21 tahun loh? Lo mau nikah di usia semuda ini?" Tari meyakinkan Amira.

Lagi-lagi Amira mengangguk. Tari dan Putra saling berpandangan. Mereka tidak tahu dengan jalan pikiran sahabat mereka satu itu. Kadang pikirannya susah di tebak dan penuh kejutan. Tapi keputusannya kali ini benar-benar sangat membelalakkan mata Tari dan Putra.

"Mir, 21 tahun itu terlalu muda. Kita juga belom lulus kuliah. Lo umur segini mau nikah tu motivasinya apa?" Tanya Putra serius.

"Ini titik balik gue buat bisa lepas dari semua bayang masalalu gue, Put. Gue udah capek dengan semua sakit hati yang gue simpen. Ini saatnya gue lepasin semuanya. Dan gue yakin ini obat dari semua kekosongan gue" jelas Amira sembari menatap Putra.

Amira [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang