Part Bonus [ Hadiah Terindah]

522 14 0
                                    

7 bulan kemudian...

Amira berjalan bergegas menuju ruangan Titan. Beberapa bulan lalu Titan diangkat menjadi manager brand inventori control di kantor pusat. Dan siang ini Amira ingin mengantar makan siang untuk suaminya.

Mulai hari ini Amira sudah mulai cuti persiapan melahirkan. Beberapa Minggu lagi adalah hari perkiraan kelahiran calon anak-anaknya. Dan Amira semangat menyambut kehadiran buah hatinya dengan Titan.

Saking semangatnya, Amira langsung masuk ruangan Titan tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Bukan senyuman hangat atau seringai jahil Titan yang didapatinya, tapi sebuah pemandangan yang menghancurkan hati Amira. Seorang perempuan cantik sedang berusaha memeluk Titan.

PRRAAANG..

Rantang di tangan Amira terjatuh bebas ke lantai.

"A-amira!" Gumam Titan kaget.

Tanpa sepatah katapun, Amira beranjak pergi meninggalkan ruangan Titan.

"Amira!" Panggil Titan seraya mengejar istrinya yang sudah bisa dipastikan salah paham dengan pemandangan tadi.

"Amira tunggu!"

Amira tak menghiraukan panggilan Titan. Dia terus berlari. Yang dia ingin saat ini adalah sesegera mungkin keluar dari kantor itu. Dia tidak ingin melihat wajah Titan. Entah mengapa sakit hatinya sama seperti ketika dia melihat Adiaksa bersama Lola dulu.

Amira berhenti di depan lift. Di tekannya berkali-kali tombol lift itu, tapi pintu lift tidak kunjung terbuka. Amira harus menunggu. Tidak, itu terlalu lama. Amira memutuskan menggunakan tangga darurat.

Dengan cepat Amira menuruni tangga. Namun nahas, di beberapa tangga terakhir kaki Amira terpeleset. Tubuh Amira menggelinding turun dan berhenti di anak tangga terakhir. Amira merasakan sakit luar biasa di punggung dan perutnya.

"To-tolong!" Suara Amira lirih. Tidak ada seorangpun melalui tangga itu.

Rasa sakit itu semakin tak tertahankan. Amira bisa melihat cairan merah mengalir dari sela-sela kedua kakinya. Ini buruk! Amira tidak ingin terjadi apa-apa dengan anak-anaknya.

Amira berusaha merangkak menuju pintu keluar. Beberapa kali dia berusaha menggapai gagang pintu yang sebenarnya tidak terlalu tinggi, tapi tenaganya yang mulai habis membuat tangannya gemetar dan sangat sulit mencapai gagang pintu itu. Nafasnya mulai tersengal karena rasa letih dan sakit yang berbaur menjadi satu. Tiba-tiba semuanya gelap, Amira tidak sadarkan diri.

***

Amira mengerjap-ngerjapkan matanya. Saat matanya mulai bisa menyesuaikan cahaya ruangan, Amira sadar itu bukan kamarnya. Amira mengedarkan pandangannya, dia mulai mengenali ruangan itru. Ini rumah sakit, tapi bagaimana dia bisa di sini? Amira lantas teringat kejadian terakhir yang di alaminya.

Amira akan bangkit dari tidurnya ketika merasakan nyeri luar biasa di perutnya. Amira meraba perutnya yang ukurannya berubah, tidak sebesar sebelumnya. Ada plester panjang merekat di perutnya bagian bawah.

"K-kemana anak-anakku?" Gumam Amira.

"Kemana anak-anakku?" Nada suara Amira berubah "Kemana anak-anakku?!"

Amira mulai histeris ketika menyadari perutnya tidak menunjukkan adanya gerakan seperti yang akhir-akhir ini dirasakannya. Perutnya telah kosong, anak-anaknya sudah lahir?

"Amira?!" Seseorang masuk tergesa mendengar teriakan histeris Amira.

Amira menatap kedatangan orang itu sendu. Orang yang dulu selalu menenangkannya saat dia histeris seperti ini.

Amira [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang