Tiga Puluh Dua

3.5K 142 0
                                    

Terlalu banyak pertanyaan
yang seakan akan
tak memiliki jawaban.

🐰🐰🐰

Veyra menggigit jari jari tangannya ragu. Menarik napas lewat hidung, mengeluarkannya lewat mulut. Itulah yang sedari tadi ia lakukan, tetap seperti itu dan berulang ulang.

Tangannya kini bergerak pelan mendekati kotak merah berukuran sedang di hadapannya. Sebuah kotak yang tiba tiba berada di kamarnya, benar benar aneh saat semua penghuni rumah itu tidak tahu asal usulnya. Bagaimana jika itu adalah bom yang dikirimkan haters hatersnya untuk membunuh Veyra?. Tidak mungkin, itu terdengar sedikit berlebihan. Lagi lagi Veyra menarik tangannya yang seinci lagi menyentuh kotak itu.

Akhirnya, dengan segenap jiwa dan raga Veyra mengumpulkan keberanian untuk membuka kotak itu. Dipejamkannya matanya saat kotak itu mulai terbuka.

"Nggak meledak" Desis Veyra pelan. Kemudian dengan perlahan matanya mulai terbuka sempurna.

Veyra mengernyit heran saat dilihatnya sebuah kain berwarna merah terlipat rapi di dalamnya. Dress, itulah yang dilihatnya saat lipatan itu terbuka. Juga sebuah note yang bertuliskan 'jam 7 malam, aku udah kirim taxi buat jemput kamu, jangan lupa gaunnya dipakai'.

Veyra memejamkan matanya. Apa lagi ini? Tebak tebakan? Sungguh Veyra tidak berminat mengikuti permainan siapapun apapun ini, kepalanya sudah mau meledak. Terlebih moodnya benar benar ada diambang kehancuran akhir akhir ini. Sekarang jam 18:00 tepat, itu artinya Veyra memiliki satu jam untuk memutuskan apa yang akan ia lakukan tentang hal ini.

Veyra menenggelamkan wajahnya ke bantal, namun tiba tiba pikirannya tertuju pada seseorang, Arga. Kemudian ia menggeleng keras, mana mungkin orang yang mengirimkan semua ini adalah Arga. Rasanya mustahil. Tapi, bisa jadi memang Arga!.

Dengan langkah lebar Veyra berlari menuju kamar mandi untuk bersiap siap. Hanya butuh lima belas menit, kini Veyra sudah siap dengan mini dress berwarna merah menyala itu. Sebenarnya Veyra sedikit tidak nyaman dengan pakaian itu. Bagian atasnya cukup terbuka untuk ukuran gadis seumurannya, namun perkiraannya tentang Arga membuat Veyra tak terlalu memperdulikan hal itu.

Dengan segera ia turun kebawah saat dilihatnya sebuah taxi berhenti dirumahnya, dan masuk kesana dengan perasaan berdebar, gugup. Tanpa memperdulikan keselamatan dirinya.

🐰🐰🐰

"Mau kemana, sayang?"

Arga menoleh, memandang Rissa sesaat tanpa menjawab pertanyaannya. Kemudian melanjutkan langkahnya keluar rumah, diiringi hembusan napas Rissa yang menatap nanar punggung Arga. Arga kembali seperti dulu, dingin dan jauh. Tak tersentuh.

Dengan langkah lebar Arga berjalan menuju motor besarnya, suara seseorang di seberang telepon itu terus terngiang di telinganya.

Nggak usah dateng kalo lo mau temen lo nggak selamat.

Arga semakin kalap menarik gas motornya. Ia tak tahu siapa yang dimaksud 'temannya', tapi pikirannya hanya mengarah ke Aldo dan Ano. Secara mereka adalah yang paling ceroboh diantara mereka semua.

Motornya berhenti tepat diseberang jalan bangunan itu. Sebuah mini bar yang beberapa kali ia kunjungi bersama teman temannya, sekedar untuk meringankan beban pikiran.

Dengan tergesa Arga meloncat turun dari motornya, menyebrangi jalanan yang lumayan ramai malam itu.Tiba didepan bar itu, napasnya tercekat. Demi apapun itu, Arga tidak menyangka dengan apa yang dilihatnya. Atau lebih tepatnya, Arga tidak ingin melihatnya.

ARGA✔[Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang