HELLO AND GOODBYE 04

213 26 4
                                    

Ketika kamu mulai mencintai seseorang maka pandanganmu akan berubah. Ya, kamu akan menjadi lebih peduli dibandingkan sebelumnya, kamu akan mengalahkan egomu demi membuatnya bahagia.

-Hello and Goodbye-

...

Jika ada yang bertanya apa hal paling menyakitkan sekaligus menyenangkan ketika bertemu dengan seseorang? Maka Ayumi akan menjawab merasakan cinta. Dengan merasakan sebuah cinta kita akan memandang hidup dengan pandangan yang berbeda, prioritas bukan lagi hanya sekedar diri sendiri namun juga orang yang kita cintai.

Namun sayangnya, terkadang manusia seolah-olah menutup mata ketika sedang merasakan cinta. Manusia seakan lupa bahwa akan ada rasa kekecewaan sekaligus kesedihan ketika terlalu bahagia memandang keindahannya. Dan ketika hati merasa tersakiti maka akan menjadi sulit untuk membuka hati untuk orang yang lebih baru lagi.

Ting tong...

Bel rumah berwarna putih dengan dua tingkat itu ditekan. Dengan keranjang kue di tangannya sesekali Ayumi melirik papan nama keluarga yang tertera di dinding pagar. Aoki. Kini seluruh anggota keluarga itu telah menjadi keluarganya juga, bukan seperti hubungan asing yang terasa begitu jauh namun hubungan itu haruslah hangat dan terasa begitu dekat.

Pintu dibuka dengan lebar. Ayumi menahan napas begitu seseorang muncul di balik pintu sana. Sudah jelas bukan Takumi, hanya saja si pembuka pintu ini memiliki jiplakan wajah yang sama seperti Takumi. Mata bundar, meskipun wajah itu tidak sebundar wajah Takumi, lagipula ekspresi datar ini...

Berusaha mungkin Ayumi tersenyum, mengangkat sebelah tangan. Mengerikan sekali. "H-hai."

"Kau siapa?"

"Hah?" Refleks saja pertanyaan itu terlontar dari mulut Ayumi. Bagaimana bisa cowok belasan tahun dengan kacamata itu melupakan dirinya? Oh baiklah, mungkin dirinya yang baru menjadi bagian dari anggota keluarga ini bisa saja dilupakan tapi mana mungkin adik sendiri melupakan perjalanan hidup abangnya? Oh ayolah, dirinya kan...

Cowok itu menghela napas panjang, masih dengan komik yang berada digenggaman. "Aku hanya berpura-pura bodoh. Tidak disangka reaksimu seperti itu. Sekarang masuklah."

"Ah... haha, baiklah," Kaki jenjang Ayumi memasuki rumah seraya tertawa datar dirinya memerhatikan Taka di depannya. Abang yang datar dan sulit ditebak, lalu adik yang datar dan menyebalkan, sungguh perpaduan yang tidak menarik.

"Ayumi-chan!"

Sontak Ayumi menghentikan langkah, ditolehkannya kepala ke sisi dapur begitu mendengar suara melengking memanggil namanya. Seorang perempuan paruh baya dengan celemek dikenakannya itu kini mencondongkan tubuh, mengintip sisi ruang makan dengan dinding yang diberi ruang kosong persegi panjang sebagai ruang masak. "Sini."

"Baik," Ayumi meletakan keranjang kue tersebut di meja makan seraya menuju ruang dapur. Berantakkan, wajah Ayumi memucat seketika, suara tegukan ludah terdengar begitu jelas begitu memerhatikan putihnya tepung berada dimana-mana. Lantai, meja kompor, dan ini benar-benar mengerikan.

"Itu..." Ayumi menggaruk belakang kepala, masih saja memandang kekacauan dapur yang tidak pernah ada dalam bayangannya. "Apa okaasan perlu bantuan?"

____

"Um... setidaknya yang ini jauh lebih manusiawi."

Taka Aoki, cowok berusia belasan tahun memejamkan mata, digenggamnya komik dengan erat seraya menikmati cita rasa manis yang berbau mint dari cake berwarna hijau yang berhasil menyentuh lidahnya.

"Kau suka Taka-kun?" tanya Ayumi tersenyum puas, dirinya yang sedari tadi berdiri di samping meja belajar cowok itu kini terus memerhatikan pipi kembung Taka yang tidak henti mengunyah cake di hadapannya.

Cake ditelan, cowok itu meraih segelas air mineral yang diletakkan Ayumi di atas nampan, lalu mengangguk. "Ah ya, lumayan setidaknya onii ku tidak keracunan nantinya," ucap Taka datar, membuka halaman buku yang sempat diganjalnya dengan jari telunjuk, tampak begitu polos, tanpa wajah bersalah dan seolah tidak menyadari apa yang diucapnya bisa menusuk hati seseorang begitu mudah.

Diam-diam Ayumi tertawa datar. Setidaknya? Takumi? Keracunan? Tidak bisakah cowok ini bersikap baik padanya? Yah seperti hal sederhana saja mengatakan masakan ini enak ataupun tidak berpura-pura bodoh seperti di ambang pintu rumah tadi.

Heran, Ayumi menoleh memerhatikan setiap sudut ruangan kamar berwarna hijau tersebut dengan teliti. Padahal jika dilihat keluarga ini tampak begitu harmonis, dengan kedua orangtua yang ceria dan penuh keramahan, tapi kenapa baik Takumi maupun Taka bisa menjadi sedatar ini? Apa ketika lahir keduanya dalam kondisi baik-baik saja? Tidak salah ambil atau terbentur sesuatu kan?

"Okaasan, ada berbicara apa denganmu?" tanya Taka tiba-tiba tanpa mengalihkan pandangan dari komik detektif di tangannya.

Bibir Ayumi terangkat, dirapikannya piring begitu juga gelas di nampan lalu mengelilingi setiap sudut kamar tersebut. Sungguh berbeda, jika kamar Takumi dipenuhi tempelan poster dan album musik maka kamar ini dipenuhi dengan komik-komik. Lihat saja, bahkan rak buku yang seukuran dinding kamar ini sudah tampak padat diisi dengan setiap serinya. "Bagaimana cara membuat kue mungkin?" jawab Ayumi setengah bertanya balik.

Komik dihentakkan di atas meja dengan napas jengah cowok itu kini membenarkan kacamata bingkai hitamnya seraya menoleh ke belakang. "Apa dia ada bertanya tentang onii? Yak! Jangan menyentuh koleksi Doraemonku!"

Gerakan Ayumi terhenti seketika, diurungkannya niat untuk meraih komik robot berwarna biru dengan angka 1 tersebut. Ayumi membalikkan tubuh, duduk di tempat tidur, memerhatikan Taka yang duduk tidak jauh dengannya. Benar-benar pemandangan indah, bahkan hanya dengan duduk saja cowok itu disinari oleh matahari siang.

"Jawab pertanyaanku oneesan," ucap Taka datar, menekankan pada kalimat terakhir agar gadis itu buyar dari lamunannya.

Baru ingin memasuki dunia imajinasinya, sontak saja Ayumi mengerjapkan mata begitu cowok itu mengibaskan tangan di hadapan wajahnya. Ayumi mengangguk, kuat. "Ada, yah semacam pertanyaan apa kabar dengan onii-mu? Apakah Takumi-kun selalu berbuat baik padaku atau tidak? Lalu..."

"Kau jawab apa?" tanya Taka memotong pembicaraan, cowok itu menyandarkan punggung di kursi belajar kembali seraya membenarkan lengan kaos hitamnya yang tampak tergulung. Ayumi mengernyit, berhasil membuat cowok itu mengembus napas jengah berulang kali dan menjelaskan lagi untuk yang kesekian kali. "Untuk pertanyaan apa onii selalu bersikap baik denganmu atau tidak, jawaban apa yang kau berikan untuk okaasan?"

"Tentu saja baik," Ayumi menyipitkan mata dengan senang dan dapat ia lihat Taka mendadak terperangah, mengangkat sebelah sudut bibir setengah terkejut sekarang. Baik? Berusaha mungkin Ayumi mengangkat kedua sudut bibir, Takumi memang baik kepadanya, laki-laki itu selalu saja diam dan tidak pernah melakukan kekerasan fisik padanya. Tapi di sisi lain?

Jujur, dirinya sedikit ragu dengan jawabannya sendiri. Disisi lain Takumi cenderung bersikap tidak peduli padanya, jangankan untuk mengobrol ringan, Takumi saja selalu menatapnya seperti orang asing dan tinggal di lingkungan yang begitu asing.

Suara deritan dari kursi belajar terdengar, Taka bangkit, cowok itu berdiri memunggungi Ayumi seraya menatapi koleksi komik yang memenuhi setiap ruang rak buku tersebut. "Tolong jaga abangku, kalau kau menyakitinya..."

Taka membalikkan badan, kedua mata Ayumi mengerjap heran begitu cowok itu menyodorkan komik dengan gambar robot kucing berwarna biru seri pertama di hadapannya. Taka memasang wajah datar, berbicara. "Aku tidak akan pernah meminjamkanmu komik lagi mengerti?"

___

Thank's for reading. I hope you enjoy it!

Perlu cast kah?

Hello and Goodbye [J-Lit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang