HELLO AND GOODBYE 31

103 12 0
                                    

Ya, aku yang seperti ini mungkin tidak terlihat olehmu. Tapi siapa yang menyangka bahwa aku juga menahan perasaan sakit itu?

-Hello and Goodbye-

...

Jika saja seseorang bisa saling memahami antar satu sama lain mungkin kesalahpahaman akan sulit terjadi. Seandainya saja dirinya seorang Takumi begitu mudah menjelaskan semua pemikirannya kepada Ayumi maka semuanya tidak akan seperti ini.

Ya, terasa begitu dingin dan canggung.

Takumi, cowok dengan kaos putih dan celana pendek hitam selututnya itu kini memiringkan tubuh, ditariknya selimut yang tadi membentangi bagian bawah ranjang empuk itu lalu memerhatikan lemari baju di hadapannya, setengah pandangan menerawang.

"Takumi..."

"Hm," jawab Takumi sebagai pertanda iya. Jika dugaannya benar mungkin Ayumi juga sama melakukan hal sepertinya. Berbaring, menghadap ke arah yang berlawanan, dan saling memunggungi satu sama lain. Ayumi, gadis itu sedang tidak memanggilnya dengan embel 'kun' dan sudah dapat Takumi tebak betapa buruknya suasana hati gadis itu.

"Takumi tidak merasa bersalah?" tanya Ayumi pelan, nada suara yang masih saja tercekat itu dapat Takumi dengan sekarang.

Mata bundar sayu Takumi kini terasa sendu, tanpa tersenyum ataupun sebaliknya, laki-laki itu hanya bisa menjawab 'tidak' tanpa rasa bersalah. Ya, mungkin seperti itu jika dilihat dari luar. Tapi di dalamnya? Entahlah.

Dari belakang Takumi, Ayumi tersenyum samar. Dicengkramnya sudut bantal yang berada di kepala begitu rasa sesak lagi-lagi menghantam bagian dadanya. "Seandainya saja kita bertukar posisi, aku sedang berdua dengan Masaki lalu aku mendekatinya dan aku melakukan hal yang sama seperti apa yang Takumi dan Reina lakukan, bagaimana perasaanmu?"

Sontak Takumi menoleh belakang, kedua sudut alis itu menurun tidak terima seraya memerhatikan Ayumi yang memunggunginya. Berusaha mungkin untuk mengendalikan emosinya, Takumi kembali pada posisi, menatap lemari dengan datar, mencoba untuk tenang.

"Tidak masalah, jika kau memang ingin melakukan hal seperti itu dengan Masaki bukan masalah untukku," jawab Takumi menahan napas, diam-diam menggertak gigi dengan geram. "Dengan begitu aku jadi tahu kau orang seperti apa,"

"Memang Takumi sendiri seperti apa?" tanya Ayumi berhasil membuat cowok bermata bundar itu terdiam seketika. Tidak tahu, ingin rasanya Takumi menjawab, bagkan pemilik tubuh ini saja begitu kesulitan untuk mengenali diri sendiri. Ayumi melanjutkan, napas bahkan suara gadis itu terdengar begitu berat bahkan kesulitan hanya untuk bicara seperti biasa. "Aku tidak mengerti bagaimana sikap Takumi-kun selama ini. Takumi­-kun sulit untuk kumengerti bahkan hingga saat ini."

"Hm," gumam Takumi mengangkat kedua alis sebagai reaksi dari setiap ucapan gadis itu.

Ayumi tertawa pelan dan sudah dipastikan datar, tanpa nada. "Takumi-kun terkadang begitu baik bahkan perhatian denganku untuk hal sekecil apapun tapi kadang Takumi-kun juga..." Hening sejenak, Ayumi menelan ludah begitu rasa tercekat menyelimuti pangkal tenggorokannya. "Takumi-kun entahlah sulit untuk dimengerti, kalau bileh jujur akdang aku merasa lelah menghadapi perasaan seperti itu."

"Bahagia..." Ayumi tersenyum tipis, memerhatikan hiasan berbetuk setengah tabung yang berada di meja kecil samping tempat tidur. "Lalu keesokan harinya berubah menjadi dingin. Naik turun seperti roller coaster, membingungkan sekali."

"Ya," jawab Takumi pelan, menerawang kosong, membiarkan Ayumi berbicara sepuasnya.

"Kadang aku ingin menebaknya tapi tetap saja tidak menemukan jawaban," jelas Ayumi, mata bulat itu perlahan mengerjap, begitu mengelus hiasan bola kaca tersebut. Mungkin boleh saja di hiasan kaca itu menunjukkan bahwa kedua patung dengan pakaian nikanya itu tampak bahagia tapi pada faktanya? Sungguh berbanding terbalik bukan? "Dan pertanyaan yang begitu sering terlintas di pikiranku adalah Takumi-kun sebenarnya mencintaiku atau tidak?"

Entahlah, tidak ada jawaban dari Takumi. Jika Ayumi terus memendam segala pertanyaan di kepalanya maka Takumi selalu menahan jawaban dari setiap pertanyaan. Bukan hanya satu jawaban yang pasti dua. Ya, dimana ketika logika dan hati tidak dapat bekerjasama dan selalu bertentangan dalam memberikan jawaban.

Di satu sisi perasaannya mengatakan iya. Ya, dirinya sangat mencintai bahkan ingin melindungi, tidak membuat gadis itu menangis apalagi hingga terluka seperti ini. Tapi di sisi lain?

Ya, diam-diam Takumi mengembus napas panjang, mendirikan sebelah tangan di bawah bantal. Logikanya sellau menepis kata hari, membiarkan dirinya untuk melakukan hal sebaliknya, dirinya harus mengikuti peraturan awal sebelum menikahi gadis ini. Ya, ia tidak boleh mencintai siapapun dan jika ia melakukanya maka sudah dipastikan dirinya akan melukai orang itu jauh lebih dalam lagi.

Tak ingin gadis itu terus-terusan kalut dalam suasana menyebalkan. Secepat mungkin Takumi berbicara. "Kau tidak perlu memikirkan pertanyaan bodoh seperti itu. Jadi istirahat dan tidurlah."

"Tapi..."

"Sudahlah," ucap Takumi lembut, menekankan. Tanpa peduli dengan suara isakan gadis itu, Takumi meraih hp, mengetik pesan untuk seseorang di seberang. Ya, seseorang yang selalu membuatnya sesak napas dan menyadarkannya betapa penting arti untuk memertahankan kehadiran seseorang yang dicintai.

Takumi Aoki

Masaki, tolong simpankan penggalan lirik untuk album kita.

'sekalipun itu takdir, apakah mencintaimu adalah sebuah kesalahan besar?'

Pesan dikirim, namun tak lama suara getaran terdengar kembali. Takumi membuka pesan, mendadak saja dirinya menahan napas begitu membaca balasan dari seberang.

Masaki

Berhenti bermain dengan perasaan Ayumi. Bagaimanapun keadaannya-meskipun dia milikmu-aku akan tetap melindunginya. 

____

Thanks for reading. I hope you enjoy it!
Aku update tiga part hehe...
Vote, conment, krisarnya sangat membantu ^^

Up : 05.05.2020

Hello and Goodbye [J-Lit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang