HELLO AND GOODBYE 18

91 14 1
                                    

Di antara triliun orang di dunia ini, entah kenapa hanya ada beberapa orang saja yang cukup memahami dirimu. Dan itu sudah lebih dari cukup.

-Hello and Goodbye-

...

Mungkin benar apa yang dikatakan oleh orang di luar sana. Cinta itu buta, meskipun dapat dilihat oleh mata namun belum tentu hati dapat merasakan. Akan tetapi, bila hati sudah mulai merasakan maka akan jauh lebih mudah, dimana kita menerima segala kekurangan maupun kelebihan orang tersebut.

Cahaya matahari siang menerpa kota Tokyo, kafe yang sedari tadi sudah tampak ramai kini semakin bertambah pengunjung dan tentu saja untuk menyegarkan tenggorokkan dengan minuman dingin.

"Siapa yang menelponmu hm?"

Ryuji, cowok berambut pirang yang tadi tengah menatap layar handphone itu kini menoleh ke arah sumber pertanyaan. Masaki yang penasaran hanya mengangkat kedua alis seolah kembali bertanya.

Ryuji menggeleng, tersenyum sinis seraya menekan tombol power off pada hp berhasil membuat layar yang tadi tampak terang kini menggelap. "Hanya orang bodoh yang tidak mengerti cinta."

"Hm?" Masaki mengernyit. Cowok dengan kaos putih dibalutkan kemeja hitamnya itu kini memasang wajah konyolnya seraya menyesap milkshake strawberrynya. "Berhati-hatilah, nanti kau juga ikutan bodoh Ryuji."

"Mana mungkin, asal kau tahu saja aku ini pakar cinta terbaik yang pernah ada," jelas Ryuji tersenyum meremehkan. Tak lama mencondongkan tubuh, memandang Masaki dengan penasaran. Hebat sekali, lubang hidung cowok yang tengah menyesap milkshakenya itu besar sekali bahkan Ryuji yakin sedotan itu pasti akan masuk.

Masaki memasang wajah linglung. "Ada apa?"

Senyum yang tadi meremehkan kini seketika berubah menjadi jail. "Kau juga beberapa hari ini berubah."

"He?" Lubang hidung Masaki semakin besar, cowok itu menyesap tetes terakhir pada gelasnya. "Berubah bagaimana?"

"Menjadi lebih baik mungkin?" jelas Ryuji mengangkat kedua bahu lalu kembali menjelaskan. "Kau tidak berpura-pura tertawa lagi. Kau benar-benar tertawa, bukan untuk melampiaskan atau menghilangkan kesedihanmu."

"Ah ya," Sepotong cake keju ditusuk menggunakan garpu. Secepat mungkin makanan empuk itu meluncur di mulut berhasil membuat pipi itu mengembung ketika mengunyahnya. "Beberapa minggu ini terasa ringan, menyenangkan sekali."

"Baguslah," Seulas senyum terlintas, tampak Ryuji mengalihkan pandangan, sorot mata itu tampak begitu puas. "Aku senang kalau melihat kalian semua senang. Oh ya, kau senang karena ibu angkatmu pulang dari Australia?"

"Aku yang malah kena marah karena tidak menjemputnya semalam," gerutu Masaki, menusuk potongan kue berbentuk dadu itu kembali. Tampak begitu lembut. Cowok menggeleng pelan, lalu meneguk segelas air mineral. "Ada seseorang yang membuatku seperti ini. Aku jadi bisa menerima diriku apa adanya, aku jadi lebih berusaha untuk menghargai kelebihanku."

"Siapa?" tanya Ryuji nengangkat sebelah alis.

Masaki tersenyum simpul, wajah yang selalu saja terlihat lucu itu kini tampak memerah, secepat mungkin menunduk, fokus pada bagian parutan keju. "Tidak akan kuberi tau."

"Menyebalkan," desis Ryuji, diraihnya es batu yang tersisa dalam gelas kosong tersebut lalu setengah melemparnya ke arah Masaki. Sial, berhasil dihindar oleh Masaki. "Kau harus beritahu padaku, bagaimana juga aku ini abangmu."

"Kau juga mengenalnya kok," ucap Masaki menunduk, berulangkali dirinya mengalihkan topik pembicaraan dan tetap saja hasilnya nihil. Ryuji yang penasaran itu selalu saja mendesak meminta untuk diberitahu.

"Aku mengenalnya?" Dahi lebar itu mengernyit, ujung topi yang tadinya tertera santai di belakang kepala kini diputar hingga depan menandakan tengah berpikir. "Hei, beritahu aku kenapa alasan kau tidak ingin memberitahunya padaku."

"Karena aku mencintainya dan sayangnya hal itu tidak boleh kulakukan. Jika aku melakukannya mungkin aku akan kehilangan banyak hal, sahabat, keluarga, karir."

Mata Ryuji membulat seketika. "Kau mencintai orang seperti apa hah?! Untuk apa kau mencintai gadis seperti itu?"

Masaki tertawa pelan, diusaikannya pandangan pada cake di hadapannya lalu memerhatikan Ryuji dengan pandangan menenangkan. "Dia gadis yang sederhana meskipun sulit ditebak. Dia tidak akan mudah terbuka bahkan cenderung tidak terlihat bila berdekatan dengan orang-orang baru, tapi dia akan jadi gadis yang paling hebat ketika berada dalam kesendirian. Kurasa seperti itu."

"Seperti tidak asing. Sial kau Masaki, kenapa malah membuatku semakin penasaran. Gadis mana yang sedang dekat denganmu hm? Sebentar, aku pikirkan dulu."

Masaki mengangguk, tertawa kemenangan. Tampak Ryuji berpikir keras sekarang. Suara dentingan piring, gelas sisa makanan terdengar begitu pelayan dengan sigap merapihkannya dari satu meja ke meja lainnya.

Demi apa Masaki berharap semoga Ryuji tidak bisa menebaknya. Bukan karena dirinya tidak percaya, hanya saja dirinya juga tidak ingin membesarkan perasaan cinta seperti ini.

Akan jauh lebih baik bila ia memendam sendirian dan mana tahu saja dengan memendamnya sendiri perasaan cinta itu akan berubah menjadi seperti biasa.

"Masaki..." Ryuji yang tadinya membenamkan wajah di antara kedua lipatan tangan kini mengangkat kepala. Memerhatikan Masaki dengan pandangan tidak percaya. "Aku tidak tahu ini benar atau tidak, dan aku berharap dugaanku sepenuhnya salah. Tapi mustahilkan?"

Tampak Masaki menahan napas, bahu yang tadinya tampak rileks kini terangkat seketika, alih-alih takut Ryuji dapat membaca pikirannya. Bagaimana juga bukankah sahabat dapat menjadi orang yang paling menyeramkan? Mereka akan mengetahui sisi dalam dan luar dari sahabatnya bukan?

"Mustahil kau mencintai Ayumi kan?"

Hening. Tak ada jawaban dari Masaki, kepala itu tertunduk berhasil membuat Ryuji membulatkan mata. Sorot pandangan cerah yang tadinya berasal dari mata bulat Masaki kini meredup seketika. Entahlah, bukan hanya Ryuji yang bingung, bahkan dirinya sendiri harus bersikap seperti apa.

Di satu sisi dirinya senang dapat bertemu gadis itu, mencintai gadis itu. Tapi di sisi lain? Ya, ada rasa bersalah yang begitu dalam apabila ia melakukannya.

Ryuji menjentik punggung tangan Masaki dengan pelan, berhasil membuat cowok berwajah oval itu mengangkat kepala dengan tidak selera. Ryuji menatap tegas. "Mana mungkin kau mencintai istrinya Takumi kan?"

"Maaf Ryuji," gumam Masaki, ditelannya ludah begitu merasakan seolah batu besar tengah mengganjal tepat di tengah tenggorokkannya. Tak ada lagi Masaki dengan tingkah absurdnya, tidak ada Masaki dengan ekspresi bercanda baik itu mulai dari wajah maupun sorot matanya.

Masaki yang serius dan percayalah, Ryuji tidak pernah mengharapkan ekspresi seperti itu.

"Tapi aku tidak mempunyai alasan untuk menyangkalnya."

___

Thank's for reading! I hope you enjoy it! ^^

Hello and Goodbye [J-Lit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang