HELLO AND GOODBYE 30

82 10 0
                                    

Tidak apa. Bukankah dalam menjalani hidup kita harus terbiasa dengan rasa sakit?

-Hello and Goodbye-

...

Seandainya saja ketika dari lahir seseorang sudah diberi label seperti apakah ia dewasa nantinya, ya contohnya saja seperti sifat apa yang akan ia punya mungkin akan terasa lebih menyenangkan. Tenang karena kita bisa menemukan orang-orang yang tepat tanpa harus menghabiskan waktu hanya untuk berkenalan dan pada akhirnya dikecewakan. Cukup memilih mana orang yang ingin kita hadirkan dalam hidup lalu menetap di hati tersebut.

Ya, seandainya saja hal itu nyata, mungkin dalan seumur hidupnya Takumi tidak akan pernah menyesali keoutusannya seperti ini. Ya, membentuk hubungan dengan orang yang salah hingga terus-terusan terasa mengganggu dan nenghadirkan begitu banyak penyesalan yang dibawa oleh Takumi hingga saat ini.

Seandainya saja dirinya tahu kalau cerita itu bukanlah Reina yang menuliskannya, mungkin dirinya sedari dulu sudah berkenal dengan Ayumi. Ya, bersahabat serta menjalani hubungan dengan baik. Sebelum semuanya hancur, baik itu hidup, harapan, maupun kepercayaan pada orang-orang terdekat.

"Sudah cukup latihannya," ucap Takumi, menghentakkan setiap ratusan lembar script itu ke meja ruang tengah drngan kuat. Reina, gadis yang sengaja Takumi undang untuk datang ke rumahnya itu tamoak tereentak, berdiri di hadapan Takumi tanpa bergerak.

Takumi merebahkan tubuh ke sofs, dilapnya buliran keringan dingin yang mengalir dari dahinya seraya mengatur napas begitu merasakan satu hal ganjil yang berada pada tubuhnya. Tidak, ini bukan hal ganjil yang bernama perasaan tapi ada rasa sakit yang sesungguhnya, yang berhasil membuat bibir itu tampak pucat.

"Takuki," Reina mendaratkan tubuh di sofa, tepat di samping Takumi. Baru saja gadis itu ingin meletakkan punggung tangab ke dahi Takumi namun secepat mungkin ditepis begitu kuat dengan oemilik tangan lebar tersebut.

"Jangan ikut campur dalam urusanku. Aku sedang dalam keadaan seperti ini atau tidak bukan urusanmu," ucap Takumi dingin. Dioejamkan mata sejenak sesekali menekan pelipis dengan kuat lalu melirik Reina dengan tajam.

Rumah tampak sepi, Ayumi entah pergi kemana setelah keributan kecil tadi dan itu pertanda... perlahan Takumi tersenyum puas, begitu sinis disaat membayangkan dimana keduanya memiliki privasi sekarang.

"Sebenarnya tujuanku mengajakmu ke sini bukan hanya untuk latihan naskah," ucap Takumi tersenyum miring berhasil membuat Reina nengernyit, gadis itu sedikit termundur belakang begitu Takumi mencondongkan tubuh, menyioitkan mata dengan tajam seraya melipat kedua tangan ke dada. "Ada hal yang jauh lebih penting di dunia ini dibandingkan pekerjaan."

"Apa?" tanya Reina.

"Orang sepertimu tidak akan mengerti Reina," ucap Takumi datar, tersenyum sinis. Ah, mungkin sinisan itu juga sesuai diberikan untuknya. Ya, dirinya sendiri yang terlambar menyadari akan hal-hal kecil bernama cinta. "Dan pertanyaan yang kutanyakan hanyalah hal bodoh apa yang kau ucapkan pada Ayumi waktu itu?"

"Waktu itu?" tanya Reina mengernyit. Rambut hitam sepinggang itu tampak tergerai begitu memiringkan kepala, memasang wajah aneh.

Takumi tertawa datar, dalam hati mengutuki sikap polos Reina. Untuk kedua kali ya Takumi berjanji tidak akan pernah termakan oleh sikap bodoh gadis itu lagi. "Jangan berpura tidak tahu, disaat keesokan hari kau dan Rin mengunjungi rumah ini"

Hello and Goodbye [J-Lit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang