Ketika logika meminta untuk pergi sementara hati meminta untuk tetap hadir meskipun berulang kali dikhianati.
-Hello and Goodbye-
...
"Maaf, kau jadi pulang terlambat karena menemaniku."
Pintu mobil berwarna hitam ditutup dengan rapat. Ayumi, gadis dengan sepatu putih yang menyelimuti kakinya itu tersenyum, memerhatikan Masaki yang berbicara padanya dari dalam mobil. Langit mulai berganti malam dan untunglah Ayumi tadi telah menyiapkan bahan makanan, yah setidaknya Takumi tidak perlu menunggunya dirinya memasak jauh lebih lama.
Ayumi menggeleng, menunduk, memerhatikan dress hijau muda selutut yang ia kenakan, begitu nyaman dan indah. Benar kata Masaki, terlihat sederhanan namun memiliki kesan elegan. "Harusnya aku berterimakasih denganmu, dress ini bagus."
Kedua sudut bibir Masaki terangkat puas, pemilik kaos cokelat yang berbalut jaket hitam itu mengangguk, duduk di bangku penumpang. Sementara bagian depan? Ya, siapalagi kalau bukan supir dan manajernya. "Aku senang kalau kau menyukainya. Ah Ayumi-chan, aku pulang dulu ya? Aku harus memosting blog untuk penggemarku."
"Baiklah," Ayumi menyengir, malambaikan tangan. Mobil hitam Masaki berlalu, semakin menjauh hingga tidak tampak dari pandangan Ayumi. Belum sempat tangan jenjang itu membuka pintu sontak pintu sudah terbuka terlebih dahulu.
Ayumi tersentak, termundur belakang. "Reina?"
Gadis yang sedari tadi berlari tertunduk itu kini menoleh. Rambut sepinggang itu sedikit bergerak begitu memerhatikan AYumi di sampingnya, tanpa bicara. Ayumi menahan napas begitu memerhatikan pemilik bola mata cokelat itu, tampak berair. "Ada apa?
Nihil, tak ada jawaban, Reina menggeleng cepat, meninggalkan kawasan rumah bertingkat dengan gaya modern tersebut. Ayumi mengernyit, melepaskan sepatu seraya berjalan masuk/ Sebenarnya apa yang sedang terjadi di rumah ini?
"Takumi-kun?"
Plakk!
Suara tamparan terdengar kuat. Ayumi yang baru saja melangkah ke ruang tengah sintak tersentak, termundur belakang. Dibungkamnya mulut dengan kedua tangan begitu memerhatikan pemandangan di hadapannya. Nihil, berusaha mungkin dirinya ingin ke ruang tengah dan sayangnya tubuh ini hanya ingin bersandar di belakang dinding pembatas ruangan.
Takumi meringis, pemilik wajah bundar itu memejamkan mata dengan erat seraya mengusap pipinya yang tampak merah. "Rin, sakit..."
Plakk!
Kini pandangan Takumi beralih ke kanan begitu tamparan itu mendarat ke pipi kirinya dengan kuat. Bagian pipi kanan dan kiri sudah tampak memerah. Sungguh, Rin benar-benar adil. Rin berdecak, memajukan dagu, memerhatikan Takumi dengan tajam. "Apa yang salah darimu Takumi?"
Takumi menunduk, mata bundar itu tampak sayu tanpa berniat membalas tatapan gadis di hadapannya itu. "Tidak ada."
"Tidak ada?!" tanya Rin meninggi, gadis dengan rambut dikucir satu itu tersenyum sinis, setengah pandangan menuntut. Ya, menuntut segala jenis pertanyaan apa yang menyebabkan seorang Takumi berpikiran bodoh seperti ini. "Membawa Reina kesini, berbicara dengannya, lalu bagaimana bisa setelah itu kau berpikir untuk... ahh!" teriak Rin frustasi, begitu kembali mengingat apa yang terjadi di hadapannya.
Takumi mengangkat kepala, berbicara. "Aku hanya berci..."
"Bodoh! Benar-benar bodoh!" bentak Rin tanpa jeda, memotong suara bass itu. "Apa kau tidak berpikir bagaimana perasaan Ayumi jika melihatnya? Bagaimana jika ia melihatmu berduaan dengan Reina seperti itu? Apa kau tidak bisa berpikir kalau itu akan menyulitkan semuanya?"
Takumi terdiam, menelan ludah, menahan napas, kembali tertunduk.
"Bagaimana bisa otakmu sekecil itu Takumi? Aku tau apa masalahmu, tapi tidak bisakah kau berpikir lebih baik. Bagaimana perasaan Reina yang kau perlakukan spesial seperti itu, lalu bagaimana perasaan Ayumi yang melihatmu. Kalian baru saja beberapa bulan menikah dan kau..."
"Rin-chan."
Ucapan RIn terputus seketika begitu suara nyaring dan lembut dari seseorang memanggilnya. Rin menggigit bibir bawah, berusaha mungkin gadis itu menahan diri untuk tidak mengumpat begitu mendengar panggilan dari belakang.
Ayumi. Baik itu Rin maupun Takumi menahan napas seketika. Ada begitu banyak alasan mengapa keduanya memiiki reaksi yang sama. Selain gadis itu tampak jauh berbeda dengan dress yang dikenakannya, mata bulat itu juga tampak...
Berair?
Rin menoleh ke arah Takumi seketika. Dengan menahan ekspresi bersalah cowok itu memerhatikan Ayumi di hadapannya tanpa mengerjap. Kedua sudut bibir Ayumi terangkat, langkah kaki jenjang itu tampak limbung begitu memasuki ruang tengah, memerhatikan tas kecil dengan gantungan yang tidak asing di matanya. Membentuk sebuah nama, Reina.
Berusaha mungkin Ayumi tertawa. Rin menahan napas, nyaris saja tersentak begitu tubuh kecil itu limbung terhempas di sofa seraya mencengkram gantungan dari tas kecil itu dengan erat. Tampak wajah yang selalu hangat itu kini menegang, pandangan yang biasanya terlihat lembut kini menuntu segala sesuatu yang menjadi pertanyaan di kepalanya.
"Ayumi..."
Nihil, Ayumi tidak memerhatikan panggilan bass itu. Masih dengan tertawa hambar, gadis itu menoleh ke arah kiri memerhatikan Rin yang berdiri tegak di sampingnya. "Rin-chan, bisa tolong jelaskan padaku apa yang baru terjadi?"
____
Thanks for reading! I hope you enjoy it!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello and Goodbye [J-Lit]
Romance(COMPLETE) "Karena pada nyatanya mengucapkan 'selamat tinggal' tidaklah semudah mengucapkan 'halo' ___ Satu hal yang tidak pernah terpikirkan oleh seorang Ayumi dalam hidupnya adalah menikah dengan Takumi Aoki. Takumi yang pendiam, terlihat tenang...