HELLO AND GOODBYE 42

77 7 0
                                    

Satu hal yang terlambat akan sulit diubah dalam waktu yang begitu cepat. 

-Hello and Goodbye-

...

Plakk!!

Suara tamparan terdengar begitu kuat memenuhi ruangan. Dari lantai bawah tampak tubuh Ayumi nyaris terhuyung memegang pipi kiri yang tampak memerah. Ayumi memejamkan mata sejenak, meringis sebelum memerhatikan perempuan paruh baya di hadapannya. Ibu Takumi, tadi perempuan itu mendadak menelponnya dan menyuruhnya untuk datang kesini, tapi kenapa... 

Perempuan paruh baya itu menggigit bibir bawah dengan erat seraya mengepalkan sebelah tangannya yang tadi terangkat. Dapat Ayumi lihat mata bundar yang mewarisi mata Takumi itu tampak bergetar perlahan terlihat basah seolah meluapkan rasa kecewa yang sudah lama ditahan. 

"Okaasan," gumam Ayumi. 

"Bagaimana bisa aku memilih orang yang salah untuk Takumi?" gumam wanita itu tercekat seraya menggigit bibir bawah dengan erat. "Bagaimana bisa orang yang kukira bisa menjaga anakku, melindungi anakku malah seperti ini?" 

Ayumi bergumam 'hah' tanpa suara, seraya menahan rasa perih yang masih menghantam di pipi. 

"Bagaimana bisa sebagai seorang istri kau melakukan foto bersama dengan pria lain?" Baru Ayumi ingin menyela, perempuan paruh baya itu kembali berbicara, memejamkan mata seraya meletakkan kedua tangan di pinggang memerhatikan Ayumi dengan menekankan.

"Masaki bukan? Sekalipun itu sahabatnya, tidak seharusnya kau menelantarkan Takumi, Ayumi! Takumi publik figur begitu juga denganmu yang seharusnya berada di sampungnya! Bukan seperti ini!" 

"Bahkan dimana dirimu sebelum Takumi dibawa ke rumah sakit? Kau tidak ada disaat keadaannya seperti itu bukan? Sebagai seorang istri harusnya kau jauh lebih memerhatikan kondisi kesehatan suamimu. Takumi itu..." 

"Okaasan!" Suara bass kini berhasil menghentikan pembicaraan itu. Ayumi yang mendapatkan perlakuan dari okaasan tentu saja hanya bisa menunduk. Ingin menyela? Membantah? Secepat mungkin Takumi menuruni anak tangga berdiri di samping Ayumi. Percuma, dirinya seorang Takumi sudah cukup hafal bagaimana cara bertahap hidup di keluarga seperti ini.

Keras kepala? Sangat. Bahkan memiliki rasa percaya diri yang begitu tinggi. Ya, terlalu percaya dengan apa yang diputuskan dalam pemikirannya seorang diri. 

"Berhenti menyakiti Ayumiku!" ucap Takumi lagi, dicengkramnya bahu kecil Ayumi dengan erat terasa bergetar. Ah ya, getaran ini bukan hanya berasal dari Ayumi tapi begitu juga darinya. Dua orang yang selalu memendam perasaan, dua orang yang selalu larut dalam pikiran tanpa bisa mengungkapkannya. 

"Berhenti ikut campur dalam urusanku! Sejak kapan ibu seperti itu!" tanya Takumi meninggi, digertaknya gigi dengan erat seraya memerhatikan okaasan dengan kedua alis terangkat.

Bukan pandangan marah ataupun heran tapi memelas? Sungguh, kadang Takumi merasa dipermainkan. "Bahkan dulu ibu tidak selalu ada saat aku membutuhkan ibu. Pagi, siang, malam, hanya ada pengurus rumah ini dan Taka. Sekarang kenapa?" 

Takumi menelan ludah, dicengkramnya bahu Ayumi dengan erat. Berharap agar dengan adanya kehadiran gadis ini dapat mengendalikan emosinya sejenak. "Aku tidak pernah mengerti arti cinta, aku tidak pernah memercayai setiap orang karena sedari dulu harapank selalu dihempas. Aku tidak tahu bagaimana menuruti kata hati tanpa harus takut bahwa nantinya aku akan dikecewakan lagi!"

"Ini bukan salah Ayumi! Juga bukan salah ibu! Ini salah diriku yang tidak mengendalikan diriku dengan baik!" ucap Takumi menekankan. Berhasil membuat perempuan paruh baya itu terdiam. Baru ingin mendekati anaknya, Takumi mundur selangkah, menghindari usapan puncak kepala dari perempuan itu. 

"Jangan ikut campur dalam urusan rumah tanggaku, Bu. Aku jauh lebih tahu apa yang terjadi di hidupkju," tekan Takumi membalikkan badan, dirangkulnya bahu Ayumi seraya berjalan keluar drngan cepat. "Kita pulang Ayumi."

Nihil, tidak ada jawaban dari Ayumi dan sebagai gantinya perempuan paruh baya itu memanggil lagi. "Takumi, tinggallah sebentar di rumah ini,"

Tanpa menoleh, Takumi menggeleng. Dan nihil, perempuan paruh baya itu mencegat kembali. "Sehari saja Takumi, Ibu ingin kamu ada di rumah ini."

Napas Takumi terhenti seketika, begitu juga dengan langkahnya. Ayumi menoleh belakang, berusaha mungkin kedua sudut bibir itu terangkat.

"Okaasan, Ayumi pulang dulu." Tanpa menjawab perempuan itu mengangguk. Ayumi mengalihkan pandangan. "Takumi-kun..."

Takumi menoleh seketika, tampak gadis itu menyipitkan mata dengan senang lalu melambaikan sebelah tangan, keluar dari rumah. Senang? Takumi menggeleng pelan, ingin rasanya dirinya menahan langkah gadis itu, dan bodohnya lagi-lagi kalimat itu tidak akan pernah dapat ia sampaikan. 

Tidak, seingat Takumi sorot mata bulat itulah yang menyorotkan kekecewaan yang sesungguhnya. 

____

Bagaimana bisa aku memilih orang yang salah untuk Takumi? 

Ayumi melangkah, menyusuri setiap gang perumahan dengan pelan. Sama seperti senja, dirinya terasa begitu redup sekarang. Seperti perbatasan antara siang dan malam, terang dan gelap, dan sayang tidak untuk bahagia dan kekecewaan. Ya, hanya ada sebuah kekecewaan yang ia rasakan sekarang. 

Mulai mengingat sikap Takumi yang tidak pernah menghargainya... 

Lalu ucapan laki-laki dan ibunya yang mengatakan ini adalah sebuah kesalahan... 

Memergoki laki-laki itu sedang berciuman dengan seseorang dan banyak lagi hal-hal mengecewakan yang tidak seharusnya berada di rumah tangga. 

"Ayumi-chan..."

Langkah Ayumi terhenti seketika, menoleh memerhatikan seseorang yang baru saja memanggilnya. Seperti biasa dengan nada riang dan seolah-olah menghilangkan seluruh rasa sedihnya dalam sekejap. Ya, mampu membuatnya lupa sejenak.

"Masaki-kun..."

Masaki mengembus napas panjang, disandarkannya punggung di dinding gang pertigaan jalan lalu memerhatikan dengan tajam. "Ada satu rahasia yang harus kau ketahui tentang Takumi."

____

Thanks for reading! I hope you enjoy it!
Vote, comment, kriaarnya sangat membantu ^^


Hello and Goodbye [J-Lit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang