HELLO AND GOODBYE 33

124 11 0
                                    

Meskipun terdengar konyol, aku senang melihat wajah tidurmu. Begitu polos dan mungkin nyatanya seperti itu. Kamu dengan polosnya memberikan cinta dan kehangatan kepada orang menyeramkan sepertiku.

-Hello and Goodbye-

...

Berat. Baik tubuh maupun kepalanya terasa berat sekarang...

Takumi mengerang, meskipun ia menyadari tak ada seorangpun yang akan mendengar erangannya, terdengar begitu kecil untuk indera pendengaran orang normal lainnya. Perlahan, digerakannya kepala ke kiri kanan dengan harapan dapat menghilangkan rasa pegal di lehernya.

Dan... ah! Kenapa terasa berat sekali?

Suara ringisan lolos seketika begitu mencoba membuka mata bundarnya secara perlahan, terasa begitu sulit untuk menyesuaikan dengan pandangan sekelilingnya, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menghilangkan rasa nyeri di bagian kepala begitu juga bayangan hitam yang nenyelimuti pemandangannya.

"Ryuji..." panggil Takumi pelan, menoleh ke arah kiri. Tampak cowok berambut pirang itu bersandar di kursi dengan nyaman seraya bermain game dari hp-nya.

Ketularan Masaki, batin Takumi. Sontak saja cowok berkaos cokelat itu tersentak begitu punggung tangan yang tertusuk jarum infus itu mencengkram lengannya.

"Kau!" Ryuji membulatkan mata, tak lama cowok itu mengembus napas lega begitu memerhatikan mata bundar Takumi yang mengerjap polos ke arahnya. Ryuji mendesis, meletakkan tangan lebar Takumi ke tempat tidur kembali. Nuansa putih berbau obat-obatan ini... tanpa perlu dijelasin mungkin Takumi sudah tahu ia berada di mana sekarang.

"Rumah sakit ya?" gumam Takumi mengedarkan pandangan ke sekeliling. Peralatan medis tersusun rapi di sudut ruangan, selimut bernuansa biru muda menyelimuti hangat tubuhnya dan jangan lupa pula...

Takumi menoleh ke arah kanan, mendadak kedua alis tebal itu terangkat begitu memerhatikan gadis di sampingnya, tertidur pulas. Pantas saja terasa berat, Ayumi sedang memeluknya hm?

"Setelah mengetahui dirimu di sini, dia tidak mau melepaskanmu sedari tadi. Aneh, padahal sudah kubilang kau hanya kelelahan, tapi tetap saja dia tidak berhenti mengkhawatirkanmu, Takumi. Benar-benar gadis merepotkan."

Takumi mengangguk pelan, tertawa tanpa suara. Ayumi memang merepotkan, tingkah polos gadis ini benar-benar membuatnya kewalahan, tersenyum, memberikan perhatian, bahkan disaat seperti ini bagaimana bisa gadis itu begitu mengkhawatirkan dirinya? 

"Aku sering membuatnya menangis beberapa minggu ini, menyebalkan sekali," ucap Takumi tersenyum samar, digerakkannya sebelah tangan lalu mencoba mengusap kedua sudut mata gadis itu dengan pelan, masih terasa basah. 

"Ya, aku bisa melihatnya," jawab Ryuji, mencondongkan tubuh, mematikan layar handphone lalu memasukkannya ke saku celana. "Dan jangan lupa pula kau juga baru menangis tadi, Takumi." 

"Hm," jawab Takumi sebagai pertanda iya. Pemilik mata sayu itu mengusap puncak kepala Ayumi dengan lembut seraya memerhatikan raut wajah tidur gadisnya itu, tampak begitu kelelahan.

Entah lelah karena pekerjaan rumah yang tiada habisnya atau karena lelah menahan segala jenis perasaan sakit yang menumpuk di hatinya, sungguh Takumi tidak pernah tahu. "Aku takut kehilangannya dan jika boleh jujur, aku kadang takut menyakitinya jauh lebih dalam lagi. Tapi aku bisa apa?" 

Kedua alis Takumi terangkat, menelan ludah begitu merasakan tenggorokannya tercekat. "Aku tak bisa berbuat apa-apa selain menyakitinya dan membuatnya membenciku. Aku memang jahat dan akan menjadi jauh lebih jahat jika aku membuatnya jatuh cinta lebih dalam lagi. Aku..." 

Takumi tersenyum samar, secepat mungkin dirinya mengalihkan pandangan lalu tertawa tanpa nada ke arah Ryuji. "Aku tidak mau dia tersiksa ketika aku pergi meninggalkannya nanti."

"Berhentilah tertawa dengan mata berair seperti itu, Bodoh," umpat Ryuji mengalihkan pandangan. Diperhatikannya Ayumi yang tertidur duduk dengan kepala berada di bahu Takumi dan menjulurkan sebelah tangan untuk memeluk anak bodoh ini. "Kusarankan lebih baik kau menyerah saja Takumi, tidak ada masaah jika kau melakukannya."

"Tapi aku tidak mau menya-" 

"Ayumi tidak serapuh itu," potong Ryuji, mengabaikan ucapan Takumi, diliriknya pemilik mata bundar itu sejenak lalu memerhatikan Ayumi yang terlelap dalam mimpinya itu kembali. "Berhenti menuruti egomu Takumi. Ikuti kata hatimu."

Takumi membungkam, dirinya yang tadi memerhatikan Ryuji kini menggeleng pelan, memerhatikan langit-langit kamar rumah sakit dengan pandangan setengah menerawang. "Aku tidak akan berhenti." 

"Dasar kepala batu," umpat Ryuji geram, lalu memalingkan wajah kembali, menatap sinis. "Kalau kuperhatikan Ayumi itu kuat. Bahkan lihatlah dia bisa mengadapi makhluk egois sepertimu hingga sejauh ini." 

Sebagai reaksi, Takumi tertawa datar, tanpa mengalihkan pandangan dari langit kamar. 

"Yah mungkin dia bisa saja jatuh, begitu sering menangis seperti apa yang kau katakan tadi," ucap Ryuji berharap dapa melunakkan sedikit hari si kepala batu Takumi. "Tapi ada hal yang tidak pernah lupa, meskiun dia jatuh, menangis bahkan dikecewakan olehmu dia tetap bangkit, menghadapimu secara langsung."

"Ahaha... iya," ucap Takumi, tersenyum sinis. "Selain rahasia itu, selain tidak ingin mencintainya adalah jika aku melakukannya maka keluargaku yang menang." 

"Hah?" Ryuji mengernyit. 

Takumi tertawa datar, mata bundar itu kini memerhatikan Ryuji dengan pandangan setengah meremehkan. Sungguh membuat Ryuji ingin mengumpat saja rasanya sekarang.

Takumi menyengir, entah memang bodoh atau apa tapi yang Ryuji lihat cowok itu seolah-olah mengabaikan rasa sakit yang menyerang pada tubuhnya. "Kau bersamaku sejak dari sekolah Ryuji, kau jauh lebih tau apa yang terjadi dalam hidupku selain Masaki." 

Ryuji menelan ludah lalu mengangguk pelan, berusaha menahan rasa gengsinya. Ya, bagaimana bisa dirinya yang sekarang mulai melupakan setiap keluh kesah Takumi di saat sekolah dulu? Ah, bahkan Takumi jauh lebih banyak bercerita dengannya dibandingkan Masaki.

"Ah, baiklah," Ryuji menggeser bangku, bangkit. "Aku keluar dulu Takumi, kau beristirahatlah sebentar sebelum orang-orang datang untuk  memastikan keadaanmu."

Takumi mengangguk patuh, tersenyum lembut. Dan Ryuji? Ya, cowok itu menutup pintu ruangan, belum sempat dirinya ingin berkeliling menyusuri  koridor sontak suara seseorang mencegatnya, terdengar begitu datar tepat berdiri di samping pintu ruangan Takumi. 

"Ryuji," Sontak Ryuji menoleh belakang. Masaki, cowok yang menunduk dengan kedua tangan yang tergepal itu kini menaikkan bola mata, memerhatikan Ryuji dengan tajam. "Ada rahasia yang kalian berdua sembunyikan dariku kan?"

_____

Thanks for reading. I hope you enjoy it!
Update : 09.05 2020

Hello and Goodbye [J-Lit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang