Dimulai dari satu rahasia kecil, sebuah masalah besar dapat terjadi.
-Hello and Goodbye-
...
"Ayumi-chan, minum dulu."
Segelas minuman dingin disodorkan oleh Masaki. Tampak gadis yang tengah duduk di salah satu bangku kafe itu kini mengangkat kepala dari benaman kedua tangannya. Wajah kecil itu tampak memerah, begitu juga dengan matanya yang tampak sembab.
Masaki terdiam seketika, menahan napas. Ekspresi yang sama seperti okaasan yang dulu ia lihat, seperti saat okaasan disakiti oleh Ayah yang tidak bertanggungjawab. Sungguh, kadang ingin rasanya Masaki ragu, jika cinta memang membawa kebahagiaan apa benar hal seperti ini adalah sebuah kebahagiaan?
Jika tidak jawabannya, bagaimana cara agar seseorang menemukan orang yang tepat hingga mendapatkan kebahagiaan yang tepat? Melihat Ayumi seperti ini, ingin rasanya mendekap tubuh gadis itu dengan erat.
Ayumi menurut. Gadis itu menyesap teh dinginnya sejenak, sedikit menunduk. "Maaf, aku telah banyak menyusahkan Masaki hari ini."
Masaki menggeleng. Tak tahan melihat ekspresi gadis itu, kini Masaki memilih menunduk, fokus pada sepiring pancake di hadapannya. "Jadi, apa kau punya rencana lagi di hari ini?"
Berusaha mungkin Ayumi tersenyum, setengah pandangan menerawang gadis itu memerhatikan oetakan meja kage. "Sepertinya aku harus memutuskan hubunganku dengan Takumi."
Masaki yang baru saja ingin menasukkan suapan pancake sontak mengeryit. Ayumi mengangguk pelan, meskipun ada sorot mata tidak terima terhadap keputusan yang dibuatnya. "Aku akan bercerai dengan Takumi-san."
___
Di tempat lain, jika Ayumi sedang berada di kage bersama Masaki maka Takumi sebaliknua. Di rumah? Ah ya, mungkin saja, hanya saja ini bukan lagi menjadi rumahnua, melainkan rumah keluarga besar Aoki yang sesungguhnya, rumah yang dua kali lipat jauh lebih besar dan bodoh, hanya dihuni oleh tiga orang.
Ayah, Ibu, dan Taka. Tentu saja dirinya tidak lagi termasuk hitungan.
"Hei oniisan!" panggil Taka, anak laki-laki dengan kacamata bingkai hitamnya itu mengikuti lamgkah hingga mencapai lantai dia, berjalan dengan cepat. "Ada apa denganmu?"
Takumi menggeleng pelan, suara napas terdengar begitu terengah begitu juga ringisan kecil yang berhasil membuat laki-laki itu mencengkram pelipis dengan sebelah tangannya dengan kuat.
Sial, setengah mengumpat Takumi memerhatikan ruangan di hadapannya. Kamarnya benar-benar tidak dapat dihuni lagi sekarang, selain berantakkan, tempat ini dijadikan sebagai tempat untuk mnaruh barang yang jarang dugunakan. Takumi menoleh, memerhatikan raut wajah Taka yang memerhatikannya dengan cemas. "Aku boleh pinjam kamarmu?"
Taka mengangguk, kembali mengekori, masuk kamar. Memerhatikan Takumi yang langsung merebahkan tubuh ke tempat tidur seraya memejamkan mata. Belum sempat Taka bertanya, Takumi terlebih dahulu mmeveri jawaban. "Aku hanya ingin beristirahat. Jadi berhentilah menatapku seperti itu."
___
Dan memang benar, Takumi tidak pernah jujur bahkan dengan diri sendiri.
Beberapa jam berlalu, langit mulai senja, berhasil membuat cuaca yang tadinya terasa panas kini sedikit berkurang. Perlahan mata bundar itu terbuka memerhatikan cahaya senja yang memantul memasuki kamar.
Benar-benar indah. Tubuhnya kini mulai terasa ringan, begitu juga dengan bagian kepala dan lagipula kenapa ada rasa sejuk di... Takumi mengernyit, perlahan meraba sesuatu yang berada di dahinya, handuk basah kecil. "Oi! Taka!"
Taka yang baru saja masuk, kini menutup pintu kamar. Tampak anak laki-laki itu menunjuk raut wajah kesal seraya membenarkan letak kacamata yang tampak tuurun dari batang hidungnya. "Berhenti menutupinya oniisan. Penyakitmu kambuh kembali bukan? Kau tidak bisa menutupinya dariku bahkan dari okaasan juga."
"Okaasan?" Kedua alis Takumi terangkat, tak lama tertawa datar. " Hei Taka, ada apa dengan pandanganmu hm? Aku bisa menyelesaikan masalahku sendiri, jangan merasa terbebani seperti itu."
Taka menatap tajam, tanpa peduli anak laki-laki itu menarik kursi belajar lalu duduk menghadapi ilustrasi komik yang baru dilkusinya. "Kau belum memberi tahu Ayumi-san yang sebenarnya dan gadis polos itu sedang dipanggil ibu sekarang."
"Apa kau bilang!" Mata bundar Takumi membulat seketika, terduduk dari tempat tidur, berusaha mengabaikan rasa takut yang mendadak terasa menusuk. Nihil, Taka tidak menoleh, adiknya ini entah mengapa ada rasanya Takumi ingin mengutuki, sifat buruknya tidak jauh berbeda dengan Ayumi. "Oi Taka!"
Brakk!
Pensil dihentak ke meja dengan kuat, berhasil membuat napas itu terengah, menahan rasa kesalnya. "Pergila ke bawah kalau kau ingin melihatnya oniisan!"
Takumi terdiam seketika, perlahan bangkit lalu menghampiri Taka yang duduk di kursi belajar. Berusaha mungkin anak laki-laki itu menunduk, mengabaikan Takumi di sampingnya. "Maaf jarang melihatmu atau menelpon," ucap Takumi memerhatikan setiap lukisan yang digores melalui pensil tersebut. "Tapi apa kau merasa kesepian?"
"Baka! (Bodoh!)" umpat Taka, menggigit bibir bawah dengan erat, berusaha mungkin fokus pada kegiatannya. "Pikirkan saja kesehatanmu dan berhentilan menyakiti orang-orang, aku benci melihatmu seperti ini."
Plakk!
Suara tamparan terdengar cukup kuat. Tubuh Taka mendingin seketika begitu juga dengan Takumi yang berada di sampingnya. Tidak, Takumi menahan napas, suara tamparan itu bukan berasal darinya dan juga bukan berasal dari Taka, melainkan sumber suara itu terdengar dari...
Secepat mungkin Takumi membuka pintu kamar, memerhatikan lantai bawah dengan tidak percaya. Ayumi...
Lagi-lagi gadis itu tersakiti karena orang sepertinya.
____
Thanks for reading. I hope you enjoy it!

KAMU SEDANG MEMBACA
Hello and Goodbye [J-Lit]
Romance(COMPLETE) "Karena pada nyatanya mengucapkan 'selamat tinggal' tidaklah semudah mengucapkan 'halo' ___ Satu hal yang tidak pernah terpikirkan oleh seorang Ayumi dalam hidupnya adalah menikah dengan Takumi Aoki. Takumi yang pendiam, terlihat tenang...