HELLO AND GOODBYE 24

111 11 0
                                    

Masa lalu itu memang menyakitkan bahkan aku tidak ingin mengingat atau kembali lagi padanya, tapi terkadang aku mensyukuri. Ya, aku merasa beruntung, dengan kesedihan yang tidak dapat tertahankan aku jadi mengetahui arti kebahagiaan yang sesungguhnya. 

-Hello and Goodbye-

...

Brugg! 

Tumpukan buku yang berada di rak kamar kini terjatuh seketika, dengan suara jatuh yang terdengar begitu berat berhasil menutupi suara ringisan dari anak laki-laki yang berada di kamar sana. Masaki, ya! Cowok berumur belasan tahun itu meringis, diusapnya jari telunjuk kaki bagian kiri begitu salah satu sudut buku menimpa jari kecil itu dengan kuat. 

"S-sial!" umpatnya berjongkok, mengusap jari kaki yang tampak memerah itu dengan tangan bergetar. Diedarkannya pandangan ke setiap sudut langit-langit kamar begitu merasakan basah tepat di bagian matanya. Bodoh, Masaki menggigit bibir bawah dengan erat, dipukulnya lantai dengan sebelah tangan yang masih bebas begitu rasa sesak kini semakin membaluti dadanya. 

Okaasan, suara tangisan ibunya kini terdengar samar dari kamar sebelah. Selalu seperti ini, setiap malam, setiap hari, setiap detik, hidupnya selalu saja dipenuhi adegan membosankan seperti ini. Apalagi kalau bukan karena laki-laki yang baru saja tertidur di ruang tengah sana. Bodoh, pulang dalam keadaan mabuk, memecahkan perabotan rumah tangga, menyiksa istri dan anaknya. 

"Okaasan..." panggil Masaki pelan, membuka pintu kamar milik ibunya yang sedikit terbuka. Nihil, tidak ada jawaban. Sebagai gantinya, ia hanya bisa perempuan paruh baya itu terduduk di sudut dinding kamar, memeluk lutut dengan erat tampak begitu pucat. Berusaha mungkin Masaki masuk, mendekati perempuan paruh baya itu. "Okaasan, apa lukamu begitu parah? Ada yang perlu kuobati?" 

Seakan menyadari suara anaknya, secepat mungkin perempuan paruh baya itu menggeleng, berusaha mungkin mengangkat kedua sudut bibirnya lalu menjulurkan kedua tangan, mengelap kedua sudut mata Masaki dengan jempolnya. "Jangan menangis Masaki, ibu baik-baik saja, mengerti?" 

Bohong, ingin saja Masaki mengatakan. Namun niat itu ditahannya begitu kuat agar tidak semakin menyakiti perempuan paruh  baya ini. "Apa ayahmu sudah tertidur?" 

"Berhenti memikirkan ayah, dia sudah menyakiti ibu sekarang, selalu, seperti itu," ucap Masaki cepat, nada kesal bercampur tegas dan ketakutan yang begitu kuat seakan terdengar. Perempaun apruh baya itu tertawa, menggeleng pelan, seraya memerhatikan jam dinding. Sudah menunjukkan pukul tiga pagi. "Tidurlah lagi sebentar, ibu ingin menyelimuti ayah dulu." 

"Kenapa?" tanya Masaki heran. Cowok dengan kaos putih dan celana tidur pendeknya itu bangkit begitu melihat okaasan telah meraih selimut di atas tempat tidur. Kedua alis perempuan itu terangkat tulus, bersamaan dengan kedua mata sembabnya yang tampak begitu lembut. "Kenapa Ibu masih mencintai Ayah meskipun Ayah selalu menyakiti Ibu? Ayah pernah berkata denganku kalau dia sudah bosan memiliki keluarga seperti ini tapi kenapa..."

"Karena di dunia ini masih ada cinta Masaki, seburuk apapun perlakuan Ayahmu kepada Ibu, Ibu tetap mencintai Ayahmu. Meskipun ada rasa ingin menyerah tapi sepertinya Ibu akan terus berusaha menghadapinya." 

"Bodoh! Kenapa semuanya harus terjadi di hadapanku lagi hah!" 

Tubuh Takumi oleng seketika, badan yang selalu berdiri tegap itu kini perlahan membentur drum kaleng bekas yang berada di pinggiran lorong kafe. Kedua tangan Masaki tergepal erat, mata bulat polos itu tampak memerah seolah menahan marah. "Apa maksudmu mengatakan bosan seperti itu! Keluarga seperti apa yang kau inginkan Takumi!" 

Hello and Goodbye [J-Lit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang