HELLO AND GOODBYE 09

126 18 0
                                        

Sekilas kamu tampak bahagia hidup bersamaku. Ya, orang-orang di luar sana pasti mengiranya seperti itu. Tapi pada faktanya?

Bertemu denganku, berbicara denganku, bahkan hidup bersamaku adalah suatu ujian tersendiri untukmu.

­-Hello and Goodbye-

...

Kita tidak akan pernah tahu bagaimana cara seseorang mencintai, ada yang menunjukkannya secara langsung dan ada pula yang tidak. Ada yang harus melalui berbagai macam rintangan terlebih dahulu dan ada pula yang tidak. Menyenangkan memang, terkadang sifat panas dingin yang dimiliki seseorang cenderung membuat kita penasaran. Tapi bukankah ada kalanya manusia mencapai titik batasnya?

Titik batas dimana lelah dan ingin bertanya secara langsung, lelah untuk menerka apakah kita sudah melakukan hal yang tepat untuknya ataukah tidak, apakah orang tersebut mencintai kita apakah tidak dan banyak lagi pertanyaan lain yang tidak bisa terjawab.

Ya, melelahkan sekaligus membingungkan.

Segelas air mineral diteguk sebelum Masaki duduk dengan tenang, menikmati sensasi kenyang yang memenuhi perutnya. "Ngomong-ngomong di antara kita bertiga siapa yang paling diidolakan?"

"Takumi!" jawab Ayumi, menyipitkan kedua mata dengan senang, mendadak saja gadis yang sedari tadi tampak begitu canggung itu kini mendadak girang terlebih lagi membicarakan hal yang menyangkut kesukaannya.

"Sudah kuduga," gumam Masaki pelan, kepala itu tertunduk memerhatikan piring makanan yang sudah tandas begitu segelas air mineral yang sedari tadi diteguknya. Sebelah sudut bibir Masaki terangkat samar, memerhatikan Ayumi dengan kedua alis terangkat. "Takumi itu banyak penggemarnya. Meskipun dia cenderung pendiam dan canggung berinteraksi dengan orang-orang tapi menurutku itulah kehebatannya."

"Dia natural, apa adanya. Dengan sikapnya kadang berhasil membuat orang-orang disekelilingnya tenang. Dia tanpa sadar menjadi inspirasi banyak orang," Masaki tersenyum pelan, ditahannya napas begitu memerhatikan wajah bingung gadis itu, dahi mengenyit, memiringkan kepala dengan bingung sungguh membuat wajah itu tampak imut. "Awal kau menyukainya karena tanpa sadar dia melindungimu kan?"

Ayumi mengangguk kuat. Tersenyum cerah dengan sorot binary yang tertera pada matanya. "Ya, dia melindungiku."

"Dia melindungiku..."

Suara gumaman terdengar dibalik kamar bernuansa hitam putih tersebut. Sudah setengah jam gadis dengan baju tidur merah mudanya itu terdiam, menerawang kosong, seraya berdiri memerhatikan pemandangan langit malam melalui jendela kamar. Perlahan dipegangnya begitu merasakan sedikit getaran di sana.

Dirinya mencintai Takumi. Ya, pasti mencintai laki-laki itu bahkan hingga saat ini.

Ia masih ingat betapa jauh jaraknya antara dirinya dengan kehidupan laki-laki itu. Takumi yang dikenal begitu banyak orang tidak mungkin memerhatikan orang seperti dirinya. Jangankan Takumi, bahkan teman-teman di sekolah saja rasanya mustahil masih mengingat namanya hingga saat ini.

Dirinya hanya makhluk transparan, yang dilihat hanya sekilas tanpa dapat disentuh oleh siapapun. Sampai akhirnya...

Perlahan Ayumi tersenyum samar. Ya, sampai akhirnya dia mengenal Takumi melalui album-album lagunya. Suara bass lembut laki-laki itu, tatapan tenangnya, gerak tubuhnya yang begitu canggung membuat Ayumi tidak merasakan sendirian di sini.

Ada Takumi, seorang Takumi yang memiliki sifat tidak jauh beda dengannya bisa berdiri hingga sukses di panggung sana.

Takumi yang bersinar, Takumi yang hebat dengan caranya. Ya, Masaki benar, Takumi yang tanpa sadar selalu memberi inspirasi kepada setiap orang. Tapi, ketika mengenal kenapa malah seperti sebaliknya?

Laki-laki itu seperti suram, berjalan seorang diri di tengah kegelapannya dan selalu menepis setiap cahaya yang disodorkan oleh setiap orang. Apa mungkin dirinya belum mengenal lebih jauh lagi?

Jika iya, wajar saja laki-laki itu bersikap dingin padanya 'kan? Bahkan seperti tadi, berbohong padanya.

Kriett...

Pintu kamar dibuka, sontak Ayumi yang tadinya tengah larut dalam pikiran kini terpaksa kembali pada realita yang harus dihadapinya. Tampak Takumi dengan handuk putih yang menyelimuti rambut hitam basahnya melangkah masuk. Duduk di tempat tidur dan seperti biasa...

Ayumi tersenyum samar. Dirinya kapanpun dan dimanapun sangat sulit melihat wajah bundar itu, Takumi hanya menunjukkan punggung itu. Ya, punggung tegap yang seakan tidak memerlukan siapapun.

"Maaf," ucap suara bass lembut itu dengan datar. Ayumi yang menoleh belakang hanya bisa menahan napas, melihat laki-laki itu sedikit menundukkan kepala seraya mengacak rambut basah itu dengan handuk putihnya. "Aku berbohong padamu, aku juga merepotkanmu dengan kedatangan Masaki tadi."

"Uun..." Ayumi menggeleng, tersenyum, tidak hentinya memerhatikan punggung itu. Ya, seperti inilah bentuk komunikasi di rumah ini dan percayalah meskipun orang lain akan mengatakan hal seperti ini menyakitkan tapi tidak bagi dirinya. Memang bukan menyenangkan, tapi setidaknya ada lagi banyak hal menyakitkan di luar sana yang tidak pernah ingin ia dapatkan.

Meskipun cenderung tidak peduli, Takumi tidak pernah menyakitinya secara fisik, laki-laki ini tidak pernah merendahkannya dan bagi Ayumi hal kecil seperti ini sudah dapat dikatakan menghargai.

"Aku senang bisa membantumu," ucap Ayumi senang, mendaratkan tubuh di pinggir tempat tidur, duduk, memerhatikan punggung tegap itu. "Kupikir dengan seperti itu aku bisa mengenalmu jauh lebih dalam lagi. Aku benar-benar ingin masuk dalam hati Takumi."

Kedua sudut bibir Ayumi mengembang, memerhatikan punggung itu dengan semangat. "Aku benar-benar ingin tahu hal apa yang tidak Takumi sukai, hal apa dan kenapa Takumi membencinya. Hal apa yang membuat Takumi senang sampai aku ingin membuatmu tertawa tanpa beban."

"Tidurlah," ucap Takumi tiba-tiba, secepat mungkin cowok itu memejamkan mata, mendaratkan seluruh tubuhnya di kasur empuk tersebut seraya memiringkan badan, menghadap lemari dan untuk kesekian kalinya memunggungi Ayumi. "Kalau kau benar-benar mencintaiku hentikan rasa ingin tahu itu."

Ayumi mengernyit. Tanpa perintah lagi gadis itu menarik selimut, merebahkan tubuh begitu lampu dimatikan. Hening, Ayumi mengerjap, memerhatikan langit-langit kamar yang kini tampak begitu gelap. Hentikan rasa ingin tahunya?

Perlahan Ayumi menggeleng pelan, dipejamkannya kedua mata berusaha mungkin untuk rileks dalam tidurnya. Mana mungkin dirinya bisa membiarkan Takumi berjalan dalam kesepiannya? 

___

Thank's for reading. I hope you enjoy it! ^^

Hello and Goodbye [J-Lit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang