Orang lain menamakan ini takdir, tapi bagiku ini adalah pilihan kecil kita yang mengukir satu kenangan hingga membentuk kenangan lainnya.
-Hello and Goodbye-
...
Mungkin banyak orang mengatakan bahwa pertemuan antar satu sama lain merupakan sebuah takdir. Ya, bertemu secara kebetulan, tanpa diminta terlebih lagi tanpa direncanakan. Tapi, bagaimana jika tanpa sadar kita mengubah takdir itu? Bagaimana jika kita tidak memilih untuk pergi atau saja bertemu seseorang? Apa mungkin takdir tersebut akan berubah?
Entahlah, tidak ada yang tahu. Namun yang pasti untuk saat ini bergantung pada sebuah pilihan antara memilih iya atau tidak, ingin pergi atau kembali, dan mungkin mengucapkan halo atau selamat tinggal.
"Haishh!"
Suara gesekan kantong plastik terdengar kuat, dalam nuansa kafe yang remang kecokelatan tersebut Ryuji mendesis seraya menggaruk belakang kepala dengan kuat seolah mengutuki kenapa sifat pelupa itu tidak kunjung hilang dari kepalanya.
Takumi. Cowok yang tadi menumpu wajah dengan kedua punggung tangannya kini melirik seseorang yang bangkit di sampingnya begitu juga dengan Masaki yang tampak tidak mengerti sesekali menoleh ke arah Takumi meminta penjelasan. Nihil, cowok bermata bundar itu mengangkat bahu, tidak berniat menghilangkan tanda tanya yang selalu saja berterbangan dalam kepala Masaki.
"Ada apa?" tanya Masaki akhirnya tidak sabar.
Aneh. Baiklah kedua orang itu mengakui, Ryuji memang orang yang paling dewasa di antara keduanya, cowok itu dapat menjaga Takumi dan Masaki dengan baik bahkan mengurus keduanya seperti sebuah keluarga sesungguhnya. Tapi jangan lupa pula di antara keduanya maka cowok itu lah yang paling pelupa, mulai dimana menaruh pick gitar bahkan nama hewan peliharaannya.
Sungguh, parah sekali.
"Aku lupa membeli minuman kemasan."
Seolah bisa membaca pikiran satu sama lain, Masaki memasang wajah datar begitu juga Takumi saling berpandangan. Benarkan? Dibilangin juga apa?
Bletak!
Sontak, sebuah gepalan tangan mendarat mulus ke arah kepala kedua orang itu. Tanpa umpatan, Takumi menepis tangan lebar Ryuji sedangkan Masaki? Ya, cowok yang selalu mudah mengungkapkan ekspresinya itu mendesis, mengusap puncak kepala. "Apa yang kau lakukan hah? Kau ingin memberi pijatan pada kepala kami atau bagaimana?"
Ryuji tersenyum sinis, setengah geram cowok itu menatap Masaki yang masih saja bisa mengomel ke arahnya. "Aku tau segala jenis pembicaraan yang ada di otak kecil kalian," Untuk kesekian kali Masaki mendesis, membulatkan mata tidak terima. Belum sempat kalimat terlontar dari mulutnya, Ryuji mengikat kembali kantong belanjaan seraya membalikkan badan, menaikkan sebelah tangan dengan santai. "Aku mau ke lantai dasar lagi, dah."
"Haishh kunyuk menyebalkan," umpat Masaki begitu hilangnya bayangan punggung Ryuji dari kafe. Diedarkannya kembali pandangan memerhatikan Takumi yang selalu saja menatap halaman luar melalui kaca jendela kafe. "Hei Takumi, dari tadi kau diam saja, ada apa?"
Perlahan Takumi menoleh, pemilik alis tebal yang selalu saja turun itu kini menggeleng, tersenyum tipis. "Tidak."
Masaki mendesis kembali. Diraihnya hp di saku celana lalu mencoba memainkan. "Sudahlah, aku ingin bermain game saja."
Diam-diam Takumi tertawa pelan tanpa suara. Tanpa ada yang menyadari, perlahan tangan lebar yang tadinya berada di meja kini turun mencengkram lutut dengan erat, terasa begitu dingin dan bergetar. Takumi memejamkan mata, secepat mungkin membenamkan wajah di meja seraya menunggu pesanan yang tidak kunjung datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello and Goodbye [J-Lit]
Romance(COMPLETE) "Karena pada nyatanya mengucapkan 'selamat tinggal' tidaklah semudah mengucapkan 'halo' ___ Satu hal yang tidak pernah terpikirkan oleh seorang Ayumi dalam hidupnya adalah menikah dengan Takumi Aoki. Takumi yang pendiam, terlihat tenang...