Seorang pria terlihat gusar, ingin rasanya merenggangkan otot-ototnya namun seperti tertahan sesuatu. Sesekali ia mengerjapkan matanya lalu menguap kecil. Yup. Doyoung kini sudah mulai membuka mata, bangun dari tidurnya. Jam masih menunjukkan pukul 8.25 pagi, ya, masih.
Rasanya tangannya sudah mati rasa karena semalaman ia gunakan untuk bantalan si Raeya, istrinya, dan sekarang pun orangnya masih belum bangun. Masih setia dengan alam bawah sadarnya. Posisinya masih memeluk Doyoung, dengan raut wajah pucat pasi nya mulai berkurang.
Doyoung menempelkan punggung tangannya di dahi Raeya,
Dingin.
Doyoung menyilakkan rambut tipis Raeya yang sedikit menutupi wajahnya ke belakang telinga. Membuat orang yang tadinya masih tidur pulas mulai merasa nggak nyaman dan sedikit menggerakkan badannya. Tapi anehnya masih belum bangun. Doyoung tersenyum geli. Ternyata kalau lagi kalem nggak marah-marah dan adu mulut dengan adek-adeknya, Raeya sangat manis. Mata yang seperti kacang almond, hidungnya yang nggak pesek tapi juga nggak mancung, alisnya yang nggak begitu tebal, manis lah pokoknya.
Ini nggak bisa, jika dibiarkan Raeya nggak akan bangun-bangun. Sedangkan dirinya tiba-tiba pengen ke toilet. Maka dengan pelan, dia mengangkat kepala Raeya yang berada di atas tangan kirinya dan mulai menarik tangannya supaya nggak bangunin dia.
Namun gagal.
Si Raeya malah jadi bangun dan menatap Doyoung dengan tatapan sipit, khas bangun tidur. Doyoung duduk sedangkan Raeya tetap tiduran.
"Kalau masih ngantuk tidur lagi," ucap Doyoung. "Aku ke toilet sebentar,"
Raeya mengangguk dan Doyoung pergi ke toilet yang sebenarnya berada di kamar ini juga. Jadi nggak perlu jauh-jauh keluar kamar untuk cari toilet. Begitu menyelesaikan urusannya, Doyoung keluar. Betapa terkejutnya dia saat melihat Raeya benar-benar melanjutkan tidurnya. Doyoung berjalan menuju sofa untuk mengambil ponselnya bersamaan dengan dokter yang memasuki ruangan.
"Selamat pagi," sapa dokter tersebut.
"Selamat pagi, dok," jawab Doyoung.
"Saya akan mengecek kondisi istri anda terlebih dahulu,"
Doyoung mengangguk, lalu duduk di sofa sambil melihat dokter itu melakukan tugasnya.
"Kondisinya sudah membaik. Besok sudah bisa pulang," ujarnya.
"Terimakasih, dok," jawab Doyoung.
"Sebentar lagi perawat akan membawakan sarapan. Kalau begitu saya permisi dulu,"
Dokter tersebut meninggalkan ruangan Raeya. Doyoung memilih membuka laptopnya yang kemarin ia bawa dari rumah alih-alih membangunkan istrinya. Biarkan dia istirahat yang cukup.
.
.
Doyoung jadi sedikit takut, sudah hampir satu setengah jam Raeya belum juga bangun. Apa saking ngantuknya bahkan jam 10 dia belum bangun? Doyoung menaruh laptopnya dan mencoba membangunkan Raeya. Dia juga perlu sarapan, bahkan makanan yang perawat tadi bawakan masih utuh."Raeya, bangun," ucap Doyoung menepuk kecil pipi istrinya.
Suhunya memang sudah turun. Sudah normal seperti biasa. Syukurlah.
"Rae?! Bangun, ah! Makan dulu minum obat bersihin badan biar enakan," ucap Doyoung lagi ketika Raeya mulai membuka mata sayunya.
"Jam berapa?" Tanya Raeya dengan suara serak.
"Sepuluh,"
Raeya mencoba bangun untuk duduk, dan akhirnya Doyoung membantunya. Setelah sekiranya posisinya nyaman, Doyoung mengambilkan air putih untuk Raeya minum. Raeya menenggak habis satu gelas air putih itu dan meletakkan gelas kosong itu di nakas meja.
![](https://img.wattpad.com/cover/181206070-288-k306894.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Raeya, and This is My Life | Doyoung x You ✓
Romance[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] --- DOYOUNG X YOU [COMPLETE] Perkataan gue ke dia "mau ngga kalo jadi tunangan saya yang sebenernya?" bener" udah ngerubah hidup gue. Spontanitas yg bikin gue ikut masuk ke dalam masalah di dalamnya. Tapi gue ngga nyesel, d...