Dreaming

421 40 0
                                    

Akhirnya makan malam tiba. Miya yang tadinya harus membersihkan diri dulu juga sudah stay duduk bersama untuk menyantap makan malam. Menunya sangat sederhana, hanya nasi, sup, ayam goreng, dan beberapa lauk pauk lain.

Lucas sama Mark porsi makannya benar-benar seperti orang yang habis kerja di ladang seharian. Bunda aja sampe heran, setiap makan pasti banyak ambilnya. Untungnya mereka selalu menghabiskannya, kalau tidak pasti sudah kena omelan setiap hari karena membuang-buang makanan.

"Maaf ya, Doyoung, makannya seadanya," ungkap bunda.

"Nggak papa, Bun. Syukur kita masih bisa makan," jawab Doyoung.

Raeya harus cepat beradaptasi dengan sikap Doyoung. Tadi siang cuek, sorenya lumayan mending, sekarang sudah ada senyumnya. Raeya harus bisa terbiasa dengan ini, karena ini adalah makanan setiap harinya.

"Lo udah masuk kerja lagi besok?" Tanya Miya pada Raeya.

"Iya. Kan kita nggak kemana-mana, jadi besok bisa kembali kerja," jawab Raeya.

"Cie kita, ekhemm," Lucas menggoda Raeya.

"Nggak usah ngajak ribut, lo. Gue jitak kepala lo baru tau rasa," ucap Raeya marah, dia merasa Lucas benar-benar nggak tau sikon.

"Udah jangan mulai," bunda mulai menengahi.
.
.
Semua udah selesai makan malam. Sudah cuci piring, bersih-bersih, semua udah rapi. Sekarang juga udah jam 8.56 PM.

Raeya udah di kamar. Raeya itu tipe orang yang jarang tidur malam-malam. Paling pol jam 9 mungkin udah molor. Itu karena dia orangnya ngantukan.

Sama seperti sekarang, dia lagi tiduran di kasur sambil main ponselnya, sementara Doyoung masih asyik dengan laptopnya.

"Doy, maaf ya kalo sempit, kasurnya single bed. Atau aku bisa ambil selimut dan alas tambahan, kau bisa tidur di atas kalau mau," ucap Raeya dan meletakkan ponselnya di meja kecil.

"Nggak usah. Tidur duluan nggak papa, aku masih ngerjain ini, masalah tidur nanti gampang" ucap Doyoung.

"Baiklah,"

Raeya sebetulnya udah ngantuk, dia juga bingung sebenernya, nanti Doyoung akan tidur dimana. Dia sengaja tidur di pojok sehingga masih ada sedikit ruang untuk Doyoung. Itupun kalau Doyoung mau tidur satu ranjang dengannya. Nggak taulah nantinya gimana.

Dua puluh menitan, Doyoung menutup laptopnya dan menaruhnya di meja rias Raeya. Dia berjalan ke arah kasur dan melihat kalau Raeya sudah tidur dengan memeluk boneka beruang kecil. Doyoung duduk di tepi kasur dan mulai merebahkan tubuhnya. Sempit.

Ternyata Doyoung memilih tidur di tempat yang tadinya Raeya sediakan meskipun nggak tau diisi atau enggak. Ternyata Doyoung tidur disitu, satu ranjang dengan Raeya. Raeya nggak tau karena dia udah tidur pulas. Doyoung melihat Raeya sebentar, lalu mulai perlahan juga memejamkan mata.
.
Raeya sedikit takut juga bingung. Tiba-tiba dia berada di sebuah tempat yang banyak sekali bunga. Cuacanya cerah, dan suasana nyaman. Tapi tidak dengan perasaan Raeya. Dia berjalan menyusuri tempat itu, dan melihat orang berdiri menghadapnya. Raeya mempercepat langkahnya, agar cepat sampai dimana orang itu berada.

Sekarang Raeya tepat di depan orang itu, Raeya menangis. Orang itu tersenyum menatap Raeya.

"Ayah," ucap Raeya.

Orang itu adalah ayahnya. Jika ini mimpi, Raeya pengen ini adalah mimpi yang lama, sehingga dia bisa bersama ayahnya lebih lama. Ayahnya terlihat sangat bahagia, senyumnya merekah, wajahnya tampan. Seperti nggak ada beban lagi.

Raeya hanya bisa menatap ayahnya dan terus menangis. Ayahnya memeluk Raeya erat. Raeya membalas pelukan ayahnya, dan menangis kejar. Dia bertanya kenapa ayahnya tega meninggalkan keluarganya secara mendadak.

"Ayo pulang, yah. Kenapa ayah disini? Tempat ayah seharusnya di rumah, bersama bunda dan anak-anak ayah," ucap Raeya.

"Enggak sayang. Tempat ayah disini. Ayah udah nggak bisa kembali bareng sama kalian, tapi ayah masih bisa melihat kalian dari sini,"

"Ayah," Raeya menangis kejar. "Aku merindukanmu,"

"Ayah selalu sama kalian. Nggak usah sedih lagi. Bilang bunda, ayah udah bahagia disini. Jaga adek-adek kamu juga,"

"Ayah,"

Ayah Raeya melepas pelukannya. Menatap mata Raeya sayang.

"Maaf, ya, kamu pasti kesulitan karena ayah, ayah harap kamu bisa bahagia terus,"

"Ayah! Ayah mau kemana? Ayah maaf, jangan tinggalin Raeya, ayah,"

Semakin lama ayahnya semakin menjauh. Lalu menghilang dan meninggalkan Raeya sendiri. Raeya menangis kejar sampai sesegukan. Berkali-kali memanggil ayahnya agar kembali.
.
Doyoung merasa tidurnya terganggu. Dia membuka matanya, melihat jam dinding yang masih menunjukkan pukul 1.30 malam. Doyoung mendapati Raeya menangis dalam tidurnya, sambil bicara 'ayah' untuk meminta dia kembali ke rumah. Doyoung bangun dan memposisikan dirinya duduk.

"Raeya, bangun, Rae," ucap Doyoung mencoba membangunkan Raeya. Doyoung sangat yakin kalau Raeya bermimpi bertemu ayahnya yang sudah meninggal.

"Ayah aku minta maaf, kembalilah ayah," Raeya masih saja mengigau yang ucapannya sedikit nggak jelas karena menangis.

"Rae," Doyoung menepuk pundak Raeya dan menggoyangkan tubuh Raeya.

"Ayah!"

Raeya terbangun setelah mengatakan 'ayah' dengan suara yang lebih keras. Dia membuka matanya, wajahnya sudah basah karena air mata dan keringat.

"Doyoung?" Kata Raeya, lalu melihat sekelilingnya. Di kamar. Tadi hanya mimpi.

"Ngimpi ayah?" Tanya Doyoung.

Raeya malah menundukkan kepalanya di sela-sela kakinya yang ia tekuk. Dia melanjutkan tangisannya. Nggak peduli lagi dengan Doyoung yang masih menatapnya.

Doyoung menepuk pundak Raeya, lalu mendekapnya lembut. Ini adalah kedua kali bagi Doyoung melihat Raeya menangis, setelah insiden di kantor waktu itu. Doyoung memeluk Raeya mencoba untuk menenangkan.

"Udah, nggak papa," ucap Doyoung.

Raeya mengangkat kepalanya, dan melihat ke depan setelah mendengar ucapan Doyoung. Namun yang ia lihat bukanlah Doyoung, melainkan ayahnya lagi.

"Ayah?" Ucap Raeya pada Doyoung, Doyoung bingung.

Doyoung hanya diam. Raeya memegang pipi Doyoung, dan langsung memeluknya. Erat, karena yang ia lihat adalah ayahnya.

Doyoung membalas pelukan Raeya, dan membiarkan semua kelakuan Raeya.

"Dia pasti sangat merindukan ayahnya," ungkap Doyoung lirih sambil memeluk orang yang sudah menjadi istrinya itu.

Cukup lama Raeya memeluk Doyoung. Raeya merasa tenang dan nyaman, karena dia merasa memeluk ayahnya. Hingga Doyoung merasa pelukan Raeya terlepas. Dia tertidur kembali, masih dalam pelukan hangat Doyoung. Doyoung membaringkan Raeya kembali, boneka beruang kecil yang tadinya Raeya peluk ia letakkan di samping Raeya.

Doyoung bisa melihat matanya bengkak. Napasnya masih terlihat sesegukan. Dia memposisikan tubuhnya menghadap Raeya, dan memejamkan matanya lagi.

Sebelum itu ia berkata, "Dia akan sangat terkejut besok pagi dengan matanya," lalu kembali tidur.

🍁

Pagi harinya, Raeya membuka matanya. Terasa sangat berat. Dia mendapati Doyoung masih tertidur lelap di sebelahnya.

"Jadi dia tidur di sampingku?" Ucap Raeya.

Dia berdiri lalu melompati Doyoung, karena Doyoung yang ada di pinggir. Dia berjalan ke arah cermin, dan seketika terkejut dengan keadaannya yang terlihat sangat kacau. Seketika dia ingat, dia bermimpi tentang ayahnya tadi malam.

"Sepertinya dia tidak terganggu tadi malam, syukurlah," ucap Raeya beralih menatap Doyoung yang masih tidur.

TBC...

I'm Raeya, and This is My Life | Doyoung x You  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang