06.30
Hari Minggu ini, Jungkook ; anak bungsu keluarga Min baru saja bangun.
Lihat saja rambutnya yang acak-acakan itu. Matanya juga masih setengah terpejam.
Jungkook berjalan menuju kamar mandi yang ada di kamarnya. Sedikit info, keluarga Min adalah keluarga yang berkecukupan. Sang kepala keluarga ; Min Janghyun, adalah CEO besar sekaligus penyumbang saham terbesar bagi beberapa lembaga. Sementara Mendiang Ibu Jungkook, Min Sooyoung telah meninggal tepat dua puluh menit setelah melahirkan si bungsu karena penyakit yang diderita. Tentu saja membuat Janghyun menjadi Ayah sekaligus Ibu dalam keluarga.
Jungkook?
Si bungsu itu masih remaja kelas 1 SMA. Seharusnya, ia duduk di bangku kelas 3 SMP sekarang. Tapi tidak karena Jungkook mengikuti kelas akselerasi, yang membuatnya bisa menempuh pendidikan satu jenjang lebih tinggi.
▪▪▪▪
Jungkook menuruni tangga dari lantai atas, kedua netra bulatnya bisa melihat sudah ada ayahnya disana dengan berbagai hidangan makanan di meja makan.
"Jungkook-ah, ayo kita sarapan!" Seru Janghyun.
"Ne Appa." balas Jungkook. Anak itu lantas berlari cepat menuruni tangga untuk menuju meja makan.
"Aigoo~ jangan berlari Kookie." ujar Janghyun. Sementara si bocah hanya memamerkan senyum kelinci, membuat Janghyun menggelengkan kepalanya. Dan sarapan pun segera dimulai.
.
.
.
.
"Nanti malam kita jemput dia," sehabis makan, Janghyun bersuara. Jungkook yang mengerti maksud sang ayah menyuarakan protes tidak setuju.
"Kenapa?! Aku tidak mau!" Tolaknya keras.
"Hanya makan malam bersama klien. Hanya malam ini saja." Ucap Janghyun lalu pergi dari sana. Meninggalkan Jungkook dengan kebencian yang berkobar.
.
.
.
.
Sementara disebuah flat sederhana, seorang remaja meringkuk dalam tidur. Gurat kesakitan tercetak jelas, dengan keringat yang membasahi wajah pucatnya. Bibir bawahnya ia gigit sekuat mungkin untuk menahan erangan rasa sakit.
"Ergh.."
Dia, Yoongi. Remaja enam belas tahun itu memperkuat cengkraman tangan pada kepalanya.
Sakit, rasanya sakit sekali.
"J-jin Hyung.." lirihnya. Ia hanya perlu Seokjin saat ini. Ia hanya ingin Seokjin.
'Brakk!'
"Yoon!!"
Pintu kayu itu dibuka paksa karena sang empu menguncinya dari dalam. Sang pelaku langsung bergegas lari mendekati tubuh ringkih di atas kasur, lalu memangku kepala Yoongi di pahanya.
"Yoon.. jangan tidur dulu," ucapnya sambil menepuk pipi pias Yoongi. Ia dapat mendengar gumaman lemah remaja tujuh tahun dibawahnya ini. Seokjin bergegas mengambil botol obat di sakunya, mengeluarkan dua butir lalu memasukkannya kemulut Yoongi. Menutup mulut Yoongi dengan sebelah tangannya agar obat yang masuk tak dikeluarkan.
"Telan itu!" tidak ada jawaban memang, tapi Yoongi mengikuti perintah Seokjin untuk menelan pil pahit tadi. Karena setelahnya remaja itu menutup matanya sempurna. Cengkraman di kepalanya juga mulai terlepas.
Seokjin membenahi posisi tidur Yoongi. Ia mengelap keringat didahi anak itu. Seokjin memandangnya sendu, mengusap rambut anak yang telah ia anggap sebagai adik dengan sayang lalu keluar dari sana menuju dapur.
.
.
.
.
'08.15'
"Hyung.."
"Oh, sudah bangun? Kemarilah, sudah kubuatkan makanan!" seru Seokjin. Yoongi mengangguk lalu berjalan menuju meja makan.
Seokjin menyodorkan satu piring berisi makanan.
Japchae dan telur gulung. Hanya makanan sederhana, tapi dapat membuat lengkungan manis di bibir Yoongi.
"Gomawo hyung.." ucapnya.
"Cheonmayo, jja makanlah" ucap Seokjin. Yoongi mengangguk, lalu memakan makanan buatan Seokjin dengan lahap.
Seokjin?
Ia hanya memandang Yoongi dengan senyum diwajahnya.
Senyum sendu lebih tepatnya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last ✔
FanfictionDisclaimer: fanfiction | Brothership - Completed Min Yoongi itu rapuh, tapi ia sembunyikan segala kelemahannya dalam topeng bak es. Ayah dan adik membencinya, karena sebuah kesalah pahaman. Padahal, Yoongi telah menggantikan dengan miliknya yang ber...