09.00
Pagi ini seperti janji Seokjin. Yoongi sudah bersiap untuk pulang. Ia sudah mengganti piyama rumah sakit dengan baju milik Seokjin. Ingatkan bajunya terkena darah mimisan dan muntahannya.
Dan anak itu kini sudah duduk di pinggiran ranjang sambil mengayunkan kakinya ke depan-belakang. Menunggu Seokjin yang berkutat dengan handphonenya entah untuk apa.
"Ayo Hyung!" Ajak Yoongi.
"Sebentar-sebentar" Atensi Seokjin masih pada handphonenya. Dua menit kemudian, ia memasukkan benda pipih kedalam saku celana.
"Yoon.." Yoongi menoleh ke arah Seokjin yang memanggilnya.
"Kau yakin pulang hari ini?" Pertanyaan Seokjin dibalas dengan anggukan yakin.
"Ne, dan ayo cepat pulang" balas Yoongi. Seokjin menghela nafas. Sebenarnya ia tidak setuju jika Yoongi pulang hari ini. Besok, mungkin lebih baik karena bocah itu masih terlampau pucat. Dan Seokjin yakin, sangat yakin jika Yoongi masih lemas. Salahnya juga sih, siapa suruh memberikan penawaran sepeeti itu kemarin?
"Kajja, Hyung!"
Seokjin hanya pasrah saat Yoongi menarik tangannya keluar sebelum akhirnya ia berhenti.
"Oh! Sebentar Yoon"
"Wae?"
"Kunci mobil ada diruanganku"
"Kau tunggu disini saja oke?" Ucap Seokjin. Ia meninggalkan Yoongi dan segera berlari ke ruangannya.
.
.
.
."Ruanganmu tidak ada bagus-bagusnya sama sekali Hyung"
"Wohh, kamjjagiya!"
"Kenapa kau ada disini? Bukankah sudah kubilang untuk menunggu saja?" Ucap Seokjin. Ia kaget sungguh. Sat ia berbalik, Yoongi ada tepat dihadapannya. Seperti hantu. Sangat mirip.
"Eih.. aku bosan disana, lagipula aku juga penasaran bagaimana ruanganmu" Protes Yoongi.
"Ya sudah, ayo!" Ajak Seokjin. Ia segera menarik Yoongi keluar dari ruangannya sebelum bocah itu mengomentari satu persatu benda di ruangan putih itu.
▪▪▪▪
"Sana masuk! Istirahat saja dulu! Akan kubuatkan makanan" Ucap Seokjin. Ia membuka pintu kamar Yoongi lebar-lebar menyuruh empunya untuk masuk.
Tapi bukan Yoongi namanya jika bocah itu menurut. Ia malah keluar lalu menyalakan TV kecil.
"Yak! Bukankah kubilang untuk istirahat?" Ujar Seokjin. Ia masih berkutat dengan pisau dan panci.
"Hyung, istirahat tidak harus tidur kan? Lagipula aku juga sudah tidur lama" balas Yoongi. Seokjin diam, benar juga sih.
"Ya sudah, terserah" ucap Seokjin dan kembali fokus pada sayuran untuk memasak sarapan. Kebetulan ia dan Yoongi sama-sama belum sarapan pagi ini.
.
.
.
."Yoon, sarapan dulu!" Ujar Seokjin. Yoongi mematikan televisi lalu berdiri, berjalan ke arah meja makan.
"Makan lalu minum obatmu!" Perintah Seokjin. Yoongi mengangguk malas.
"Wah Hyung, Daebak! Masakanmu enak sekali!" Puji Yoongi. Seokjin tersenyum angkuh.
"Kau baru menyadarinya?" Tanya Seokjin menyombongkan diri.
"Ani, masakanmu yang dulu tidak terlalu enak, tapi yang ini berbeda" Lanjut Yoongi sambil memakan makanannya.
"Mwo?! Kau bilang apa?! Masakanku tidak enak?!" Tanya Seokjin. Ia rasa dirinya selalu memasak dengan sepenuh hati.
"Anwi, aku bilang twidak terlalu enak" Balas Yoongi. Pipinya menggembung karena penuh makanan. Seokjin membuang mukanya. Kesal masakannya dikata tidak enak.
"Aisshh! Terserah!" Ucap Seokjin lalu memasukkan sesendok makanan kedalam mulutnya.
"Bercanda Hyung, masakanmu selalu enak" Ucap Yoongi.
.
.
.
.20.35
"Selamat datang.."
"Terimakasih sudah berbelanja.."
Malam ini, Yoongi sedang sibuk melayani pengunjung yang datang ke minimarket tempatnya bekerja.
Memang Yoongi bekerja sampingan menjadi penjaga minimarket. Tidak lama, hanya dari pukul lima sore sampai delapan malam. Tapi hari ini, Seulgi belum datang, mengharuskannya untuk menjaga minimarket lebih lama.
"Asshh.." Yoongi mendesis kala kepalanya terasa sakit. Ia berjongkok, hingga tubuhnya tertutupi meja kasir. Tangannya mencengkeram erat kepalanya.
'Akh! Sial!' rutuknya pada diri sendiri. Yoongi hanya bisa mencengkeram kuat kepalanya. Ia tidak pernah membawa obatnya saat bekerja.
Tapi seingatnya, ia meminum obat pemberian Seokjin tadi siang. Lalu, kenapa temannya ini masih berulah?
Tuk! Tuk!
Suara meja kasir diketuk menerobos pendengaran Yoongi.
Yoongi mendongak dengan cepat. Ia segera berdiri untuk melayani pelanggan.
"Joseonghamnida.." Ucapnya pada orang diseberang meja dengan kepala menunduk.
"Hei, hei.. aku yang seharusnya minta maaf" Yoongi mendongak. Ia kenal betul suara ini.
Seulgi sudah datang.
"Omo! Kau sakit? Kenapa pucat sekali?" Heboh Seulgi. Ia segera masuk ke tempat kasir dan mengecek suhu badan Yoongi.
"Tidak panas, kau kenapa Yoon?" Tanya Seulgi panik. Kulit Yoongi memang putih pucat. Tapi tidak sepucat ini pula.
"A-ah.. gwaenchana Noona, aku pulang dulu Ne.. annyeong!" Pamit Yoongi, ia memakai jaketnya lalu segera keluar dari sana.
'kenapa dia?' batin Seulgi. Ia memandang telapak tangannya yang digunakan untuk menyentuh dahi Yoongi tadi.
'Dingin..'
.
.
.
."Sshh..Aish! Jangan keluar!" Gumam Yoongi. Ia segera menutup hidungnya dengan lengannya yang berbalut jaket hitam lalu berjalan cepat masuk kedalam gang untuk menghindari kerumunan orang.
Ia mimisan lagi.
Brugh!
Yoongi menjatuhkan tubuhnya. Ia duduk bersandar dengan tembok gang sebagai sandaran nya.
"Kenapa belum berhenti Aish!" Yoongi terus memijat pangkal hidungnya. Sedikit heran, kenapa darahnya tidak mau berhenti sejak tadi. Jika saja jaketnya berwarna putih, pasti sudah tampak seberapa banyak darah yang dikeluarkan.
Tapi untungnya, Jaket yang ia pakai kini berwarna hitam. Yoongi terus memijat pangkal hidungnya, hingga susra seseorang membuatnya mendongak.
"Hei.. dia memasuki wilayah kita bukan?"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last ✔
FanfictionDisclaimer: fanfiction | Brothership - Completed Min Yoongi itu rapuh, tapi ia sembunyikan segala kelemahannya dalam topeng bak es. Ayah dan adik membencinya, karena sebuah kesalah pahaman. Padahal, Yoongi telah menggantikan dengan miliknya yang ber...