Jungkook berjalan ke depan kelas segera setelah rotan beradu dengan papan tulis. Dirinya harus menyiapkan telinga untuk mendengar ceramah guru, lagi.
Jika dihitung, ini sudah ke empat kali nya Jungkook dispnngil untuk menu kedepan. Alasannya sepele,
Ia tak mengerjakan tugas.
"Min Jungkook! Kali ini, alasan apa yang akan kau berikan?" Tanya guru itu tegas. Sementara Jungkook hanya diam. Tetap setia menunduk dengan kedua mata yang menatap kosong lantai.
"Tatap lawan bicaramu, Min Jungkook!"
Mau tak mau, Jungkook mendongak. Mengubah posisinya menjadi tegap dengan mata yang menatap sang guru tanpa semangat.
"Kali ini apa lagi hm?" Hanya guru itu. Seolah ia telah hafal dengan berbagai alasan yang selalu dilontarkan Jungkook.
Jungkook menggeleng.
"Saya tak mengerjakan tugas, dan saya siap menerima hukumannya Ssaem.." Ujar Jungkook. Sang guru membuang napas panjang. Meletakkan rotan yang ia pegang sedari tadi.
"Berdiri di luar kelas sampai jamku berakhir!"
.
.
.
.
Janghyun masih disini sejak semalam. Memandangi si sulung yang tampak tertidur pulas dengan alat bantu napas yang membingkai wajahnya.
Sesekali, air mata mengalir dari pelupuk mata si ayah dua anak. Namun, dengan cepat Janghyun menghapusnya. Ia adalah seorang ayah. Janghyun tak boleh terlihat lemah.
Tapi, katakan.
Ayah mana yang tak sakit melihat buah hatinya seperti ini?
Terbaring lemah dengan bantuan alat kedokteran?
Tak ada. Aku yakin tak ada. Begitu pula dengan Janghyun.
Seminggu ini, ia hanya berharap pada keajaiban. Disaat para dokter berkata tak ada lagi harapan, ia selalu membantahnya. Membungkam para dokter dengan kalimat bahwa keajaiban itu pasti ada.
Ia selalu berharap. Selalu berdoa agar keajaiban tuhan datang. Tapi, seminggu ini, Tak ada yang berubah. Semua menjadi semakin runyam. Janghyun bagai kehilangan sinarnya. Begitu juga dengan Jungkook.
Kantung mata menghiasi masing-masing kelopak mereka. Obsidian gelap yang biasanya memancarkan d sorot tegas itu kini hangus. Bagai tak ada cahaya didalamnya.
"Yoongi-ah, bangun dan katakan, apa yang harus Appa perbuat..."
.
.
.
.
Jungkook berjalan lunglai. Ia membawa kedua kakinya menuju ruang rawat sang kakak. Dadanya sesak setiap kali melihat kakaknya yang berbaring tenang. Jungkook mengepalkan tangannya kuat. Mencoba untuk menahan gejolak emosi yang bergumul dihatinya.
"Appa..." Panggilnya. Janghyun yang sedari tadi diam menoleh. Menatap Jungkook dengan kantung mata hitam dibawah kedua matanya.
Dan seolah mengerti apa yang dimaksud Jungkook, Janghyun berdiri, mengelus rambut hitam Yoongi sebelum beranjak. Ia menepuk bahu Jungkook.
"Jaga Hyungmu, Appa pulang sebentar.." Ujarnya.
▪▪▪▪
Sedari tadi, Jungkook hanya berdiam diri. Berpangku tangan dengan pikiran yang berlayar hingga ujung.
Dalam kepala Jungkook, hanya terus terpikir.
Apa kakaknya sudah lelah, hingga memutuskan untuk tak lagi membuka mata?
Satu hembusan napas panjang, keluar dari bilah bibir Jungkook.
'Ceklek.'
Suara pintu mengalihkan atensi Jungkook. Ia menatap Seokjin yang baru saja datang dengan jas putih yang melekat ditubuhnya.
"Oh, Jin Hyung. Pekerjaanmu sudah beres, Hyung?" Tanya Jungkook. Seokjin mencebik barang sedetik.
"Pekerjaanku tak akan pernah selesai." Ujarnya malas. Disambut oleh gelak tawa ringan milik Jungkook.
Seokjin yang melihatnya-pun turut tersenyum. Menarik masing-masing sudut bibirnya hingga membentuk kurva lengkung. Ia mengusak rambut Jungkook. Lalu beralih untuk mengusak pelan rambut Yoongi.
Dan hal itu tak lepas dari pandangan Jungkook. Senyumnya pudar. Tawanya terhenti. Kedua mata bulat itu berubah sendu, menatap sang kakak yang tengah berbaring tak berdaya.
"Jin Hyung..." Lirihnya. Sementara Seokjin hanya diam. Seolah mempersilahkan Jungkook untuk meneruskan ucapannya.
"Apa, kerusakan di batang otak tidak bisa disembuhkan, Hyung?" Tanya Jungkook. Menatap Seokjin penuh harap. Sementara yang ditatap hanya diam, terjebak dalam labirin pikirannya.
Disatu sisi, ia tak ingin berbohong. Sedangkan disisi lain, Seokjin tak ingin membuat anak dihadapannya ini kehilangan cahaya.
"Sebenarnya, aku juga tak begitu paham, Kook...
Tapi, dari apa yang kutahu, kerusakan pada batang otak itu merupakan suatu hal yang fatal. Seperti yang kau tahu, Kook.. batang otak memiliki peranan penting, seperti mengontrol kegiatan dasar bernapas, menelan, berbicara, dan lainnya.
Jika batang otak itu rusak, maka seseorang akan kehilangan potensi sadar dan pernapasannya. Mati batang otak, besar kemungkinan jika seseorang mengalami kematian otak secara keseluruhan. Pemasangan alat bantu napas --Seokjin menatap Yoongi--
tak akan membantu banyak..."
.
.
.
.
Jungkook menangis. Membiarkan air mata mengalir bebas dari kedua kelopaknya. Jungkook bimbang. Antara ingin melepas, atau menahan. Dalam kepalanya, masih berputar dengan jelas apa yang dikatakan Seokjin siang tadi.
Dan tak dapat dipungkiri. Takut bersemayam dalam diri Jungkook. Ia takut, takut akan semua kemungkinan yang akan terjadi.
"Hyung, hiks..."
Jungkook ingin marah. Tapi dirinya terlampau bingung. Pada siapa ia akan marah?
Pada dirinya sendiri, keadaan, atau Tuhan?
Semuanya ikut andil disini. Baik itu dirinya, keadaan, atau Tuhan. Semua ikut berperan dalam membuat skenario hidup.
'Puk!'
Jungkook terperanjat. Tepat ketika merasakan satu tepukan mendarat pada bahunya. Segera saja ia menghapus air matanya. Setelahnya, ia mendongak pada siapa yang menepuk bahunya.
"Appa?"
Sang ayah tersenyum kecil. Senyum yang tak dapat diurai artinya. Janghyun memapakkan diri pada sofa yang ada di ruangan. Memberi isyarat menggunakan tangan agar Jungkook beralih ke dekatnya.
Lantas, satu hal yang dapat Janghyun lakukan saat ini hanya mengelus surai si bungsu. Berusaha menenangkan walau dalam hatinya kabut asap telah tersebar.
Keheningan menguasai. Mereka larut dalam pikiran masing-masing. Hingga suara Jungkook terdengar menginterupsi. Membuat jantung Janghyun seakan berhenti memompa darah.
"Appa.. aku sudah mendengar semuanya dari Seokjin Hyung. Semua ada ditangan Appa saat ini.. Jungkook hanya berharap, Appa bisa membuat keputusan yang tepat."
"..."
"Jadi, keputusan Appa?"
TBC
![](https://img.wattpad.com/cover/190113880-288-k700263.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last ✔
FanficDisclaimer: fanfiction | Brothership - Completed Min Yoongi itu rapuh, tapi ia sembunyikan segala kelemahannya dalam topeng bak es. Ayah dan adik membencinya, karena sebuah kesalah pahaman. Padahal, Yoongi telah menggantikan dengan miliknya yang ber...