44

5.3K 557 71
                                        

Jungkook menatap kakaknya yang tengah berbaring di ranjang pesakitan. Matanya terpaku pada selang yang terpasang pada hidung kecil kakaknya.

"Yoongi hanya bisa makan dibantu selang. Selang itu masuk lewat hidung dan berhenti di lambung. Makanan dan minuman yang dimasukkan lewat selang berupa cairan. Jadi tak usah takut jika Yoongi akan tersedak lagi."

"Apa selangnya tidak akan dilepas?"

"Aku akan melepasnya jika Yoongi sudah bisa menelan kembali. Tidak perlu takut.."

Jungkook menghela napasnya panjang. Mungkin memang lebih baik seperti ini.

Jungkook tak bisa melihat Yoongi yang terlihat kesusahan saat memakan makanannya. Walaupun, melihat kakaknya dalam kondisi seperti ini tetap membuat hatinya sakit.

Tapi Jungkook hanya harus tetap tersenyum bukan?

Ia sekeras mungkin meyakinkan dirinya, bahwa semua akan baik-baik saja.

Walau, dirinya tak yakin...

Yang jelas, apapun yang terjadi Jungkook akan tetapi disamping kakaknya. Ia akan menemani kakaknya sampai semuanya berakhir.

Sampai seluruh rasa sakit yang dialami kakaknya pergi.

Dan...

Jungkook tak ingin egois.

Ia tak ingin meminta kakaknya tetap berjuang saat sang kakak sudah lelah.

Jungkook tahu, semua orang memiliki batas lelah. Kakaknya pun begitu. Maka ,ia ada disini, berada disamping kakaknya untuk menemani. Jungkook tak ingin mengedepankan egonya.

"Mmhh..."

Jungkook terperanjat. Ia segera merubah raut mukanya. Menyembunyikan kesedihannya dalam topeng palsu.

Yang jelas, Jungkook akan berusaha terlihat baik didepan kakaknya.

Seperti layaknya saat ini.

"Hyung?" Jungkook memanggil Yoongi. Memastikan kakaknya hanya mengigau atau memang sudah bangun.

Tiga detik setelahnya, yang dipanggil membuka mata. Menatap tanya pada Jungkook dengan mata sayunya.

"Ahh.. kukira Hyung hanya mengigau." Ujar Jungkook dengan kikikan geli setelahnya. Yoongi tersenyum tipis. Berusaha mengubah posisinya menjadi duduk.

Jungkook segera saja membantu Yoongi. Ia menempatkan bantal dibelakang punggung Yoongi. Berusaha membuat kakaknya dalam posisi yang senyaman mungkin.

"Sudah Hyung?" Tanya Jungkook. Yoongi mengangguk pelan. Mengucapkan 'terimakasih' yang hanya serupa bisikan.

"Apa ada gang sakit?" Jungkook kembali bertanya.

Yoongi menggeleng. Anak itu mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru tmruangan.

"Appa, dimana?" Tanyanya.

"Dikantor. Ada rapat." Jawab Jungkook seadanya. Yoongi mengangguk paham. Setelahnya ia mengernyit lucu. Mendapati ada selang yang masuk melewati hidungnya.

Tangannya terangkat. Hendak menarik selang yang dengan seenaknya memasuki hidung kesayangannya, sebelum..

"Jangan Hyung!!"

"Oh?"

Demi apapun, Yoongi terkejut. Ia buru-buru menurunkan tangannya. Begitupun dengan Jungkook yang bertindak cepat untuk memeriksa selang yang hampir ditarik tadi.

Bocah kelinci itu menggema napasnya lega, saat mendapati selang NGT masih pada tempat yang tak bergeser sedikit pun.

"Selang itu jangan dilepas.. Hyung membuatku takut." Jungkook berujar. Yoongi menganggukkan kepala paham.

Yoongi tahu, dirinya tak lagi bisa makan. Ia sering melihat benda seperti ini yang kini malah menjadi salah satu aksesoris di tubuhnya.

'Ceklek.'

"Kook--Oh! Yoongi sudah bangun ternyata."

Keduanya sontak menoleh. Mendapati Seokjin datang dengan pakaian santai. Hanya menggunakan kaos pendek dan celana jeans panjang.

Orang yang baru saja datang itu melangkahkan kaki jenjangnya. Mendekat ke arah kakak-adik yang hanya diam memperhatikannya.

Ia mengedipkan matanya beberapa kali.

"Hei, ada apa? Aku tahu aku tampan, tapi jangan lihat aku seperti itu."

Dan setelah Soekjin berkata demikian, decakan keluar dari mulut Jungkook.

"Terus saja banggakan dirimu, Hyung! Aku tidak peduli."  Ujarnya malas. Mata Seokjin membola. Ingin menonyor kepala di bocah kelinci sebelum suara tawa merangsek masuk ke indera rungunya.

Tatapan Seokjin berganti. Ia menatap sendu Yoongi yang tengah tertawa. Menertawakannya, mungkin?

Tapi Seokjin tak peduli. Sudah lama ia tak melihat tawa itu. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas. Dokter itu itu mengukir senyum tipisnya.

'Teruslah tertawa Yoon.. aku senang melihat tawamu..'

.

.

.

.

19.30

"Huahhh~"

Jungkook meregangkan otot-otot tubuhnya. Ia baru saja selesai mengerjakan tugas omong-omong. Tak banyak sebenarnya. Hanya 15 soal matematika.

Tapi ya, Jungkook mengerjakan dengan handphone yang ada dipangkuan. Sesekali ia melirik handphonenya, lalu mengerjakan, bermain handphone, lalu mengerjakan.

Begitu terus sampai tugas yang bisa diselesaikan hanya dengan waktu 30 menit itu molor menjadi 1 jam.

Bocah kelinci itu melirik pintu.

Ayahnya belum datang, padahal ini sudah setengah delapan malam.

Anak itu menghela napasnya panjang. Ia berbaring di sofa ruang rawat. Matanya terpaku pada sang kakak yang telah tertidur sejak tadi.

Jungkook mengerutkan keningnya.

Karena jika dipikir-pikir, Yoongi lebih sering tidur sekarang. Mengantuk, mungkin?

Tapi biar sajalah. Lagipula Jungkook senang jika kakaknya bisa istirahat. Dengan tidur lelap, dan Jungkook tak ingin mengganggunya.

Kerena itu, ia memutuskan untuk menutup matanya. Mengelabui alam mimpi sampai pagi menjelang.




TBC

The Last ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang