23

6.7K 761 199
                                    

Seokjin menggeram rendah. Menatap tajam Jungkook yang setia menundukkan kepalanya.

"Jawab! Kau ingin menyakiti Yoongi lagi huh?!" Teriak Seokjin. Jungkook menggeleng cepat. Ia menatap Seokjin tepat ke matanya.

"Yoongi Hyung... Aku ingin bertemu Yoongi Hyung.." Ucapnya dengan mata berkaca-kaca. Seokjin tersenyum miring.

"Kau ingin bertemu dengannya? Setelah semua yang kau lakukan?!" Teriak Seokjin kalap. Wajahnya memerah karena amarah. Jungkook membeku. Sedikit takut kala Seokjin membentaknya dengan nada tinggi.

"Hyung, kenapa--Oh.. Jungkookie, masuklah.."

.
.
.
.

"Jadi, apa tujuanmu datang kesini?" Tanya Seokjin tegas membuat Jungkook menelan salivanya paksa. Anak itu tak berani mengangkat wajahnya. Terlalu takut, dan malu.

"Cih! Pergi saja jika kau hanya diam! Membuang waktu!" Bentak Seokjin. Ia memandang tajam Jungkook. Terlalu benci dengan anak didepannya ini.

"M-mian.. aku hanya ingin, minta maaf.." Lirih Jungkook. Seokjin memutar matanya malas.

"Apa kau yakin semua perilakunya itu masih bisa dimaafkan? Bedebah!"

"Hyung!"

Yoongi berteriak, menyela ucapan Seokjin. Ia tak suka adiknya disebut dengan kata kasar. Sekalipun Jungkook selalu menyakitinya.

"Yoongi Hyung, aku minta maaf.. aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi dulu. Appa hanya mengatakan jika aku harus membencimu, karena kau selalu mencoba untuk mencelakaiku. Aku juga tidak tahu.. kecelakaan itu.. tranplantasi ginjal itu, aku benar-benar baru tahu tadi... Maafkan aku.." Ucap Jungkook tanpa mengangkat wajahnya. Ia setia menunduk. Terlampau malu menatap Yoongi yang memandangnya dengan tatapan entahlah.. Jungkook tak tahu.

"Ck, dan kau percaya pada ucapan itu? Bodoh!" Kesal Seokjin. Jungkook semakin menundukkan kepalanya. Ia menggigit bibir bawahnya kuat.

"Mianhae.." Ucapnya lirih.











"Gwaenchana..."

Baik Jungkook maupun Seokjin menatap Yoongi tak percaya. Mereka berdua sama-sama tak percaya Yoongi bisa mengucapkan kata maaf semudah ini.

"Yoon..."

"Lagipula itu sat kau kecil Kook, wajar saja, Hyung tahu kau mengikuti ucapan Appa tanpa tahu yang sebenarnya. Hyung juga tidak bisa menyalahkanmu. Kau pasti belum mengerti apapun, terlebih umurmu masih sembilan tahun dulu." Ujar Yoongi. Senyum tipis terpatri di wajahnya. Jungkook menatap tak percaya dengan mata bulatnya.

"Hyung.."

Yoongi tersenyum, setelahnya membuka kedua tangannya lebar-lebar.

"Kau tak mau memeluk Hyung-mu ini hm?"

Brukk...

Langsung saja Jungkook berhambur dalam pelukan Yoongi. Membenamkan kepala pada dada sang kakak. Ia memeluk Yoongi erat dengan isakan yang semakin menjadi.

"Hei.. hei.. uljimayo.. Jungkookie sudah besar, tidak boleh menangis lagi"

Tapi isakan Jungkook semakin kencang. Yoongi sangat menyayanginya. Pelukan ini bahkan lebih hangat dari pelukan yang selalu ia dapat dari sang ayah.

"Hiks, hyungie.."

"Uljima.."

Seokjin diam. Kedua maniknya menatap lembut kedua bersaudara itu. Senyum terpampang di wajahnya. Jungkook tak lagi membenci Yoongi, Seokjin yakin itu. Dan kebenciannya pada Jungkook menghilang, menguap entah kemana. Semua ikut menguap saat melihat kedua bersaudara didepannya ini.

'Semoga kau selalu bahagia, Yoongi-ya..'


"Jungkookie sudah makan?" Tanya Yoongi. Ia mengendurkan pelukannya pada Jungkook. Hingga ia dapat melihat dengan jelas wajah sembab memerah sang adik. Membuatnya gemas, ingin mencubit hidung bangir yang merah itu.

"Belum.. hiks.." Jawaban Jungkook, masih dengan isakannya. Satu tangannya berusaha menghapus air mata yang tak mau berhenti turun.

"Mau bantu hyungie masak?"

Jungkook mengangkat wajah sembabnya lalu mengangguk semangat.

"Ne!" Jawabnya. Nada bicaranya berubah menjadi riang kembali. Yoongi mengarahkan pandangannya pada Seokjin.

"Hyung ikut makan disini?" Tanyanya. Tapi Seokjin menggeleng.

"Aku harus berangkat. Ini sudah masuk jam kerjaku. Aku akan pulang besok" ucap Seokjin sebelum pergi.

"Aku berangkat Yoon.. baik-baik dirumah, Jungkook juga.."

.
.
.
.

20.00

"Kook, kau tidak pulang? Ini sudah malam"

Jungkook menoleh, menatap wajah Yoongi dengan kedua mata bulatnya.

"Ani.."  Jawabnya singkat.

"Tapi bagaimana dengan Appa?" Tanya Yoongi. Jungkook berdecak.

"Ck, biarkan saja" Balas anak itu acuh. Matanya kembali fokus pada tayangan film action di televisi kecil itu.

"Tapi bagaimana jika Appa memarahimu nanti?" Tanya Yoongi. Ia hanya tak ingin Jungkook terkena amarah sang ayah. Hanya itu, Tidak lebih.

"Biarkan saja Hyung. Lagipula Appa juga sudah marah" Ujar Jungkook santai.

"Mwo?!" Heboh Yoongi. Ia menatap Jungkook dengan mata sipitnya yang membulat.

"Appa marah?? Kau harus pulang Kook.. Bagaimana jika Appa memukulmu--"

"Yoongi Hyung tenang saja. Malam ini aku akan tidur disini" Potong Jungkook.

"Tapi kau akan tidur dimana? Hanya ada satu kamar. Jin Hyung juga tinggal disini sekarang" Ucap Yoongi.

"Oh? Jinjja? Kalau begitu aku tidur disofa ini saja" Ujar Jungkook. Yoongi menggeleng.

"Aniyo! Jangan tidur disofa. Tubuhmu akan pegal saat kau bangun"

"Yak, Hyung! Aku ini kuat! Lihat saja otot besarku ini! Punya Hyung saja kalah"

"Itu tidak ada hubungannya Kook. Hyung tidak mengusirmu, tapi lebih baik kau pulang jika tak ingin Appa marah"

"Appa tidak akan--"

Brakk!












"Pulang Jungkook!!"









TBC

The Last ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang