52

5.4K 542 82
                                    

"Kurangnya oksigen yang masuk ke otak membuat kerusakan pada batang otaknya. Pasien hanya akan bertahan menggunakan alat bantu napas untuk menyuplai oksigen yang dibutuhkan oleh otak. Jikalau alat bantu itu dilepas, pasien tak akan bisa bertahan. Kita tidak bisa mengatakan pasien masih hidup atau meninggal dengan keadaan seperti ini. Karena hanya alat bantu napas yang menentukan semuanya."

.

.

.

.

Janghyun mengehla napasnya lelah. Ia mendongak, menatap langit senja di taman rumah sakit. Kenyataan pahit seperti ini, telah cukup untuk menamparnya dari kehidupan. Janghyun menarik napasnya. Berusaha mengurangi sesak yang sedari tadi membungkus dada.

'Aku harus bagaimana, Sooyoung-ah?'

Wajah datar yang ditunjukkan Janghyun saat ini, sama sekali tak senada dengan hatinya. Karena didalam sana, hati kecilnya menangis pilu. Menghadapi ujian yang lagi-lagi tuhan berikan padanya.

".... Pasien hanya akan bertahan menggunakan alat bantu napas untuk menyuplai oksigen yang dibutuhkan oleh otak. Jikalau alat bantu itu dilepas, pasien tak akan bisa bertahan..."

Perkataan dokter tadi terngiang dikepalanya.

Inikah saatnya?

Apa kini Janghyun harus melepas cahaya kecilnya?

"Appa..."

"Heum?"

"Aku hanya mengingatkan saja.. Appa tidak lupa bukan untuk menepati janji?"

"..."

"Appa sudah berjanji untuk melepasku. Maka, Appa harus benar-benar melakukannya.

tapi...

Lakukan hal itu, jika Appa sudah benar-benar siap. Lagipula, Yoongi tak masalah jika Appa memintaku tinggal walaupun Yoongi sudah lelah. Yoongi juga ingin--"

"Sstt... Jangan bicarakan hal ini.. kita sekarang berada ditempat ini untuk melepas penat bukan?"

"Mian..."

"Kenapa tak bergabung bersama Jin dan Kookie?"

"Kepalaku sakit Appa.. semuanya berputar ketika aku berdiri.."

"Kita kemobil? Obatmu ada disana bukan?"

"Andwae.. biarkan seperti ini, aku ingin tidur sebentar. Bangunkan Yoongi jika kita akan pulang nanti."

Sekilas, Janghyun mengingatnya. Ucapan Yoongi dipantai pagi hari tadi. Lagi dan lagi, Janghyun membuang napas kasar.

Apakah saat ini, Yoongi menagih janjinya?

'Drrrtt... Drrtt...'

Lamunan Janghyun terbuyar. Ia merogoh saku jasnya. Mengambil handphone hitamnya dari dalam sana.

Jungkookie is calling

'Jungkook?'

"Koo--"

"Appa! Yoongi Hyung tidak ada dimanapun! Sudah kucari dikamarnya, didapur, dan tempat lain, tapi tetap saja tidak ada! Tadi siang, aku mengajaknya tidur bersama. Tapi saat bangun, Yoongi Hyung tidak ada disebelahku. Appa bagaimana ini? Dimana Yoongi Hyung?"

Janghyun diam sejenak. Memang, ia menyuruh para pelayan agar tak memberi tahu Jungkook perihal apa yang terjadinya dan seperti sekarang, pasti bungsu itu tengah terjebak dalam kepanikan yang tentu ia ketahui alasannya.

"Yeoboseo? Appa..."

Jungkook mengerutkan kening kala terdengar helaan napas dari seberang sana. Ia yakin, ada yang tak beres. Dan semoga saja, semua ini tak berkaitan dengan Yoongi Hyungnya.

"Yoongi dirumah sakit Kook-ah.. kemarilah.. Appa ingin bicara denganmu."

Dan setelah telepon ditutup, liquid hangat yang sedari tadi bersarang di kedua kelopak Jungkook, meluruh begitu saja.

"Hyung..."

.

.

.

.

Jungkook berlari dengan napas tersengal. Ia melangkahkan kaki mendekat kearah sang ayah yang sedari tadi memangku tubuh pada kursi taman.

"Appa!" Panggilnya.

Janghyun tersenyum kecil. Tangannya memberi gesture agar Jungkook duduk disampingnya.

"Yoongi Hyung, bagaimana?" Tanya Jungkook. Sisa-sisa aliran air masih terlihat diwajahnya. Hidung yang memerah dengan kedua mata sembab itu, semakin membuat Janghyun yakin si bungsu ini menangis tadi.

Hening. Diwaktu yang sebentar lagi akan berganti malam ini, sama sekali tak ada yang berniat membuka mulut. Baik Janghyun maupun Jungkook.

Janghyun yang tengah berkutat dengan perasaanya, sementara Jungkook yang hanya diam menunggu Janghyun menjawab pertanyaan yang ia lontarkan.

"Kook-ah..."

"Ya?"

Jungkook menatap kearah mata teduh sang ayah. Ia menyadarinya, sorot mata yang menggambarkan sakit tertahan, serta terselip keraguan didalamnya.

"Apa yang kau pilih, melepaskan yang menginginkan pergi, atau menahan?"

Alis Jungkook menukik. Dalam hatinya bertanya, kenapa sang ayah menanyakan hal seperti ini.

"Aku...













Mungkin akan melepas jika itu jalan terbaik."

TBC

The Last ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang