07.30
Pagi hari harusnya menjadi awal bagi seseorang untuk memulai harinya. Apa lagi hari ini libur.
Ya! Ini hari Minggu. Seharusnya, orang-orang bangun dengan hati yang ceria karena libur.
Tapi tidak dengan Yoongi. Remaja itu tengah mencengkeram kepalanya dengan peluh yang membanjiri tubuhnya.
"Akh..appo.."
"Appoyo..."
"Akhh!"
Kepalanya teramat sakit. Obat yang biasanya dapat mengurangi rasa sakitnya itu, kini entah berada dimana.
"Akh!" Yoongi memaksa tubuhnya untuk bangun. Perutnya mual. Ia berjalan tertatih, membanting pintu kayu lalu bertumpu pada wastafel didapur.
"Uhukk! uhukk! Hoeekk! Argh!" Yoongi bertumpu pada wastafel dengan tangan bergetarnya. Ia masih mencoba untuk mengeluarkan semua isi perutnya. Tapi, hanya cairan kuning yang keluar. Karena Yoongi belum memakan apapun setelah sarapan kemarin. Ditambah dadanya yang teramat sesak hasil pukulan ayahnya kemarin.
Tes..
.
.
.
.Tok, tok, tok
"Yoon.."
Tok, tok, tok
"Yoongi.."
"Apa anak itu sedang keluar?" Monolog Seokjin.
Tok, tok, tok
"Yoongi??" Panggil Seokjin sekali lagi. Tetap tidak ada jawaban, Seokjin berbalik. Ia hendak melangkahkan kakinya menuju mobil sebelum terdengar suara kunci diputar.
Ceklek.
Pintu terbuka, menampakkan sang penghuni rumah dengan wajah pucatnya.
"Ah.. akhirnya dibuka, kau baru bangun? Kenapa lama seka--Omo Gwaenchana?!"
Mata Seokjin tak sebegitu buruknya untuk dapat melihat bekas darah di hidung Yoongi. Ia yakin Yoongi mimisan lagi pagi ini.
"H-hyung, kepalaku...
Hhh... Ses..sakh"
Brukk!
Tubuh itu jatuh begitu saja dengan tangan yang mencengangkan dadanya kuat.
"Yoon.." Seokjin mengelus pipi Yoongi. Nafas anak itu sudah putus-putus dengan mulut kecil yang terbuka seakan meraup oksigen.
"Bernafaslah pelan-pelan oke!" Perintah Seokjin. Ia segera membawa Yoongi menuju mobilnya lalu mengendarainya dengan cepat menuju rumah sakit.
.
.
.
.Seokjin duduk di kursi samping ranjang. Ia menatap sendu ke arah Yoongi yang masih terlelap dengan masker oksigen diwajahnya. Karena Seokjin yakin, Yoongi pasti akan merasakan sakit yang lebih daripada saat ini.
Kankernya berkembang, stadium akhir.
Sebenarnya Seokjin juga tidak tahu, kenapa ia sedekat ini dengan Yoongi. Rasanya, ia ingin terus berada di dekat Yoongi, menemani anak itu setiap waktu.
"Kau ikut bersamaku saja ya Yoon.." lirihnya.
"Eunggh~"
"Yoongi-ya..." Ucap Seokjin girang. Anak didepannya ini memang sangat kuat.
"Appo.." Ringis Yoongi. Tangannya mencengkeram dadanya erat.
"Jangan!" Pekik Seokjin. Ia menghalangi tangan Yoongi yang hendak mencengkeram daerah dada. Masalahnya saat Seokjin memeriksa Yoongi tadi, ia tak sengaja melihat lebam besar didada anak itu.
Merasa bukan lebam biasa, Seokjin memutuskan untuk melakukan rongten. Dan benar saja. Ada tulang rusuk kiri yang patah. Untungnya tidak sampai menusuk jantung.
▪▪▪▪
"Yoon.." panggil Seokjin.
"Hmm.." balas Yoongi dnegan gumaman. Ia mengalihkan pandangannya pada Seokjin. Yoongi menggaruk hidungnya yang terasa gatal. Tidak nyaman karena ada nasal canula yang bertengger di hidungnya.
"Ada apa Hyung?" Tanyanya. Seokjin menatap Yoongi ragu sebelum bersuara.
"Kau, ikut denganku saja ya?" Alis Yoongi menukik. Ia bingung.
"Ikut? Kenapa?" Tanya Yoongi bingung.
"Itu.. tinggal saja bersamaku, aku khawatir jika nanti..."
"Andwae" Sela Yoongi.
"Kenapa?" Tanya Seokjin. Ia menatap tepat pada manik kelam Yoongi.
"Aku sudah cukup merepotkan. Dan aku tidak mau menambah beban Hyung lagi" Jawab Yoongi. Seokjin menggeleng cepat.
"Aniyo.. kau tidak merepotkan. Lagipula aku sendirian di apartemenku. Kau juga sendirian di flatmu. Jadi kita tinggal bersama saja ya.. aku juga bisa mengantarmu ke sekolah setiap hari. Kau tidak perlu berjalan kaki atau menunggu bis datang" Ujar Seokjin ceria. Tapi yang ia dapatkan hanyalah pandangan sendu Yoongi. Anak itu menurunkan pandangannya.
"Wae?" Tanya Seokjin bingung.
"Aku tidak sekolah lagi hyung" Manik Seokjin membola.
"Maksudmu?" Tanyanya bingung. Yoongi menghela nafas.
"Obat itu, mereka mengira aku adalah pecandu. Kejadian di gang itu, mereka berbohong. Memanipulasi, membohongi pihak sekolah sehingga aku yang disalahkan. Yang mereka ketahui akulah yang memukul. Pihak sekolah mengeluarkanku. Appa marah, ia berkata aku hanya parasit yang dengan seenaknya hadir dalam keluarganya" Jelas Yoongi. Ia menatap kosong lantai. Seokjin menggeram kesal. Apa yang dilakukan ayah Yoongi itu sudah keterlaluan menurutnya.
"Jadi, appamu yang membuatmu seperti ini?" Tanya Seokjin. Yoongi mengangguk takut-takut. Ia akan menjadi anak kecil jika bersama Seokjin. Menjadi bocah lugu, nan polos yang tak berani berbohong.
Hanya dengan Seokjin.
"Apa appamu mengetahui kejadian yang sebenarnya? Penyakitmu? Ia tahu itu?" Tanya Seokjin lagi. Kali ini Yoongi menggeleng. Membuat Seokjin menghela nafas kesal.
"Pulang dari sini besok, kau, ikut denganku. Tidak ada penolakan"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last ✔
FanfictionDisclaimer: fanfiction | Brothership - Completed Min Yoongi itu rapuh, tapi ia sembunyikan segala kelemahannya dalam topeng bak es. Ayah dan adik membencinya, karena sebuah kesalah pahaman. Padahal, Yoongi telah menggantikan dengan miliknya yang ber...