Janghyun menatap sendu putra sulungnya. Rasa bersalah mulai timbul dihatinya. Berkecamuk, membuat segala keraguannya semakin besar.
Ia bertanya-tanya,
Apa dirinya salah?
Apa Janghyun jahat jika meminta Yoongi tetap bertahan?
Ia tengah dihadapkan pada situasi yang sulit. Ini bahkan lebih menyakitkan daripada kehilangan istrinya dahulu.
Janghyun mengusap air matanya yang entah mengalir sejak kapan. Ayah dua anak itu mengukir senyum paksa setelahnya.
Ia harus kuat bukan?
Ya... Setidaknya didepan Yoongi dan Jungkook, Janghyun harus berusaha kuat.
"Sekali lagi, maafkan Appa yang memintamu tetap disini Yoongi-ah..." Lirihnya. Dan tentu tak ada jawaban dari sang putera. Hanya deruan alat-alat medis yang menggema.
Janghyun berbalik, keluar dari ruangan ini. Ia perlu menenangkan dirinya. Mengembalikan suasana hati yang kini hancur tak berbentuk.
.
.
.
.
16.00
Mata Seokjin membulat terkejut saat melihat ruang rawat yang ada di depannga kosong.
Bahkan brankar sudah rapi. Selimut juga telah dilipat.
"Apa Yoongi pulang?" Gumam Seokjin.
"Aishh! Tidak mungkin, bodoh!" Umpatnya pada diri sendiri.
Seokjin melangkahkan kakinya -- setengah berlari-- menuju resepsionis.
"Sus, Min Yoongi ada di mana? Ruang rawatnya sudah kosong." Tanya Seokjin.
"Oh, Min Yoongi dipindahkan ke ICU beberapa jam lalu Uisa.." Jawab perawat itu sopan. Seokjin membulatkan matanya singkat, setelahnya membungkuk berterimakasih.
"Ah.. ne, gomawo.." tuturnya.
Setelahnya Seokjin segera berbaik dan berlari menuju ICU.
Dan benar saja, saat Seokjin sampai disana, ia melihat adiknya itu telah dipasangkan berbagai alat.
Sejujurnya, Seokjin muak melihat semua alat-alat ini menempel ditubuh Yoongi.
"Ummh..."
Yoongi terdengar meracau, kening anak itu mengerut dalam, seperti tengah menahan sakit. Seokjin segera mengelus dahinya lembut.
"Tak apa... Tidurlah lagi..." Ujarnya lembut. Membuat kerutan di dahi Yoongi hilang. Anak itu kembali terlelap dalam tidurnya.
Seokjin menghela napas lega setelahnya. Ia menarik kursi lalu mendudukinya. Sementara matanya asik mengamati Yoongi yang tengah terpejam. Ia ingin berjaga-jaga jikalau Yoongi kembali meracau seperti tadi.
Tak lama, Jikyung datang. Dokter itu sedikit terkejut melihat Seokjin di sini.
"Oh, Jin!" Serunya. Seokjin menolehkan kepalanya. Ia segera berdiri.
"Oh, Kyung. Jadi kau yang menangani Yoongi?" Tanya Seokjin. Jikyung mengangguk membenarkan.
"Yap, seperti itulah." Jawabnya. Tangannya terampil mengecek semua alat yang ada di sana.
"Apa yang terjadi sampai Yoongi dipindahkan kemari?" Tanya Seokjin.
Jikyung menghela napasnya.
"Kambuh. Sempat muntah darah juga." Jawaban Jikyung membuat Seokjin menghela napasnya, lagi.
Ia kembali duduk, memandangi wajah Yoongi yang lebih pucat dibanding kemarin.
"Sebelumnya, Yoongi pasienmu bukan?" Tanya Jikyung. Seokjin mengangguk tanpa mengubah arah fokusnya.
"Dari catatan medisnya Yoongi tidak bisa menerima obat kemoterapi, itu benar?" Tanya Jikyung. Seokjin kembali mengangguk.
"Tubuhnya menolak saat aku melakukan kemoterapi." Jawaban Seokjin. Jikyung mengangguk pelan, mengedarkan pandangannya. Menatap sendu Yoongi yang masih terlelap karena pengaruh obat.
"Dia terlihat masih kecil." Cicit Jikyung.
"Memang." Jawab Seokjin singkat.
Jikyung membuang napasnya panjang. Kemudian ia menepuk bahu Seokjin.
"Aku pergi dulu, Jin. Jika ada apa-apa bisa kau tangani kan?" Tanya Jikyung. Seokjin mengangguk. Ia menunjukkan jempol kanannya.
.
.
.
.
17.30
"Yoongi--hyung..."
Jungkook memelankan suaranya. Ia melangkah dengan perlahan agar tak menganggu tidur dua orang yang ada disana.
Iya, dua orang. Yoongi dan Seokjin.
"Sejak kapan Jin Hyung ada disini?" Mololognya pelan.
"Sejak pagi."
"Ooh--Eh? Lho? Jin Hyung sudah bangun?!"
"Jangan berteriak bocah." Peringat Seokjin. Jungkook mengangguk dengan mata membulat lucu. Ia menatap sekelilingnya. Lupa bahwa dirinya bukan bersama di ruang rawat.
Dasar pikun!
"Yoongi Hyung belum bangun, Hyung?" Tanya Jungkook. Seokjin meregangkan ototnya lalu menggeleng pelan.
"Belum--" Jawabnya. Seokjin berdiri, menekan bahu Jungkook. Menempatkan anak itu dikursi yang ia duduki sejak tadi.
"Kau tunggu disini. Aku mau makan." Ujarnya lalu berjalan keluar. Meninggalkan Jungkook didalam.
Kelinci itu membuang napas panjang. Ia berbaik, menatap Yoongi yang masih betah terpejam sedari pagi.
"Hyung, cepat bangun.." Lirihnya.
Tentu saja tak ada jawaban. Hanya ada suara beberapa alat yang berbunyi konstan.
Jungkook mengulurkan tangannya. Menyentuh pipi dingin sang kakak. Jungkook tersenyum miris.
Sampai kapan kakaknya akan bergemelut dengan sakitnya?
Sampai kapan kakaknya harus tetap bertahan?
Sampai kapan,
Jungkook akan mempertahankan egonya?
Jungkook menunduk. Menyadari dirinya begitu egois karena meminta kakaknya tetap bertahan. Kini dirinya diliputi rasa bersalah.
"Hyung, maafkan aku..."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last ✔
FanfictionDisclaimer: fanfiction | Brothership - Completed Min Yoongi itu rapuh, tapi ia sembunyikan segala kelemahannya dalam topeng bak es. Ayah dan adik membencinya, karena sebuah kesalah pahaman. Padahal, Yoongi telah menggantikan dengan miliknya yang ber...